Rita dan Rama berbicara serius setelah Putra dan Sasa pergi. Rama berusaha berbasa-basi terlebih dahulu sebelum dia mengutarakan perasaannya pada Rita dengan jelas. Mumpung malam ini mereka hanya berdua.
"Rita, kamu dari daerah mana?" tanya Rama sambil menatap Rita.
"Kampung pokoknya. Apa aku terlalu terlihat kampungan?" tanya Rita penasaran.
Walau Rita dari kampung, Rita merasa tidak terlalu kampungan. Tetapi mungkin, jika dibandingkan dengan orang kota pada umumnya, dia masih kalah jauh.
"Bukan gitu, Rita. Aku ingin kenal keluargamu. Kapan-kapan aku akan datang. Oke?"
"Untuk apa Mas Rama datang?" tanya Rita kaget,
"Rita, aku ingin mengatakan sesuatu padamu. A--aku, mencintaimu," ucap Rama agak gugup.
Rita terdiam. Dia sangat kaget dan bingung antara tidak percaya atau salah pendengaran. Senyum manis dia tunjukkan untuk menutupi rasa kagetnya.
"Rita, kenapa kamu tersenyum, kamu tidak percaya atau anggap ini lelucon?" kata Rama bingung.
"Mas Rama, gimana ya aku ngomongnya. Mas ini temannya pak Putra, bagi Rita, mas Rama juga seperti majikan bagi Rita. Majikan yang harus Rita hormati dan Rita dengarkan setiap ucapannya. Tapi kalau ngomongnya begitu, Rita harus bagaimana?" tanya Rita.
"Ya, apa yang aku katakan itu sebuah pengakuan. Walaupun kamu tidak ada kewajiban untuk menjawab, tapi sebaiknya juga harus kamu jawab. Karena ini menyangkut hati. Aku akan sangat sedih jika apa yang aku katakan, kamu anggap angin lalu," ucap Rama sambil menghela napas.
"Jadi, aku harus jawab?" tanya Rita lagi.
"Tentu."
"Oke. Rita sangat berterimakasih pada Mas Rama karena sudah mencintai Rita. Tapi, maaf, Rita tidak bisa menerima cinta dari Mas Rama," jawab Rita.
"Apakah kamu sudah mencintai orang lain?" tanya Rama penasaran karena dia di tolak oleh seorang pembantu.
"Tidak. Rita malah belum menemukan orang yang bisa menggetarkan hati Rita. Sekali lagi, Rita minta maaf untuk Mas Rama
Rama tampak patah hati. Dia langsung menggebrak meja pelan, untuk menumpahkan kegalauan hatinya. Sedih, kacau dan kecewa atas penolakan ini.
Rita mendadak diam tidak berekspresi melihat sikap Rama. Rita merasa aneh, dia minta dijawab, tetapi dia juga yang marah dan kesal setelah tahu jawaban Rita.
"Aku minta maaf. Aku pasti mengagetkan kamu. Aku tidak marah padamu. Aku hanya ...." Rama menghentikan ucapannya.
"Maaf, Mas Rama. Rita ...." Rita juga tidak bisa meneruskan kata-katanya.
"Rita, .asih bisakah aku mengejar kamu? Aku masih ada harapan untuk bisa membuatmu jatuh cinta padaku," tanya Rama lagi.
"Maaf, Mas Rama. Tidak bisakah kita hanya berteman saja?" jawab Rita.
Ada rasa kecewa terlihat dari raut wajah Rama. Tetapi kemudian seulas senyum menghiasi wajahnya dan kini menunjukkan wajahnya yang tampan.
"Mulai malam ini, kita berteman. Karena kita sudah berteman, temani aku minum," kata Rama sedikit memaksa.
"Tapi ...."
Rita ingin menolak keinginan Rama. Tetapi malam ini dia sudah mengecewakan Rama. Kalau hanya sekedar menemani, dia tidak masalah.
Rita dan Rama menuju ke bar yang ada di hotel tersebut. Suasana di ruangan itu tampak ceria dengan sorot lampu yang berwarna warni.
Rama dan Rita duduk berhadapan. Sebotol minuman telah Rama pesan. Rama tersenyum lalu mulai minum seteguk demi seteguk.
"Terima kasih Rita, kamu masih mau menemaniku minum. Aku tidak akan memintamu minum. Kamu tenang saja," ucap Rama lalu kembali meneguk minumannya.
Rita hanya tersenyum mendengar perkataan Rama. Meskipun ada perasaan tidak nyaman karena semua yang ada di situ, baik laki-laki maupun perempuan semuanya pasti minum.
Tiba-tiba, ponsel Rita berdering. Rita mengambil ponsel dari sakunya. Tetapi dengan cepat, Rama merebut ponsel Rita. Rita yang kaget, langsung menampar wajah Rama. Wajah Rama memerah akibat tamparan Rita.
"Maaf, Mas Rama. Kenapa Mas Rama, ambil ponsel Rita?" tanya Rita merasa bersalah.
"Kamu, punya refleks begitu?" tanya Rama meskipun dalam keadaan setengah mabuk, berusaha menganalisa sikap Rita.
Rita hanya mengangguk pelan. Lalu Rama tertawa sambil menyerahkan ponsel Rita. Dan tidak lama kemudian, ponsel Rita kembali berbunyi. Rita langsung menerima panggilan dari majikannya.
Belum sempat berucap sepatah katapun, Rama sudah terlebih dulu berbicara, sangat dekat dengannya.
"Rita, Sayang ...." Ucapan Rama mengejeknya.
[Hallo, Pak Putra ....]
Rita kaget tidak mendapatkan jawaban dari majikannya. Bahkan Putra secara tiba-tiba memutuskan panggilan ponselnya. Rita menatap ponselnya dengan perasaan kecewa.
"Kenapa menghubungi, kalau tidak mau bicara. Dasar," gumam Rita.
Kembali;"Siapa yang menelepon?" tanya Rama lalu duduk.
"Siapa lagi. Majikan, lah. Mungkin ada sesuatu yang dia butuhkan," jawab Rita terkesan cuek.
Rita santai saja meskipun baru saja ada panggilan telepon dari Putra. Rita berusaha melihat jam di ponselnya. Kini sudah menunjukkan pukul 11 malam. Rita harus segera tidur supaya besok tidak terlambat bangun.
"Mas Rama, kita pulang sekarang." Ajakan pulang dari Rita itu sama sekali tidak didengarkan oleh Rama. Rama masih asyik mendengarkan alunan musik sambil terus minum.
Merasa tidak didengarkan, Rita terpaksa akan memaksa Rama untuk kembali ke kamarnya. Dia berdiri dan mencoba menarik tubuh Rama yang terasa berat. Entah bagaimana, tiba-tiba Rama memeluk tubuh Rita dengan erat.
Saat itu, datanglah Putra yang dengan cepat melepaskan pelukan Rama dan menggantikan posisi Rita menarik tubuh Rama.
"Biar aku yang bawa Rama," ucap Putra.
Rita terpaksa tersenyum lalu tanpa ekspresi berjalan mengikuti Putra dan Rama dari belakang. Rita melihat Putra sangat perhatian dengan sahabatnya.
"Ambil kunci di dalam dompetnya. Dompetnya ada di saku celananya," kata Putra setelah sampai di depan kamar Rama.
Rita agak ragu untuk melakukan tugasnya kali ini. Perlahan dia memasukkan tangannya ke dalam saku celana Rama. Karena susah menjangkau kedalaman saku celana Rama, tangan Rita agak bergerak bebas.
Rama tampak merasa geli sehingga membuat Putra cemas, kalau Rita malah menyentuh apa yang seharusnya tidak dia sentuh.
"Rita, biar aku yang cari sendiri saja," kata Putra sambil menarik tangan Rita dari saku Rama.
Rita membiarkan Putra mengambil dompet dari saku Rama yang sebelahnya. Lalu diberikannya pada Rita dan Rita segera mencari kartu kamar hotel milik Rama.
Rita segera membuka pintu, dan Putra segera membawa Rama masuk. Putra merebahkan tubuh Rama keatas tempat tidurnya. Tiba-tiba dia menarik tubuh Putra dan menciumnya sambil menyebut nama Rita.
Putra tampak marah dan mendorong tubuh Rama hingga kembali ke posisi semula. Rita hanya menahan tawa melihat kejadian itu. Putra menatap Rita dengan tatapan mata yang aneh. Entah tatapan marah atau kecewa, Rita juga tidak tahu.
"Ikut aku keluar!" titah Putra.
...****************...
Sambil menunggu up selanjutnya, baca juga karya temen aku.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 49 Episodes
Comments