Akhirnya Tsamara bersedia di jadikan obyek foto bagi Thoriq.
"Terima kasih ya. Sebagai gantinya, suplemen itu tidak usah kamu bayar." ucap Thoriq kegirangan.
"Hah. Ya ngga bisa begitu dong. Kamu bisa rugi nanti."
"Tidak. Disini kita sama-sama untung kok."
Setelah melewati adu pendapat, akhirnya Tsamara mengalah. Tidak membayar suplemen itu.
Keduanya bercakap-cakap, sambil menunggu Soffin selesai mengikuti les. Tsamara sangat senang bertukar cerita dengan laki-laki dihadapannya.
Dia adalah laki-laki yang membuat hatinya merasa nyaman setelah papanya. Meskipun begitu, ia tidak bisa berharap banyak. Meskipun begitu, ia tidak mau berharap banyak. Bayangan kekecewaan selalu menghantuinya.
**
Di lain tempat, Anggara tengah mengikuti papanya meeting, di suatu perusahaan rekan kerja papanya.
Ia duduk di ruang meeting, sambil mengamati bahan yang akan disampaikan saat meeting berlangsung.
Namun, konsentrasinya mendadak buyar. Ketika seorang laki-laki yang seusia papanya masuk ke ruangan yang sama dengan dirinya, di ikuti oleh gadis cantik yang memakai blazer wanita hitam, kemeja pink dan rok diatas lutut berwarna senada dengan blazer nya.
Ia benar-benar cantik. Rambut hitam panjangnya tergerai indah. Anggara tak bisa menolak pesonanya.
Laki-laki yang seumuran dengan papanya itu duduk di kursi ujung yang cukup dekat dengan papanya. Sedangkan gadis cantik itu duduk di depan Anggara.
Wanita itu menyunggingkan senyum tipis sambil menganggukkan kepalanya, saat bertatapan dengan Anggara. Sehingga membuat jantung laki-laki itu berdegub kencang.
'Tidak. Senyumnya sungguh menawan sekali.' batin Anggara.
Laki-laki yang terakhir masuk tadi memperkenalkan dirinya. Lalu memperkenalkan anaknya, sebelum memulai meetingnya.
Ia memperkenalkan diri sebagai pak Sanusi, dan memperkenalkan anaknya yang bernama Olive.
Setelah itu, ia mulai menyampaikan beberapa produk-produknya yang akan di ekspor. Lalu gadis cantik yang bernama Olive itu menyalakan proyektornya. Agar peserta meeting bisa melihat gambar produk yang tengah ditawarkan oleh papanya.
Bukannya mendengarkan dan mengikuti jalannya meeting dengan baik, Anggara malah memusatkan perhatiannya pada Olive seorang.
Pikirannya mulai berandai-andai, jika wanita itu menjadi pacarnya. Pasti semua laki-laki di dunia akan iri padanya.
Timbul dalam hatinya untuk bisa memiliki Olive. Ia yakin kedua orang tuanya juga setuju dengan rencananya itu.
Karena selain Olive cantik, perusahaan papanya juga besar. Pasti jika membutuhkan suntikan dana atau yang lainnya, juga bisa dengan mudah didapatkan.
Bayangan yang indah itu mulai menari indah di kepalanya, sehingga membuatnya senyum-senyum sendiri.
DUG!
Pak Anwar menyenggol lengan Anggara dengan kerasnya. Sehingga membuat pemuda itu terkejut. Badannya hampir saja roboh.
"Papa, apa-apaan sih." geram Anggara dengan suara yang berbisik.
"Kamu yang apa-apaan. Di ajak meeting malah melamun. Cepat presentasi kan keuntungan mengekspor barang lewat perusahaan kita." balas papa dengan suara berbisik pula. Takut di dengar peserta meeting. Namun percuma saja, karena mereka sudah terkikik geli.
Anggara membolak-balik lembar yang ada dihadapannya, sebelum mulai presentasi.
Tapi papanya selalu menyuruhnya untuk cepat-cepat. Sehingga membuatnya semakin gugup. Akhirnya beberapa lembar kertas jatuh dan ia tidak mengetahui hal itu.
Sebelum bangkit berdiri, ia membuang nafas kasar melalui hidung dan mulutnya, merapikan jas yang dipakainya, lalu mulai berbicara.
Sebenarnya ini bukanlah kali pertamanya ikut presentasi. Tapi selalu saja ia nervous. Dengan suara yang terbata-bata, ia memulai presentasinya.
Keringat dingin mengalir melewati sela-sela jarinya. Sampai akhirnya ia selesai melaksanakan tugasnya.
Semua orang yang ada di ruangan itu menatap tidak puas ke arah Anggara. Termasuk pak Anwar, papanya.
Pak Anwar terpaksa bangkit berdiri dan mengulang lagi presentasi itu.
Cukup lama meeting itu berlangsung. Dan sayangnya pak Sanusi menolak mengekspor produknya melalui perusahaan pak Anwar. Tentu saja hal itu membuat pak Anwar geram dengan putranya.
Setelah selesai meeting, semua peserta keluar. Hanya tinggal pak Sanusi, Olive, pak Anwar dan Anggara yang sengaja bermalas-malasan merapikan berkas.
Saat itu di manfaatkan oleh pak Anwar untuk kembali membujuk pak Sanusi. Dengan berbagai iming-iming. Cukup lama ia membujuk, hingga akhirnya ia berhasil mendapatkan apa yang dia mau. Kerja sama dengan pak Sanusi.
Setelah mencapai kata sepakat, mereka keluar dari ruangan itu beriringan. Pak Sanusi berjalan di depan bersama dengan pak Anwar. Sedangkan Olive berjalan mengekor kedua laki-laki paruh baya itu bersama Anggara.
"Perkenalkan, aku Anggara." pemuda itu menyodorkan tangannya.
"Bukan kah kita tadi sudah berkenalan?"
"Iya juga sih." Anggara menarik tangannya kembali, lalu garuk-garuk kepala yang tak gatal. Merasa malu sudah dicuekkan oleh gadis disampingnya.
"Presentasi mu tadi bagus."
"Terima kasih. Tapi aku belajar dari papa ku."
"Boleh aku belajar darimu cara presentasi?"
"Belajarlah pada papamu."
"Papa ku sudah terlalu tua. Aku ingin menyerap ilmu dari yang seumuran dengan ku."
EHEM...
Sengaja pak Anwar mengeraskan deheman nya. Karena dianggap tua oleh anaknya.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 157 Episodes
Comments
Sulaiman Efendy
SMOGA OLIVE MNOLAK ANGGARA..
2024-03-01
2
Dwi Setyaningrum
dih ternyata ga ada yg dibanggakan dr Anggara😏😝
2024-01-09
1
ayuidayu
dasar buaya lemah...
2023-03-07
2