Rita kaget melihat sesosok pria tampan dengan pakaian santai berdiri tepat di depannya.
"Anda siapa?" tanya Rita kaget.
"Kamu siapa, bukannya apartemen ini milik Putra?" tanya pria tersebut terlihat kaget juga.
"Benar, apartemen ini milik Pak Putra. Anda siapa, Pak Putra tidak pernah bilang kalau ada tamu yang akan datang?" jawab Rita sembari bertanya lagi.
"Aku temannya. Kamu ini ...."
"Saya pembantunya. Tapi maaf, saya tidak bisa membiarkan anda masuk sebelum saya mendapat perintah dari majikan saya," jawab Rita tegas.
Rita bingung melihat pria tersebut tersenyum mendengar ucapannya. Padahal dia sudah sangat serius bicara padanya.
"Aku mengerti. Itu salahku karena datang saat jam kerja, tentunya dia sedang bekerja. Baiklah, boleh tahu siapa nama kamu?" tanya pria tersebut sambil menatap Rita lembut.
"Rita," jawab Rita singkat.
"Oke, Rita. Aku Rama. Hari ini aku pergi dulu, manti kalau ada Putra, aku akan datang lagi. Sampai jumpa," ucap Rama lalu melangkah pergi.
Rita menarik napas dalam-dalam. Dia sebenarnya sudah pasang sinyal kuning, untuk berhati-hati terhadap siapapun yang datang selain Putra. Untunglah Rama segera pergi dan tidak menunjukkan sikap buruk.
Rita menutup pintu dan kembali duduk di sofa untuk melanjutkan lagi aktivitasnya menonton televisi. Baru saja, dia akan merebahkan diri, tiba-tiba ponselnya berdering. Rita bergegas bangun dan mengambil ponselnya yang berada di atas meja. Terlihat jelas di layar ponselnya tertera nama majikan jahat.
Rita kembali meletakkan ponselnya ke atas meja. Dia berpura-pura tidak mendengar suara dering ponselnya dengan menutup telinga dengan kedua tangannya.
"Mau beristirahat saja, hampir tidak bisa," gumam Rita.
Setelah berdering beberapa menit, akhirnya berhenti juga. Pasti majikannya capek menghubunginya. Tidak biasanya dia menghubungi Rita saat jam kantor, makanya Rita tidak ingin hal itu menjadi kebiasaan baru bagi majikannya.
Rita kembali menjalankan tugasnya hingga sore hari. Sebelum Putra pulang, Rita bergegas mandi. Saking asyiknya mandi, dia tidak mendengar kedatangan Putra yang tampak kesal.
Rita selesai mandi dan segera keluar hanya dengan memakai handuk sebatas dada hingga lutut. Betapa terkejutnya dia, saat dia menyadari ada majikannya sudah menunggu di dekat pintu.
"Aaargh, dasar mesum!" teriak Rita sambil berusaha menutupi bagian atas tubuhnya dengan kedua tangannya. Rita lalu bergegas kembali masuk ke kamar mandi.
"Rita, aku ke kamarku dulu. Segera ganti pakaian dan tunggu aku di meja makan!" teriak Putra keras.
Setelah yakin Putra sudah pergi, Rita bergegas kembali ke kamarnya dan segera berganti pakaian. Rita tidak habis pikir, bagaimana semua ini bisa terjadi padanya. Ternyata majikannya pulang lebih awal dari biasanya.
Rita sudah bersiap menunggu majikannya di meja makan. Dia bersikap seolah tidak terjadi apapun karena Rita menyadari jika yang terjadi barusan adalah kesalahannya sendiri. Meskipun begitu, Putra juga harus mendapatkan pelajaran agar tidak terjadi lagi dikemudian hari.
Tidak berapa lama, datanglah Putra dengan wajah dinginnya. Memang siapa yang ingin diperlihatkan wajah dinginnya itu.
"Rita, apa hari ini ada temanku yang datang?" tanya Putra datar sambil memberinya isyarat untuk duduk.
"Ada. Katanya namanya Rama," jawab Rita sama datarnya. Rita duduk perlahan sambil melihat majikannya.
"Bagaimana menurutmu?"
"Siapa?"
"Tentu saja Rama, siapa lagi?" tanya Putra. "Berpura-pura polos tapi suka menggoda pria." Putra bergumam pelan tetapi cukup bisa di dengar jelas oleh Rita.
Apa yang dikatakan Putra, cukup membuat Rita kesal dan emosi. Dia teringat, bagaimana dia diusir oleh ibu tirinya karena dituduh menggoda calon kakak iparnya. Sekarang, dia dituduh oleh majikannya melakukan hal yang sama. Padahal dia sama sekali tidak melakukan apa-apa. Menggoda apanya?
Sabar, Rita, sabar. Ingat denda 100 juta, batin Rita menenangkan diri.
"Menurut aku, Rama orangnya tampan dan gagah. Bicaranya sopan dan berkepribadian hangat. Pokoknya, Rama itu pria yang penuh pesona. Meskipun begitu, aku tidak pernah menggodanya," jawab Rita sengaja melebih-lebihkan agar Putra kesal.
"Apa, kamu baru pertama melihatnya, sudah bisa menilai sedalam itu?"
Rita tersenyum dalam hati, melihat Putra kesal. Memang dia sendiri yang bisa membuat orang lain kesal.
"Benar. Seandainya dia adalah majikan aku, pasti aku tidak akan pernah menyesal menjadi pembantunya," jawab Rita lebih berani.
"Kamu disini, aku yang gaji. Kamu malah memuji dia di depanku. Mau jadi pembantunya, bayar 100 juta dulu, dan aku akan membiarkan kamu bersamanya!" bentak Putra dengan nada kecewa. Putra lalu meninggalkan Rita yang agak menyesal juga telah membuat majikannya marah.
Setelah perdebatan itu, Putra tidak keluar untuk makan malam sehingga membuat Rita bingung. Bagaimana bisa pria dewasa marah hingga mogok makan. Jika sampai Putra sakit, dia juga yang akan repot.
Rita berinisiatif meminta Putra untuk makan, atau kalau perlu, dia akan memaksanya. Rita bergegas menuju pintu kamar Putra. Untuk sesaat, Rita masih belum yakin akan melakukannya.
Semangat, Rita, semangat, batin Rita.
Rita mengetuk pintu kamar Putra dengan hati masih belum yakin benar. Rita terdiam karena hingga tiga kali ketukan, tidak ada tanda-tanda pintu akan dibuka.
Rita kembali mengetuk pintu, dan ketukan terakhir bukan pintu yang dia ketuk.
"Hai ...!" teriak Putra.
Bersambung
Sambil menunggu up selanjutnya,baca juga karya temen aku. Jangan lupa mampir.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 49 Episodes
Comments