Anggara dan papanya seketika berhenti tertawa ketika mendengar ucapan, Tsamara. Yang terasa menusuk hati.
"Jaga mulutmu. Jangan menuduh kami sembarangan. Kamu sengaja mengeraskan suara mu. Agar orang lain bersimpati padamu?" ucap Anwar sambil menunjuk muka Tsamara, yang penuh dengan peluh yang menetes.
"Itu memang fakta. Suatu saat pasti anakmu akan mendapatkan karma." Tsamara menjulurkan lidahnya, lalu gegas mengayuh sepedanya kembali. Karena lampu sudah berganti warna.
"Kami tidak percaya dengan karma. Kalian sudah jatuh miskin, tidak usah sombong." teriak Anwar.
Tapi Tsamara tidak lagi peduli. Lebih memilih fokus mengayuh sepedanya, agar cepat sampai di sekolah.
"Huh. Untung saja kamu tidak jadi menikah dengannya. Ternyata kelakuannya sangat buruk." umpat Anwar kesal, sambil membuang nafas kasar.
"Betul itu, pa. Ngga terima banget di putuskan. Salah sendiri, kenapa tidak jujur sejak awal, kalau badannya sudah mengembang seperti adonan kue. Laki-laki manapun juga tidak akan mau menjadikannya seorang istri. Aku saja sudah sangat ilfill." timpal Anggara, sambil bergidik ngeri.
"Tapi, pa. Kalau keluarga Tsamara sudah jatuh miskin, gara-gara uangnya habis dipakai untuk biaya pesta pernikahan kemarin, lalu bagaimana dengan sahamnya di perusahaan kita?
Angga takut kalau om Abas meminta labanya dari sahamnya. Padahal perusahaan kita kan baru berkembang, pa.
Dan lihat omset kita, terus mengalami kenaikan angka yang signifikan kan? Itu tandanya, dia semakin untung dengan kemajuan yang kita dapat. Keenakan dia dong. Meskipun sudah rugi gara-gara menyelenggarakan pesta kemarin, tapi cuan tetap mengalir."
Pak Anwar tak berpikir sejenak.
"Lalu apa rencana mu?"
"Sebaiknya, sebelum ia mendapatkan untung yang banyak dari perusahaan kita. Segera kembalikan sahamnya, dan putuskan saja hubungan kerja sama kalian.
Agar om Abas tidak bisa menikmati pundi-pundi rupiah dari keuntungan perusahaan kita, dan juga tidak bisa minta bantuan ke kita.
Dengan begitu, kita pasti akan mendapat untung yang jauh lebih banyak." Angga tersenyum yakin dengan ucapannya.
"Hem, betul juga apa katamu." pak Anwar menyunggingkan senyum sinis.
Sesampainya di kantor, pak Anwar segera meminta sekretarisnya untuk menyiapkan berkas pemutusan hubungan kerjasama dan pengembalian saham, untuk pak Abas.
Ia berpikir memutuskan satu hubungan kerjasama tidak akan membuatnya rugi. Justru malah semakin untung, karena keuntungan dari jual beli bisa masuk ke perusahaannya sendiri.
'Tak rugi aku menyekolahkan Angga sampai luar negeri. Ternyata dia pintar sekali.' batinnya sambil menghempaskan tubuhnya di kursi kebesarannya, dan tersenyum smirk.
**
Tak perlu menunggu waktu lama, surat yang berisi pemutusan hubungan kerja telah sampai di rumah pak Abas.
Dan ketika sore hari, saat ia pulang kerja. Ia terkejut dengan map coklat besar yang diserahkan oleh asisten rumah tangganya padanya.
Dengan penuh rasa penasaran, pak Abas duduk sambil membuka amplop coklat tersebut, lalu membaca isinya.
Ia membulatkan matanya, ketika selesai membaca secarik surat itu, Yang isinya Anwar memutuskan hubungan kerja sama dengannya.
Dengan sombongnya Anwar mengatakan jika sudah tidak lagi memerlukan investor miskin, seperti Abas. Karena masih banyak investor lain yang menanam saham ditempatnya.
Anwar menjelaskan jika dirinya tidak mau jatuh miskin, gara-gara Abas menanam saham di perusahaannya. Yang bisa mendatangkan keuntungan bagi Abas juga.
Karena setiap keuntungan penjualan yang diterima perusahaan Anwar, juga di terima oleh Abas. Padahal omset penjualan Anwar sedang naik-naiknya.
Bahkan Anwar juga mengirim sebuah foto saat Tsamara mengayuh sepeda bersama adiknya. Sebagai tanda bukti, bahwa keluarga Abas sudah jatuh miskin. Gara-gara membayar biaya pernikahan yang sangat banyak.
Tak hanya itu saja, di situ juga dijelaskan, bahwa keluarga Anwar menyesal dan merasa tertipu karena sejak awal keluarga Abas tidak menceritakan kondisi fisik, Tsamara. Dengan jelas tidak menyukai menantu yang badannya seperti gajah.
Abas sangat geram dengan perlakuan keluarga Anwar pada keluarganya. Hingga melempar surat itu ke meja dengan kasar.
Dirinya tidak menyangka jika memiliki teman toxic
seperti keluarga Anwar. Setelah menghembuskan nafas panjang, ia menyunggingkan senyum sinis.
"Ternyata dia ingin bermain-main dengan keluarga ku. Baiklah, akan aku layani permintaannya. Tidak menyangka jika hubungan persahabatan yang telah terjalin puluhan tahun, berubah menjadi permusuhan. Betul apa kata, Tsamara. Kita memang harus memberinya pelajaran."
**
Hari berjalan seperti biasanya. Hingga tak terasa sudah sebulan berlalu.
Tsamara terlihat bisa konsisten dalam mengendalikan setiap yang masuk ke mulutnya.
Ia juga konsisten mengantar jemput adiknya ke sekolah dan les dengan mengayuh sepedanya. Lama-kelamaan itu menjadi sebuah rutinitas yang menyenangkan untuk dirinya dan adiknya.
Tak hanya itu saja usahanya, demi bisa menguruskan badannya. Ia juga masih konsisten membantu mengerjakan pekerjaan rumah tangga, yang biasanya dikerjakan oleh asisten rumah tangganya.
Olahraga pagi setelah bangun tidur, juga menjadi salah satu aktivitas pembakar lemak yang masih rutin ia lakukan.
Waktu luang yang ada, dipakai Tsamara untuk kegiatan yang bermanfaat lainnya. Seperti membaca artikel tentang keyakinan yang selama ini ia anut. Agar semakin menambah keyakinannya. Juga beberapa bacaan lain tentang kesehatan.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 157 Episodes
Comments
Ida Blado
nah stamara salah langkah lgi,mau bls dendam ya hrs totalitas.coba bpj'a duluan yh mutusin kerjasama pasti lain ceritanyakan,,,,ya gini sih org terlalu percaya diri
2023-04-18
4
Uthie
suka niii... lihat nanti pembalasan yg suka menghina orang lain 👍😏
2023-04-09
1
Fitri
Assalamualaikum... semangat terus Tsamara kamu aslinya, cantik😘😘😘😘
2023-03-26
1