Pagi itu, Tsamara sedang di rias oleh MUA. Tapi hatinya tidak tenang. Karena calon suaminya belum juga datang. Berulang kali ia menghubunginya, tapi tak ada balasan sama sekali.
Papanya berulang kali juga menelpon pak Anwar, tapi nomornya tidak aktif. Ingin mengecek keadaan Anggara di rumah sakit, tapi ia juga tidak tahu berada di rumah sakit mana.
Akhirnya mereka hanya bisa pasrah menunggu kedatangan keluarga Anggara.
Pukul 8, akan dilangsungkan akad nikah. Penghulu sudah datang. Pak Abas segera menemuinya. Lalu keduanya berbincang-bincang.
Penghulu kembali melirik arloji yang ada dipergelangan tangannya. Sudah menunjukkan pukul 8 lebih 10 menit.
"Pak, bisa kita mulai sekarang akadnya?" tanya penghulu.
Pak Abas melirik arlojinya, lalu coba menelpon pak Anwar. Tapi tetap saja nomornya tidak aktif.
"Maaf, pak. Tunggu sebentar ya. Calon suami anak saya belum juga datang." pak Abas mengusap tengkuknya, karena merasa tidak enak.
"Tapi, pak. Saya sudah di kejar deadline, karena ada jadwal untuk menikahkan beberapa pasangan lainnya."
"Saya, mohon. Tunggu sebentar ya, pak. Paling tidak 15 menit lagi." pinta pak Abas.
"Itu terlalu lama, pak. Karena jarak tempuhnya juga lumayan jauh."
"Baiklah. Kalau begitu, tunggu sebentar ya, pak. Saya sampaikan dengan putri saya dulu."
Penghulu menghela nafas panjang, lalu mengangguk. Pak Abas meninggalkan penghulu, dan menemui Tsamara yang sedang di rias.
Terlihat gadis gendut yang sudah selesai di rias, duduk dengan ditemani Farah. Ia mengenakan kebaya brokat berwarna putih, dan kain jarik Sido Mulyo. Rambutnya di sanggul. Wajahnya di paes Jawa. Aura keibuannya semakin terlihat.
"Papa." gumam Tsamara dengan suara parau.
"Apa, Anggara belum juga datang, pa?" pak Abas menggeleng lemah, menjawab pertanyaan anaknya.
"Papa ngga coba menelpon, om Anwar?"
"Sudah berulang kali papa menelpon. Tapi nomornya tidak aktif." Tsamara membuang nafas kasar, karena semakin cemas.
Ia takut terjadi apa-apa dengan Anggara, karena semalam ia langsung tidak sadarkan diri. Entah apa sebabnya, yang Tsamara tidak ketahui. Ia juga takut jika pernikahannya sampai di undur, karena calon suaminya belum juga sembuh.
"Tsamara, penghulu harus segera menikahkan pasangan pengantin lainnya. Ia tidak bisa menunggu lama. Bagaimana ini?" ucap papa, menyadarkan lamunan anaknya.
Tsamara benar-benar bingung, harus melakukan apa.
"Ya sudah, pa. Biarkan penghulu itu menikahkan pasangan lainnya. Setelah Anggara datang, kita bisa memanggilnya lagi kan?" usul Tsamara.
"Mungkin itu adalah hal yang baik. Ya sudah. Papa keluar dulu kalau begitu."
Pasangan ayah dan anak itu berusaha menyunggingkan senyum, walau terasa berat.
Pak Abas menemui penghulu. Ia menyampaikan seperti apa yang diucapkan Tsamara tadi.
Tamu undangan selalu berdatangan. Ingin menyaksikan acara sakral nan megah di kediaman seorang duda beranak tiga itu.
Pak Abas duduk, di kursinya tadi. Untuk menghimpun tenaga. Sekuat apapun ia berharap keluarga pak Anwar datang, semakin besar pula rasa khawatirnya.
'Semoga pesta pernikahan anakku berjalan lancar.' batinnya berdoa lagi.
Tamu sudah memenuhi pelataran rumah, pak Abas sejak tadi. Tapi belum juga ada tanda-tanda calon suami anaknya, akan datang.
Hingga pukul 12 siang, hal itu terjadi. Bahkan beberapa tamu sudah berpamitan pulang. Hal itu membuat pak Abas cemas.
Ia kembali menemui Tsamara. Terlihat mata gadis itu memerah dan berkaca-kaca. Karena tidak bisa menyembunyikan rasa cemasnya. Ia langsung memeluk papanya, ketika pria itu berdiri dihadapannya.
"Tsamara, begitu khawatir, pa." ia meluapkan isi hatinya. Pak Abas mengusap kepala anaknya, untuk menenangkannya, walaupun hatinya juga tidak tenang.
"Kak!" pekik Farah, sambil menutup mulutnya. Ia menyodorkan handphone Tsamara, dan tak bisa meneruskan ucapannya.
Tsamara, meraih handphonenya dengan malas. Lalu membuka notif pesan. Farah tadi memang tidak membuka pesannya, tapi matanya tak sengaja membaca pesan itu, dari layar mengambang.
Luruh sudah air mata, yang sejak tadi menggenang di pelupuk mata, Tsamara. Ketika membaca pesan singkat itu.
Farah yang sudah tahu, apa yang terjadi, memeluk kakak satu-satunya. Sedangkan pak Abas, yang belum mengetahui apa yang sebenarnya terjadi, mengernyitkan dahi menatap kedua anaknya.
"Apa yang terjadi?" tanyanya dengan suara parau.
Tsamara dan Farah tidak menjawab, dan justru semakin terisak-isak. Melihat hal itu, pak Abas meraih handphone yang berada dalam pangkuan Tsamara.
Matanya membulat, ketika membaca sederet pesan dari, Anggara. Yang ternyata membatalkan pernikahannya, karena di nilai Tsamara terlalu gendut dan terlihat seperti emak-emak.
Dengan penuh rasa benci yang membuncah, pak Abas langsung membanting handphone anaknya yang harganya puluhan juta itu.
Ia memeluk kedua anaknya yang sedang menangis. Soffin yang melihat keluarganya menangis, segera menghambur ke pelukan mereka, dan ikut menangis. Meskipun tidak tahu apa yang sebenarnya terjadi. Karena tadi ia sempat ijin ingin ke toilet.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 157 Episodes
Comments
bhunshin
seberapa gendut sih si tsamara Ampe si anggara batalin pernikahan mereka. plis deh aku yg sekarang dgn tinggi 165 ja kepingin bgt punya BB 75kg...kan montok asyik klo dipeluk suami😂
2025-01-18
1
AA
sabar semuanya ada hikmahnya /Smile/
2024-05-15
2
Dwi Setyaningrum
dl wkt menikah aku juga gendut untung suami ga kabur hehehe
2024-01-09
2