"Stop di sini, Pak!" seru Robert saat mobil angkot yang dia tunggani sudah berada tepat di depan rumahnya. Sang sopir pun langsung mengerem mobilnya pelan-pelan.
"Ini rumahmu, Rob?" tanya Syifa dengan tatapan takjub melihat rumah mewah di depannya. Warna catnya cream dan memiliki gerbang besi berwarna hitam yang tinggi.
"Iya, Bu. Ibu mau mampir dulu nggak? Tapi Daddyku belum pulang kerja."
"Ibu nggak mampir, mau langsung pulang saja." Syifa menggeleng.
"Oh ya sudah. Aku masuk dulu kalau begitu. Ibu hati-hati dijalan, ya?" Robert meraih tangan Syifa, lalu mencium punggung tangannya. Setelah itu dia turun dan merogoh kantong celana hendak mengambil uang untuk membayar.
"Nggak usah, Rob, biar Ibu saja yang bayar," cegah Syifa sambil melambaikan tangan. Tidak enak rasanya. Tadi pagi Daddynya sudah menolong.
"Oh gitu. Ya sudah terima kasih, Bu. Selain cantik Ibu sangat baik hati, ya. Ibu jangan lupa hati-hati. Robert nggak mau Ibu kenapa-kenapa." Robert tersenyum dengan lambaian tangan.
"Iya. Jangan lupa belajar, ya!" Syifa ikut melambaikan tangan. "Ayok jalan, Pak!" titahnya pada sang sopir.
Tak lama kemudian mobil angkutan umum itu melaju pergi, dilihat Robert sudah masuk ke dalam gerbang.
"Ternyata Robert anak orang kaya. Bisa-bisanya dia bilang Mommynya mirip denganku? Tapi ... memangnya Mommynya itu ke mana? Sampai dia kepengen punya Mommy baru." Syifa bergumam sambil bertanya-tanya. Dan tiba-tiba terdengar suara ponselnya berbunyi di dalam tas selempangnya.
Setelah diambil ternyata itu sebuah notifikasi chat masuk dan setelah dibuka ternyata nomor baru. Tapi isi chatnya dia kenal betul siapa pengirimnya.
[Kenapa nomorku diblokir, Fa? Tega banget ya, kamu! Pokoknya aku nggak mau kita putus!]
Bukannya membalas, Syifa justru memblokir nomor itu. Sebab takut jika kembali dihubungi.
Syifa menarik napas, lalu perlahan dia hembuskan dengan gusar. Capek sekali berpacaran selama satu tahun dengannya, sebab Beni ini tipekal orang yang sangat kasar.
Hanya masalah sepele dan tiap Syifa bersalah, pasti dia main tangan. Maka dari itu sekarang dia merasa sudah cukup, sudah menyerah dan memilih untuk meminta putus.
'Kalau Kak Beni masih menganggu, terpaksa kayaknya aku musti laporan ke Abi. Takut juga aku kalau sewaktu-waktu ketemu sama dia pas berangkat atau pulang mengajar,' batinnya.
***
Malam hari di rumah Joe.
Pria tampan bermata sipit itu tengah berbaring di atas kasur di samping Robert yang sudah terlelap dari tidurnya.
Sudah dua jam lebih semenjak dia berbaring berniat untuk tidur, tapi sampai sekarang matanya pun tak kunjung terlelap meskipun sudah dipejamkan.
Tidak biasanya Joe seperti ini, apalagi tadi siang dia betul-betul banyak kerjaan. Sampai lembur pulang malam.
"Huuuh ... sampai kapan aku nggak tidur? Udah mau jam 2." Joe menghela napasnya dengan gusar seraya membuka mata untuk menatap jam weker di atas nakas.
Alasan yang utama dia tak bisa tidur lantaran bayang-bayang wajah Syifa terus menerus menghiasi isi otaknya. Dan itu membuatnya merindukan sosok Sonya, perempuan satu-satunya yang selalu ada di hati.
'Kenapa harus ada perempuan yang begitu mirip denganmu, Yang? Aku jadi kangen sama kamu. Tapi hatiku sakit, karena kita nggak bisa bertemu,' batin Joe dengan sedih, hingga tak terasa sudut matanya mengeluarkan air.
Memang, tak ada rasa rindu yang begitu menyakitkan selain merindukan seseorang yang sudah tiada. Karena alam kita saja sudah berbeda.
*
*
*
Keesokan harinya di rumah Joe.
Pagi ini Robert dan Joe sarapan bersama di meja makan. Dengan sepotong sandwich dan segelas susu serta kopi.
Keduanya tampak segar sekali, sudah mandi dan berpakaian rapih.
"Daddy semalam pulang jam berapa, sih? Kok Robert nggak tau?" tanya Robert dengan wajah cemberut.
Semalam dia memang menunggu kepulangan sang Daddy, rencananya akan langsung memberitahu tentang gurunya itu. Tapi ternyata dia sampai ketiduran pun tidak tahu kapan Joe pulang. Tahu-tahu pas pagi dia melihat Joe sudah berbaring di sampingnya.
"Semalam Daddy pulang jam 11. Daddy lembur banyak kerjaan," sahut Joe jujur. "Oh ya ... kata Om Sandi kamu pulang sendiri, ya? Kenapa nggak nunggu dia jemput? Nanti kalau diculik bagaimana, Rob?"
Sandi adalah sopir sekaligus bodyguard yang ikut menjaga Robert, sebab Joe sendiri orang yang sibuk bekerja.
"Om Sandinya lama, Dad. Robert juga kemarin pulangnya nggak sendiri, tapi bareng Bu Syifa," jelas Robert sambil mengunyah roti.
"Bu Syifa itu siapa?"
"Guru sekaligus wali kelas Robert. Oh ya, Dad, kayaknya dia itu akan jadi calon istri Daddy."
"Calon istri?!" Kening Joe tampak mengernyit.
"Iya." Robert mengangguk cepat.
"Kenapa begitu?"
"Karena wajahnya mirip Mommy. Robert sudah berhasil menemukan calon istri untuk Daddy, pokoknya Daddy harus bisa mendapatkan hatinya," pinta Robert penuh semangat.
"Ngomong-ngomong soal orang yang mirip Mommy ... kebetulan kemarin Daddy juga ketemu orang yang mirip sama Mommymu, Rob."
"Itu Bu Syifa, Dad. Dia kemarin juga bilang katanya ketemu Daddy."
"Oh. Ternyata orang yang sama?!"
"Kayaknya. Tapi nanti kita pastikan kalau Daddy antar aku ke sekolah. Aku juga memang niatnya sekalian memperkenalkan Daddy."
"Bu Syifa juga memakai hijab?"
"Hijab itu apa?"
"Kalau berkerudung tau nggak kamu?"
"Oh, yang pakai kain buat penutup rambut, ya, Dad?"
"Iya. Itu namanya hijab atau kerudung kalau nggak salah. Terus Bu Syifa juga pakai nggak?"
"Pakai." Robert mengangguk. "Tapi ngomong-ngomong ... Daddy suka nggak sama Bu Syifa?"
"Suka gimana maksudnya?" tanya Joe heran. Perlahan dia menyeruput kopi hitamnya di atas meja.
"Ya suka, masa nggak ngerti? Jatuh cinta gitu."
"Ya nggaklah. Aneh saja kamu," kekehnya sambil geleng-geleng kepala.
"Kok nggak, kan Bu Syifa mirip Mommy. Iya, kan?"
"Meskipun mirip juga Daddy nggak suka, Rob. Dan mungkin saja Bu Syifa itu sudah punya suami," tebak Joe asal.
"Belum, Dad. Katanya dia baru punya pacar dan kebetulan sudah putus." Padahal Syifa tidak mengatakan jika dirinya sudah putus. Tapi bisa-bisanya Robert menganggapnya sudah berstatus jomblo. "Jadi ini kesempatan emas buat Daddy pepetin dia. Jangan sampai lolos!" seru Robert memberikan semangat. Wajah Robert juga tampak begitu antusias.
"Udah sarapan dulu saja, nanti Daddy pikirkan."
"Jangan lama-lama mikirnya. Takutnya Bu Syifa diambil orang. Dia 'kan cantik kayak Mommy," tegur Robert.
Joe hanya menghela napas, lalu menghabiskan kopinya. 'Kalau diambil orang juga ya sudah, sih, kenapa ini bocah ribet banget,' batinnya seraya menatap sang anak yang sibuk mengunyah untuk menghabiskan sandwich.
*
*
*
Saat sudah sampai sekolah, Joe pun mengantarkan Robert sampai masuk ke dalam kelas. Sebab seperti apa yang anaknya sampaikan, jika dia akan dikenalkan kepada gurunya.
"Mana Bu Syifanya, Rob? Kok belum datang?" tanya Joe seraya menatap arlojinya yang menunjukkan pukul 06.40. Sebentar lagi jam pelajaran akan dimulai dan dia juga musti berangkat ke kantor.
Semenjak anaknya masuk sekolah dari mulai TK, Joe sendiri selalu menyempatkan waktu untuk bisa mengantarkannya ketika berangkat. Sebab kalau jam pulang kadang dia tidak bisa.
"Mungkin masih dijalan, Dad," sahut Robert.
"Daddy langsung berangkat ke kantor saja deh, ya?"
"Ih jangan!" Robert menggeleng cepat sambil meraih tangan kanan Joe. "Tunggu dulu, pasti Bu Syifa datang, Dad!"
"Ya sudah, Daddy tunggu sebentar. Sekarang kamu masuk ke kelas sana," titah Joe seraya menggerakkan dagunya.
"Pokoknya sebelum Bu Syifa datang, Daddy jangan dulu pergi!" pinta Robert setengah merengek.
"Iya, iya. Udah sana masuk dulu kamunya!"
Bocah bermata sipit itu langsung mengangguk, kemudian memeluk tubuhnya sebentar dan berlari masuk ke dalam.
...Tungguin sampai jamuran ya, Dad 🤣...
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 90 Episodes
Comments
fee2
semangat dady nungguin calon mommy kata robert...
2023-03-15
2
Yulia Prihatin91#SoLo#
robb bikin emak2 ketawa nih
niat bgt mau jadiin bu syifa jadi momnya
2023-03-14
1
Anik Trisubekti
jangan sampai jamuran dong nanti hilang gantengnya daddy Joe 😄
ditunggu visualnya duren Joe kak Ros 🤭
2023-03-14
2