#18

“Halo, sayang,” sapa Lyora yang masuk begitu saja tanpa mengetuk ke dalam ruangan milik Allan. Saat ini Allan sudah menjabat menjadi direktur keuangan untuk menggantikan Dad Lupert.

Allan menghela nafasnya pelan kemudian meletakkan pulpen yang tadi dipegangnya. Ia menatap ke arah wanita yang kini sudah menjadi tunangannya itu.

“Bisakah kamu mengetuk pintu terlebih dahulu sebelum masuk?” Pinta Allan.

“Untuk apa aku mengetuknya? Kamu itu tunanganku dan aku bebas keluar masuk ruanganmu. Apa kamu ingin bermesraan dengan wanita lain di sini hingga takut tertangkap basah olehku?” kata Lyora yang langsung membuat Allan naik darah.

“Ini bukan perusahaanku! Kamu tidak bisa seenaknya masuk sembarangan. Setidaknya kamu harus belajar etika,” kata Allan.

“Kamu berubah, Al! Dulu rasanya tak masalah aku langsung masuk ruanganmu. Mengapa sekarang kamu seperti mencari-cari kesalahanku?” ungkap Lyora yang merasa tidak senang dengan ucapan Allan.

“Terserah padamu. Sekarang kamu keluar, banyak pekerjaan yang harus kuselesaikan,” ujar Allan yang mempersilakan Lyora pergi, sementara ia kembali duduk di kursinya dan mengerjakan pekerjaannya.

Sifat posesif Lyora semakin hari rasanya semakin bertambah dan itu membuat Allan terkekang. Pernah sekali waktu Allan memikirkan tentang Velvet. Ia berandai-andai jika ia masih memiliki hubungan dengan Velvet.

Velvet tak pernah mengekangnya, bahkan sangat membebaskannya. Hingga akhirnya membuatnya bermain api dan jatuh ke dalam kehangatan tubuh Lyora.

“Dimana kamu saat ini, Vel?” gumam Allan.

**

Divisi desain dan perencanaan kali ini akan dihadapkan pada tender besar. Mereka ikut serta dalam tender pembangunan sebuah hotel besar di Kota Paris, Perancis.

Mereka duduk bersama di sebuah meja besar yang berada di tengah ruangan. Masing-masing dari mereka sudah memegang sebuah kertas kosong. Mereka akan bersama-sama mengeluarkan ide mereka dan menggabungkannya.

Perusahaan Romano memang terkenal dengan kekeluargaannya. Meskipun karir sangat penting, namun mereka berlaku sportif. Bagi mereka sebagai arsitek, mendesain sesuatu adalah kepuasan tersendiri.

“Kamu pulang dulu saja, Vel,” kata Timo.

“Iya benar. Kamu seorang wanita. Tak baik jika pulang terlalu malam,” sambung Julian.

“Aku akan tetap di sini,” kata Velvet, “Bukankah aku juga anggota divisi perencanaan?”

“Tapi nanti aku yang akan mengantarmu pulang,” kata Zen.

Velvet melihat ke arah rekan kerjanya itu. Ia tersenyum karena mereka sangat perhatian padanya.

“Baiklah, kamu bisa mengantarku, Zen. Aku tak ingin kehilangan momen seperti ini,” ujar Velvet.

Velvet sangat menyukai desain, terutama rancang bangun. Ini adalah pekerjaan pertamanya dan kalau berhasil akan menjadi proyek pertamanya. Ia tak ingin kehilangan momen seperti ini.

Mereka berdiskusi hingga larut malam. Timo sudah mulai menguap karena ia merasa kantuk sudah datang.

“Kita lanjutkan besok lagi,” ujar Zen dan disetujui oleh seluruh rekan kerja. Mereka merapikan seluruh barang-barang dan bersiap untuk pulang.

Mereka turun ke lobby bersama-sama. Dua orang security masih berjaga di sana. Kedua security itu sudah terbiasa melihat tim divisi perencanaan pulang larut malam.

“Ayo, Vel!” ajak Zen.

“Sampai jumpa besok!” pamit Velvet pada Timo, Julian, dan beberapa rekan kerja yang lain.

Zen berjalan bersama Velvet menuju parkiran motor. Zen membuka bagasi motornya dan mengeluarkan helm full-face miliknya.

“Pakai ini, Vel,” pinta Zen.

“Kamu?”

“Aku tak apa,” kata Zen. Sebenarnya Zen tak enak hati karena harus mengantarkan Velvet dengan menggunakan motor. Hanya saja kebetulan mobil miliknya sedang masuk bengkel karena beberapa hari lalu menabrak pagar pembatas trotoar.

“Maaf karena aku mengantarmu dengan motor,” ujar Zen.

“Itu tak masalah, Zen. Aku sudah sangat berterima kasih kamu mau mengantarkan aku,” kata Velvet yang memakai maskernya kemudian memakai helm dari Zen.

Dari kejauhan, sepasang mata memperhatikan gerak-gerik mereka. Ia sempat menyipitkan mata untuk memastikan penglihatannya, hingga akhirnya sepasang pria dan wanita itu pergi dengan menggunakan motor.

“Tak mungkin! Itu tak mungkin Velvet!” gumam Allan yang memang lembur malam itu. Menggantikan Dad Lupert membuatnya harus lebih banyak belajar lagi.

Seharian ini aku sangat kesal pada Lyora, hingga terus memikirkan Velvet. Kalau saja itu benar dirimu, aku akan sangat senang, Vel. Aku ingin kembali padamu dan memulai semuanya dari awal. - batin Allan.

**

Baru saja melangkahkan kakinya memasuki kediaman Keluarga Morgan, Allan sudah harus mendengar Mom Rosa memanggilnya.

“Allan!”

Allan menghela nafasnya kemudian menatap ke arah Mom Rosa, “Ada apa, Mom? Bukankah ini sudah jam 12? Seharusnya Mom beristirahat.”

“Bagaimana Mom bisa beristirahat jika kamu selalu membuat kekacauan,” kata Mom Rosa.

“Kekacauan apa lagi, Mom? Aku lelah, Mom. Bisakah aku beristirahat dulu?” tanya Allan yang merasa jengah.

“Apa yang kamu lakukan pada Lyora?” tanya Mom Rosa.

“Lyora? Aku tak melakukan apa-apa,” jawab Allan.

Jujur, ia sangat bingung. Tubuh dan pikirannya sedang lelah, kini ditambah lagi dengan tuduhan tak beralasan dari Mom Rosa.

“Kamu menyakitinya dengan kata-kata serta sikapmu, Al. Apa kamu tidak bisa bersikap lembut padanya? Ingat, ia adalah tunanganmu, calon istrimu. Bagaimana nanti jika ia membatalkan pertunangan ini dan memilih pria lain,” ujar Mom Rosa.

Allan yakin, Lyora pasti mengadu yang tidak-tidak pada Mom Rosa. Sungguh, sikap Lyora yang seperti ini juga membuat Allan lelah dan jengah.

“Kalau ia mau membatalkannya, batalkan saja! Aku tidak peduli! Bukankah sejak awal aku juga sudah mengatakan bahwa aku belum siap menikah!”

Dad Lupert yang sudah tertidur, jadi terbangun karena mendengar suara dari arah ruang tamu. Ia mengambil kacamata-nya yang berada di atas nakas, kemudian mengambil kimono tidur-nya untuk membungkus piyama yang ia gunakan saat ini.

“Ada apa kalian berteriak malam-malam begini?” tanya Dad Lupert yang melihat istri serta putranya berada di ruang tamu.

“Tidak ada apa-apa, Dad. Aku masuk dulu. Aku lelah dan ingin istirahat,” jawab Allan yang langsung menaiki tangga dan masuk ke dalam kamar tidurnya.

Sementara Mom Rosa terus menatap Allan hingga tak terlihat dari pandangan matanya. Nafasnya masih sedikit memburu karena Allan berteriak padanya.

“Bisakah kamu membicarakan hal ini besok? Lihatlah sudah jam berapa, Allan pasti sudah lelah. Banyak sekali pekerjaan di perusahaan Romano dan itu tidak mudah. Jika sampai ada kesalahan, apa nanti yang akan dikatakan oleh Alessandro. Apalagi Allan menjabat sebagai direktur keuangan yang memerlukan ketelitian,” ujar Dad Lupert.

“Maaf. Aku tak sabar menunggu besok. Aku tak ingin pernikahan Allan dan Lyora sampai gagal. Aku ingin segera menimang cucu,” ujar Mom Rosa.

“Sudahlah, ayo kita tidur. Sudah tengah malam.”

Mom Rosa akhirnya mengikuti langkah Dad Lupert untuk masuk ke dalam kamar tidur mereka.

Sementara Allan langsung membersihkan tubuhnya. Setelah itu ia berbaring di atas tempat tidur. Ia menghela nafasnya kasar beberapa kali. Lelah pikiran, lelah hati, dan lelah jiwa yang ia rasakan saat ini. Ia semakin terbeban dengan rencana pernikahannya dengan Lyora.

🌹🌹🌹

Terpopuler

Comments

Hartaty

Hartaty

rasakan Allan 😏

2024-04-01

2

Yunerty Blessa

Yunerty Blessa

padan muka kau Allan.....belum tentu juga Velvet mau lagi sama kau Allan.... jangan mimpi

2024-02-27

1

Aiur Skies

Aiur Skies

cucu anda bisa RATUSAN nyonya, mereka ngadon tiap hari dan sudah 4 tahun, karena pake obat pencegahan kehamilan jadi adonannya langsung ludes🤣🤣🤣🤣🤣🤣🤣

2024-01-31

0

lihat semua

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!