Bab 3. Menjadi pembantu

"Hai, apa yang kamu lakukan!" teriak pria itu sambil berusaha menepis pukulan Rita.

Rita tidak mendengarkan ucapan pria tersebut. Bahkan, dengan memejamkan mata, Rita terus memukuli wajah pria itu sekenanya.

"Mati kamu. Makanya jangan masuk rumah orang sembarangan!" teriak Rita sambil membuka mata.

Rita berhenti memukul karena melihat wajah pria itu lebam dan dia mulai lelah.

Tiba-tiba, seseorang menarik tubuh Rita sehingga membuat Rita hampir terjatuh. Rupanya yang menariknya adalah pak satpam rumah majikannya. Rita sempat kesal, tetapi saat melihat pak Darmo membantu pria yang dia pukuli, hati Rita menjadi cemas. Siapa sebenarnya pria yang baru dia pukuli?

Ternyata, pria itu bernama Putra. Dia anak bungsu dari majikannya yang baru pulang dari luar negeri. Rita merasa sangat bersalah dan takut jika dia akan dipecat. Untuk itu, dia harus memperlihatkan jika dia sangat menyesal dan akan menerima semua hukuman asalkan dia tidak dipecat. Rita segera menyiapkan air es, untuk mengompres luka Putra. Tetapi, Putra menolak bantuan Rita dan mengompres sendiri wajahnya.

Setelah keluarga Bu Kinar pulang, Rita di sidang bagai seorang pesakitan. Semua mata memandang ke arah Rita yang duduk bersimpuh di lantai.

"Rita, kami tahu kamu tidak sengaja dan ini hanya sebuah kesalahpahaman semata. Niat kamu baik, karena kamu ingin melindungi rumah kami. Kamu juga tidak tahu kalau Putra adalah anak kami. Maka kami akan memaafkan kamu. Tapi, kami akan menghukum kamu karena kamu telah membuat Putra seperti ini," ucap Bu Kinar penuh wibawa.

"Terima kasih, Bu Kinar. Saya mengaku bersalah. Saya akan menerima hukuman apapun dari Ibu. Tapi, tolong jangan pecat saya," ucap Rita penuh penyesalan.

"Kamu minta maaflah pada Putra. Dan Putra juga, yang akan memberikan hukuman padamu," ucap bu Kinar sambil menatap Rita.

Rita bergeser menghadap ke arah Putra. Dengan wajah penuh penyesalan, Rita meminta maaf padanya.

"Den Putra, saya meminta maaf atas kesalahan saya. Saya akan menerima hukuman dengan senang hati," ucap Rita sambil menunduk.

"Baik. Saya akan menerima permintaan maaf kamu. Sebagai hukumannya, kamu akan menjadi asisten aku 24 jam. Jangan khawatir masalah gaji. Aku pastikan, akan lebih besar dari gaji kamu di rumah ini," ucap Putra sambil tersenyum sinis.

Hati Vera mendadak kacau. Gaji tinggi memang yang dia cari. Tapi nyawa taruhannya.

Mungkin dia mau balas dendam dan membunuhku di rumahnya? batin Vera.

"Aaahhh ...!" teriak Rita agak pelan.

"Kenapa, tidak mau menerima hukuman? Kalau begitu, kamu dipecat dari rumah ini sekarang juga," ucap Putra mengancam.

"Tidak-tidak, saya bersedia bekerja dengan Den Putra," jawab Rita secepat kilat mendengar dia akan dipecat.

Rita akhirnya menerima menjadi asisten Putra yang akan bekerja 24 jam. Kapan saja, jika dibutuhkan, Rita harus siap. Tidak peduli siang ataupun malam. Malam ini, Rita sudah membereskan semua barang-barangnya karena besok pagi, dia akan pergi mengikuti Putra ke rumahnya. Rita semata bingung juga, kenapa Putra tidak tinggal di rumah orangtuanya, malah memilih tinggal sendiri. Tetapi, dia hanya seorang pembantu, jadi tidak baik jika harus ikut campur urusan majikan. Sudah untung dia tidak dipecat.

Keesokan harinya, pamit pada semua orang dan pergi mengikuti Putra menuju ke rumahnya. Mobil Putra melaju kencang dan hanya beberapa puluh menit, mereka sudah sampai di sebuah parkiran kawasan apartemen elite. Mobil pun berhenti.

Putra turun diikuti Rita, yang terus saja mengekor di belakang Putra. Mereka naik lift untuk naik ke apartemen milik Putra. Ada rasa takut yang tiba-tiba merasuk ke dalam hatinya. Jika dia dibunuh di sini, pasti tidak akan ketahuan.

Kenapa kemarin aku harus menerima tawaran Putra? Nenek, maafkan Rita, jika Rita tidak bisa kembali dan membuat nenek sedih. Janji Rita untuk membuat nenek bahagia, tidak akan bisa aku penuhi, batin Rita sedih.

Lift sudah terbuka, dan Rita masih tetap mengekor Putra segera menuju pintu sebuah apartemen.

"Tutup, pintunya," perintah Putra.

Rita perlahan menutup pintunya dengan pelan karena Rita tidak ingin terkunci di dalam.

"Cepat tutup, tunggu apa lagi?" teriak Putra.

Secara reflek, Rita menutup pintu itu dengan cepat. Rita berjalan sambil melihat ke kiri dan ke kanan, mencoba mencari jalan keluar jika Putra akan berniat membunuhnya.

"Duduk! Aku akan menjelaskan tugasmu mulai hari ini," perintah Putra dengan sikap arogan.

Rita meletakkan tas yang berisi barang-barangnya diatas lantai. Lalu dia duduk di lantai di dekat tasnya tersebut. Dengan sedikit melirik, Rita melihat Putra mengeluarkan sebuah berkas dari dalam tasnya lalu dilemparkannya di lantai tepat di depan Rita.

"Buka dan baca dengan baik. Semua pekerjaan kamu, dari bangun pagi sampai malam sudah ada penjelasannya di situ. Jika ada yang tidak jelas, silahkan bertanya!" ucap Putra keras.

Rita membaca semua isi berkas tersebut. Dia menghela napas berkali-kali karena tugasnya di sini sangatlah banyak. Peraturan yang boleh dan tidak boleh dilakukan, juga tertulis cukup jelas dan banyak.

"Menemani majikan pergi dinas jika tugasnya harus sampai menginap. Ini, harusnya bukan tugas saya, Den Putra?" tanya Rita kaget dengan salah satu tugasnya.

"Lalu tugas siapa? Kamu di sini digaji untuk mengurus semua keperluanku, jadi tidak perlu ada protes. Aku capek mau istirahat. Jangan ganggu tidurku kecuali ada yang mendesak," jawab Putra ketus.

"Tunggu, lalu, dimana saya harus meletakkan barang-barang saya ini? Maksudku dimana, kamar tidur saya?" tanya Rita gugup.

Putra menunjukan sebuah kamar yang cukup mewah. Karena di apartemen ini hanya ada dua kamar. Satu kamar tidur Putra dan satunya kini di tempati Rita. Jika kamarnya seperti ini, Rita bakalan betah tinggal disini. Ranjang yang empuk dan nyaman.

Rita tersenyum senang sambil melompat ke atas ranjang. Dia kalau berbaring dan memejamkan matanya. Dia benar-benar menikmati kenyamanan ranjang yang kini menjadi miliknya.

Tetapi, tiba-tiba senyumannya berubah kecemasan. Dia harus tahu, jika bekerja di tempat ini, tidaklah mudah. Jika sampai dia melakukan kesalahan, Putra akan menyiksanya. Jadi, dia harus membuat Putra kagum dengan hasil kerjanya. Dengan begitu, Rita tidak perlu takut akan dibunuh atau di siksa oleh Putra.

Hari ini, Rita berniat beristirahat terlebih dahulu, tetapi Putra tidak bisa diajak kompromi. Padahal Putra baru saja pamit beristirahat, tetapi tiba-tiba berteriak memanggilnya.

"Rita, kamu dimana, cepat kemari!"

Rita bergegas keluar kamar dan mencari sumber suara. Rita terkejut saat mendapati Putra berdiri di dapur bersih sambil menatapnya.

"Ada apa, kenapa mencariku. Aku baru saja mau istirahat," jawab Rita sedikit berani.

"Jangan membantah. Kamu disini untuk kerja, bukan untuk bersantai. Cepat buatkan aku makan siang. Aku lapar," ucap Putra kesal, karena Rita memiliki sifat suka berontak dan tidak mau menerima begitu saja perintah darinya.

"Siap Den Putra," jawab Rita sinis.

"Satu lagi. Aku tidak suka dipanggil Den. Seperti main ketoprak saja," titah Putra sambil menatap Rita yang tersenyum.

"Lalu, saya harus panggil apa, Tuan atau Pak?" tanya Rita meledek.

"Panggil Pak saja, supaya jelas status kita itu berbeda," ucap Putra pelan tapi sangat mengena dihati Rita.

Rita merasa, seperti orang rendahan yang menjadi budak di rumah ini. Tetapi, biarlah asalkan dia masih bisa bekerja, maka dia akan melaksanakan tugasnya dengan sebaik mungkin.

"Baik, Pak," ucap Rita lalu berjalan menuju ke dapur.

Rita mulai menjalankan tugasnya. Memasak makan siang untuk majikan barunya. Karena dia tidak terlalu bisa memasak, maka Rita hanya memasak ala kadarnya. Dia tidak perduli jika Putra tidak menyukainya. Rita berencana akan meminta Putra makan diluar.

Selesai memasak, Rita menyiapkan masakannya di meja makan, dimana Putra sejak tadi mengawasinya. Rita merasa seperti tawanan, bukan pembantu.

"Silahkan, Pak Putra. Semoga sesuai selera anda," ucap Rita seperti pelayan restoran.

"Ambilkan aku nasi dan lauk!" titah Putra sambil menyentuh piring di depannya.

Rita paham maksud dari majikannya itu. Dengan patuh, Rita mengambilkan nasi dan lauk lalu diberikannya pada Putra. Setelah itu, menyiapkan air minum di depan Putra.

"Aku seperti sedang merawat anak kecil yang manja. Kenapa tidak sekalian saja minta disuapi," gumam Rita.

Rita menarik napas dalam-dalam. Hari pertama kerja sungguh sangat melelahkan. Bukan hanya lelah badan tetapi juga lelah hati. Karena setelah Putra selesai sarapan, Rita harus mencuci piring dan melakukan. pekerjaan bersih-bersih dan mengepel lantai.

Sejak itu, Rita berusaha melakukan pekerjaannya dengan baik. Karena semakin lama bersamanya, Rita menjadi tidak bisa lepas dari Putra. Dia seperti seorang istri yang selalu menunggu kepulangan sang suami. Jika Putra terlambat pulang, hati Rita menjadi was-was dan khawatir.

Bersambung

Sambil menunggu up selanjutnya baca juga baca juga karya temen aku, jangan lupa mampir ya.

Episodes

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!