POV Andin
Hatiku merasa sakit, aku pikir mas Rafif setelah berhubungan badan denganku ia akan berubah, tapi ia hanya menyalurkan kebutuhan biologisnya. Aku bertanya dalam hati dari mana sebenarnya dia pulang sampai pukul 12.00 malam? Dan ia langsung menyentuh aku. Aku sudah menunggunya sampai pukul 11.30 malam. Baru saja aku memejamkan mata, tapi ia datang dan menyentuhku.
Sentuhannya memang aku rindukan selama ini. Mas Rafif, ia dulu sangat ramah kepadaku, kini sudah tidak lagi. Dia merasa jijik melihatku. Penampilanku saat ini sangatlah tidak seperti dahulu lagi. Memang Mas Rafif menjaga tubuhnya, dia fitness seminggu tiga kali. Sehingga tubuhnya menjadi sangat sempurna.
Jika wanita lain melihatnya, maka Mas Rafif mereka bisa menggoda para perempuan. Jika aku berjalan dengan Mas Rafif memang sangat berbeda, berat sebelah. Tubuhku sangat gendut sedangkan tubuh Mas Rafif sangat sempurna. Aku harus bagaimana? Aku berusaha memejamkan mataku agar aku tidak terlalu sakit hati, malam ini suamiku telah menghinaku setelah biologisnya tersalurkan kepadaku.
***
Ketika subuh menjelang, aku pun terbangun dan membersihkan diriku. Kemudian aku melakukan ibadah salat subuh, pagi ini aku bergegas membuat sarapan untuk keluarga kecilku terutama untuk Mas Rafif. Aku masakan nasi goreng yang ia sukai.
"Mau berangkat Mas?" Aku bertanya baik-baik oleh Mas Rafif, dia langsung menatap aku dengan sinis.
"Iya aku mau berangkat," jawabnya dengan nada kesal.
"Sarapan dulu Mas, aku sudah masak buat Mas sarapan." Aku tersenyum kepada Mas Rafif, tapi Mas Rafif tidak menggubris senyumanku.
"Aku tidak makan makan karbo pagi hari, kamu masak nasi goreng itu sarapan yang aku tidak bisa makan. Aku tidak mau menyaingi tubuhmu." Aku mendengar hal tersebut membuat hatiku teriris-iris, aku sudah berusaha bangun pagi untuk membuat nasi goreng yang selama ini ia suka. Tapi kenapa tiba-tiba dia tidak mau makannya.
"Mas sekarang tidak mau memakan masakanku? Kenapa Mas? Padahal dulu kamu sangat menyukai nasi goreng buatanku. Bahkan kamu makan lahap dan nambah." Aku bertanya masih dengan nada lembut.
"Itu dulu ya, sebelum aku melihat perubahan kamu. Semenjak tubuhmu itu seperti sapi gelondongan. Aku jadi berpikir lagi, akutidak mau tubuhku sama persis seperti kamu." Dua kali Mas Rafif menghina bentuk tubuhku pagi ini. Apakah seburuk itu tubuhku seperti sapi gelondongan? Sebesar itukah?
"Mas bisakah Mas tidak menghinaku seperti itu Mas? Aku juga tidak mau tubuhku seperti ini kamu, aku punya telinga Mas mendengar perkataan Mas menjadikan hatiku terluka. Tidak Mas menganggap aku sebagai istrimu lagi Mas? Sehingga tidak memikirkan hatiku?" Mas Rafif langsung melotot ke arah aku dan bertolak pinggang.
Itu bukan hinaan, tapi sebuah fakta. Tubuhmu memang seperti itu. Aku mau berkata apa lagi? Tubuhmu seksi? Tapi di mataku tidak. Tubuhmu kurus? Kenyataannya tubuhmu gendut. Apa yang harus aku lakukan? Itu faktanya, aku tidak bohong kepadamu. Kenapa kamu bertanya bahwa kamu menganggap aku tidak menganggapmu sebagai istriku lagi? Memangnya kamu tidak menganggap bahwa kamu sebagai istriku lagi?" Aku terdiam ketika Mas Rafif menyerang dengan kata-kata pedasnya. Lama-kelamaan kata-kata pedasnya itu bertumpuk di hatiku. Aku semakin bersemangat untuk membuka bisnis dan membuktikan kepada Mas Rafif bahwa berbadan gemuk juga bisa mendapatkan uang banyak, bahkan lebih banyak dari Mas Rafif.
"Sudahlah aku mau berangkat kerja dulu." Mas Rafif melangkahkan kakinya untuk berangkat ke kantor.
"Memang CEO harus datang pagi Mas pukul 06.00 ? Para pekerja aja masuk pukul 08.00, teladan sekali kamu Mas." Aku menyindir Mas Rafif karena logikanya tidak mungkin para pekerja masuk sangat pagi yaitu pukul 06.00 pagi.
"Jangan banyak omong kamu! Suami kerja bukannya didoakan. Sekarang kamu berani untuk membantahku." Mas Rafif membalikan tubuhnya lalu ia memberikan amplop yang berisi uang.
"Ini gunakan untuk belanja dan untuk permak badanmu, jika bisa! Tapi... sepertinya badanmu ini sudah tidak bisa untuk dirubah lagi." Setelah ia berkata seperti itu Mas Rafif terus saja berjalan menuju mobilnya, tanpa ada rasa sesal pun karena dia sudah menghina aku seperti itu. Aku mengepal tanganku semua keluarga Mas Rafif pun terus saja menghina aku karena tubuhku.
Setelah Mas Rafif pergi aku memandikan Natasha putriku. Ia sudah mau beranjak 6 bulan, sudah mulai tengkurap. Aku sangat gembira sekali melihat perkembangan putri kecilku itu, hatiku menjadi terhibur melihat senyum dan tawa dari putri kecilku.
Bayi yang masih polos, tidak mempunyai dosa apapun. Walaupun ayahnya tidak memperdulikan dia, tapi Natasha tetap tertawa dan tersenyum ketika melihat aku. Mungkin Natasha tidak mengenal ayahnya karena ketika dia pergi bekerja Natasha masih belum bangun tidur, ketika pulang bekerja Natasha sudah tidur. Begitu lah setiap hari berulang-ulang dalam kehidupanku. Sebelum aku bertemu dengan Luna hidupku sangat membosankan. Aku WhatsApp Luna, tapi sudah dua hari ia belum membalas. Ke mana dia? Aku pun tak tahu, aku tidak tahu rumah Luna di mana? Hari ini adalah pengambilan jahitan pesanan dari instagram, tanpa Luna aku ketempat jahitan untuk mengambil jahitan. Aku kesana dengan menggendong Natasha.
"Pagi Bu Rohaya." Aku mengetuk pintu rumah , di dalam rumah terdengar suara kaki sedang berjalan menuju pintu. Tidak lama pintu itu pun terbuka, yang membuka pun Bu Rohaya si tukang jahitku.
"Eh Neng, udah dateng aje, udah jadi Neng jahitannye. Coba deh Neng lihat cihuy nggak?" Bu rohaya mengajak aku untuk masuk ke dalam rumahnya. Ia langsung memberikan jahitan yang sudah ia selesaikan. Aku melihat, sungguh bagus jahitannya. Tukang jahit kampung tapi kwalitasnya butik. Jahitannya sangat profesional, rapi dan sesuai dengan desainku. Aku sangat puas untuk hasil jahitannya.
"Wah Bu, bagus ini. Bu saya mau ngomong serius nih sama Ibu," ucapku sambil duduk di kursi.
"Mau ngomong apa Neng?" Bu Rohaya berubau wajahnya, ia tampak serius untuk mendengarkan aku.
"Gini Bu, ini kan saya banyak yang pesan design saya. Jika nanti jahit lagi Bu dalam jumlah yang banyak sanggup nggak Bu?" tanyaku.
"Gini aje Neng, kalau Neng ingin memesan jahitan dalam jumlah banyak. Gimane Ibu ngajak para ibu-ibu yang jago jahit. Daripada mereka punya keahlian tapi nganggur, jadi nanti kerja di bawah pimpinan Ibu. Jadi saya bawahan Ibu dan nanti ibu-ibu yang penjahit itu bawahan saya, gimane Bu?" tanya Rohaya mengutarakan idenya.
"Wah bagus tuh ide Bu Rohaya, tapi mesin jahitnya Bu? Saya belum punya modal Bu kalau beli mesin," ucapku.
"Tenang aje Neng mesin jahit mah mereka tuh udah punye masing-masing di rumah, tapi memang buat jahit-jahit yang celana robek keluarganye doang. Kagak dipakai kayak saya bikin jahitan. Jadi nanti kan mereka ada penghasilan tuh, daripada mesin jahitnye ngejogrok kage di pake lebih baik saya ajak jahit jadi dapet penghasilan." Aku lega mendengar penuturan Bu Rohaya. Artinya aku akan membalas DM satu persatu mereka. Jika mereka sudah transfer proses design akan di mulai.
Bersambung
✍✍✍ Mari beri komen kalian yang positif di novel ini. 1 komentar kebaikan Insha Allah membawa kebaikan saya khususnya dan di diri yang membaca. Aamiin 💞
Jadilah dermawan dengan cara like, subscribe dan follow aku. Vote nya juga yah🙏🙏🙏🙏
Baca juga yuk cerita serunya
5 tahun menikah tanpa cinta (Tamat)
Salah lamar
Retak Akad Cinta (bab 1 s.d 18 nyata, fiksi dari bab 19 dst)
Dicampakkan suami setelah melahirkan
Love dari author sekebon karet ❤💞
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 117 Episodes
Comments
Siti Mutrikah
jangan patah semangat Din terus maju
2025-03-09
0
setiyowati b
bagus nih aku suka ceritanya bagus alurnya
2023-07-09
0
Puji
crita ini ada kemiripan dengan ku utamanya saat brngkat kerja anak msih tidur saat pulang kerja anak sdh tidur terjadi setiap hari
2023-07-03
1