"Kamu masih kecil, Nak, tau apa tentang cinta pada pandangan pertama," kekeh Abi Hamdan. Dia yakin—Robert hanya bercanda saja.
"Ah Opa juga sama kayak Bu Syifa. Nggak percayaan orangnya. Nanti deh kalau—"
"Jadi tujuan kalian datang hanya menjenguk? Apa ada yang lain?" Syifa cepat-cepat menyela, demi mengakhiri perkataan aneh dari sang muridnya itu.
"Iya, Bu. Hanya jenguk doang kok, mau memastikan keadaan Ibu." Yang menyahut Baim.
"Tapi kok kalian bisa tau rumah Ibu? Darimana kira-kira?"
"Dari Pak Bambang," sahut Robert.
"Assalamualaikum," ucap Umi Maryam yang baru saja masuk ke dalam rumah dengan menenteng dua plastik. Isinya dua cup jus mangga dan beberapa ciki.
"Walaikum salam," sahut mereka di sana. Kecuali Robert.
"Ini diminum dan dimakan dulu, jusnya masih seger," pinta Umi Maryam seraya meletakkan apa yang dia bawa ke atas meja.
"Terima kasih Oma." Robert dan Baim menyahut secara bersama, kemudian menusuk pipet jus dan menyesapnya.
"Kalian sudah makan belum? Mau Oma ...." Ucapan Umi Maryam terhenti lantaran mendengar suara kumandang adzan Ashar.
"Allahu Akbar Allahu Akbar ...."
"Alhamdulillah, ternyata sudah Ashar." Abi Hamdan mengusap wajahnya. Kemudian berdiri dan membereskan koko. "Sebelum makan ciki, lebih baik kalian berdua ikut Opa ke masjid dulu, yuk!" ajaknya seraya menatap kedua bocah yang hendak menyobek kripik kentang. Tapi langsung urung dilakukan oleh keduanya.
"Ke masjid mau ngapain Opa?" tanya Baim heran.
"Sholat dong. Kalian 'kan laki-laki, calon pemimpin keluarga. Jadi harus biasakan sholat dari usia dini, biar nanti terbiasa," tegur Abi Hamdan menasehati.
"Oh iya, ayok." Baim langsung berdiri, begitu pun dengan Robert. "Kamu nggak usah ikut, Rob," larangnya sembari menatap Robert.
"Robert juga diajak, Im. Kan Opa mengajak kalian berdua," sahut Abi Hamdan. Dia lantas mengenggam salah satu tangan dua bocah itu.
"Tapi, Opa, Robert mah nggak boleh sholat. Kan Tuhannya beda!" seru Baim. Ucapannya itu langsung membuat Abi Hamdan mengurungkan niatnya untuk melangkah.
"Maksudnya, Robert bukan orang Islam?"
"Iya." Baim mengangguk, lalu menatap ke arah temannya. "Iya, kan, Rob?"
"Iya. Tapi aku mau ikutan sholat bareng kalian," pinta Robert.
"Mana boleh, nanti Daddy sama Tuhanmu marah lho, Rob," tegur Baim dengan ekspresi menakut-nakuti.
"Memangnya sholat itu ngapain, sih? Kok bawa-bawa Tuhan segala?" tanya Robert yang tak mengerti maksud Baim.
"Sholat itu sembahyang, Rob. Kamu ngerti nggak?" tanya Abi Hamdan dengan lembut. "Menyembah kepada Tuhan kita."
"Oh, kayak berdo'a, Opa?" tebak Robert.
"Iya." Abi Hamdan mengangguk.
"Robert di sini saja, nggak usah ikut. Kita belajar bareng sama Ibu," ajak Syifa membujuk. Dia menarik tangan Robert hingga melepaskan tangan Abi Hamdan.
Kemudian, Abi Hamdan dan Baim melangkah keluar dari rumah.
"Padahal Robert mau ikut Opa, Bu, mau lihat juga orang sholat itu ngapain." Robert merengut lesu, lalu duduk lagi di samping Syifa.
"Kalau mau lihat nggak perlu ikut ke masjid, lewat Y*uTube juga bisa. Mau lihat kamu?" Syifa merogoh kantong celananya untuk mengambil ponsel.
"Iya." Robert mengangguk cepat.
Syifa membuka aplikasi yang dia maksud, kemudian menuliskan orang sholat pada kolom pencarian. Keluarlah beberapa video laki-laki yang tengah sholat.
Lantas, Syifa pun mengklik salah satu video yang berdurasi 20 menit, kemudian video itu pun diputar dan Robert langsung menyaksikannya.
"Kamu jangan sekali-kali dipraktekkan, ya?! Itu nggak boleh. Soalnya orang-orang yang sholat itu harus orang yang beragama Islam," tegur Syifa menasehati.
"Iya, Bu." Robert mengangguk tapi matanya masih terus menonton.
"Oh ya, kalau Ibu boleh tau ... Robert agamanya apa?"
"Kristen," jawab Robert lalu menatap ke arah Syifa. "Kalau Ibu?"
"Islam."
"Kalau Oma?" Robert menatap ke arah Umi Maryam yang hendak masuk ke dalam kamarnya. Wanita itu lantas menoleh.
"Islam juga, Sayang," sahutnya kemudian melangkah masuk ke dalam kamar untuk melaksanakan sholat.
"Memangnya yang harus sholat cuma laki-laki saja, Bu? Perempuan nggak?" tanya Robert dengan polosnya.
"Semua umat Islam diwajibkan sholat. Kalau nggak mengerjakannya dosa," jawab Syifa.
"Terus, Ibu sendiri mau sholat juga?"
"Ibu lagi nggak sholat dulu. Lagi halangan."
"Halangan?!" Kening Robert mengernyit. "Halangan apa, Bu?"
"Datang bulan."
"Datang bulan itu apa?"
"Keluarnya darah pada alat k*lamin kita. Itu hal lumrah untuk perempuan yang sudah baligh," jelasnya.
"Kalau baligh itu apa?"
"Baligh itu yang dialami seseorang yang akan memasuki usia remaja."
"Oh, berarti dulu Mommyku juga datang bulan dong ya, Bu, kan dia juga perempuan," tebaknya.
"Iya. Oh ya, sambil nunggu Baim selesai sholat ... kita belajar dulu, ya?"
Robert mengangguk. "Iya. Tapi Robert maunya belajar menghitung, Bu. Soalnya masih sering salah."
"Oke, sebentar ... Ibu mau ambil buku di kamar." Syifa berdiri kemudian melangkah masuk ke dalam kamarnya.
***
Sementara itu di kantor Joe.
Pria bermata sipit itu baru saja menghempaskan bokongnya pada kursi putar miliknya. Dia tadi baru selesai melakukan meeting dengan beberapa karyawannya.
"Bagus deh semuanya sudah beres, jadi aku nggak usah lembur malam ini. Takut si Robert marah-marah," gumam Joe seraya menatap jam yang menempel pada dinding ruangannya. Di sana menunjukkan pukul 5 sore.
Drrrtt ... Drrttt ... Drrtt.
Tiba-tiba terdengar suara getaran ponsel di dalam saku jasnya. Setelah merogoh benda pipih itu, ternyata ada sebuah panggilan masuk dari Sandi. Segera, Joe mengangkatnya.
"Halo, San, ada apa?" tanya Joe.
"Daddy sudah pulang belum? Kok daritadi ditelepon nggak diangkat-angkat?" Ini bukan suara Sandi, tapi suara Robert.
"Mau apa kamu telepon Daddy? Ini Daddy baru beres meeting."
"Udah selesai semua nggak? Terus Daddy pulang kapan?"
"Sebentar lagi pulang. Ini Daddy lagi meregangkan otot-otot yang kaku dulu," sahut Joe.
Tak lama ada seorang pria berjas hijau army masuk. Dia bernama Soni. Pria itu adalah sekertaris pribadi Joe, yang sengaja datang karena diperintah olehnya.
"Bapak perlu apa?" tanya pria itu.
Joe langsung menepuk bahunya. Seolah memberikan isyarat jika memintanya untuk memijat.
Pria itu pun mengangguk, kemudian melangkah mendekat dan berdiri di belakang. Setelah itu barulah dia mulai memijat kedua bahu Joe dengan tenaga.
"Pulangnya sekarang saja, Dad," saran Robert.
"Kenapa memangnya?"
"Robert sama Baim lagi ada di rumah Bu Syifa, Dad. Daddy sekalian datang untuk jemput saja, tapi jangan lupa untuk membawa buket bunga, ya!" titah Robert.
"Lho, kok kamu ada di rumahnya Bu Syifa? Mau ngapain?"
"Kata Pak Bambang dia sakit, jadi Robert sekalian jenguk. Ayok Daddy juga jenguk, eh sambil bawakan makanan apa kek gitu, biar enak dilihat."
"Tapi Daddy malu, Rob. Masa Daddy menjemputmu sekalian bawa makanan begitu, mana ditambah bunga lagi. Nanti Bu Syifa dan keluarganya berpikir yang tidak-tidak."
"Dih, ngapain malu? Kan Daddy sendiri yang setuju kalau ingin mencarikan Robert Mommy baru." Suara Robert terdengar sedikit lantang. Tampaknya dia seperti marah. "Ini Robert sudah berhasil mencarinya, tinggal Daddy yang berusaha mendapatkannya. Daddy jangan begitu dong, katanya Daddy sayang sama Robert."
"Ya sudah iya, Daddy akan ke sana sekarang." Kalau sudah bawa-bawa kata "sayang" Joe benar-benar tak bisa menolak.
"Inget, bawa bunga dan makanan," tegurnya sekali lagi.
"Iya." Joe langsung menutup teleponnya, lalu memijat dahinya yang mendadak terasa pening.
"Bapak sakit kepala juga? Mau saya pijitin?" tawar Soni yang sejak tadi masih sibuk memijat bahu.
"Nggak, Son," sahutnya berbohong. "Udahan mijatnya, aku mau pulang. Kamu juga pulang saja, kita 'kan nggak ada lembur hari ini."
"Baik, Pak." Soni mengangguk dan langsung mengakhiri gerakan tangannya. Setelah itu dia membungkuk sopan dan melangkah keluar dari ruangan Joe.
*
*
*
Di dalam perjalanan menuju rumah Syifa yang dikirimkan alamatnya oleh Sandi, Joe terus menerus menoleh ke kursi di sampingnya sambil terus mengemudi.
Di sana ada kantong plastik yang berisi dua bolu gulung coklat dan pandan, juga satu buket bunga mawar merah. Semua itu dia beli tentu atas permintaan sang anak.
Dan entah mengapa, ada rasa gugup di dalam lubuk hatinya. Apalagi sudah lama sekali dia baru membeli buket untuk seorang gadis.
"Sonya ... anak kita Robert sangat menginginkan Mommy baru. Jujur ... sebenarnya aku belum mau menikah lagi, tapi dia terus menerus memojokkanku. Jadi aku harus bagaimana?" gumam Joe berbicara sendiri.
Dia betul-betul merasa bimbang, tapi disisi lain permintaan sang anak paling tidak bisa dia bantah.
"Tapi aku juga nggak yakin kalau perempuan yang bernama Syifa itu mau denganku," tambahnya kemudian.
...Author juga ga yakin, Om 🤣...
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 90 Episodes
Comments
atikah
ah dad joe g seru blm apa2 dh patah smangat, berjuang dong dad masa gt aja dh mnyrah, ksian robert km hrs memikirkan kbhagiannya, bagaiman pun jg robert butuh sosok ibu ada di sampingnya, semangat ya dad berjuang dmi anak dan tntunya dmi km juga 🤣🤣🤣
2023-03-16
1
fee2
harus berjuang dapatkan syifa...
2023-03-16
1
Eva Karmita
ni anak ngebet banget pengen punya emak kasihan dia belum paham arti perbedaan agama , kalau mau sama Syifa butuh perjuangan ekstra Rob Deddy mu itu soalnya ayah Bu Syifa kan tokoh agama dilingkungan nya ..😔💪🔥
2023-03-15
2