Hari Senin telah tiba, dan seperti biasanya, Arya pergi ke sekolah sementara Yuna memutuskan untuk berkeliling menjual sambal petai. Namun, kali ini Arya terlihat malas dan lesu, terlihat dari raut wajahnya yang murung dan gerakan tubuhnya yang lemas.
Rasa tidak enak mulai menyergap Arya, dan belum dua menit kemudian, sebuah sejambak tanah liat melayang ke arah baju putih Arya, yang tidak berhasil menghindarinya. Arya merasa kesal dan frustasi karena dia tahu itu berasal dari Acil dan gengnya yang kerap menjadi biang keladi pengganggu di sekolah mereka.
"Apalah daya, bajuku kotor lagi. Bagaimana lagi, si botak Acil itu!" umpat Arya dengan suara lirih namun penuh kesal. Dia merasa ingin melawan dan menghadapi Acil dan gengnya, tapi rasa takut masih melumpuhkan dirinya. Arya menyadari bahwa tidak sedikit siswa di sekolah yang menertawakan dirinya, meskipun beberapa dari mereka merasa simpati dan berusaha menghiburnya.
Seketika itu, suasana hati Arya semakin terpuruk. Ia merasa tidak memiliki dukungan dan merasa terisolasi di lingkungan sekolahnya yang keras. Namun, ia tidak boleh menyerah pada situasi yang buruk seperti ini. Arya memutuskan untuk menempatkan dirinya di posisi yang lebih baik dan memutuskan untuk mengambil tindakan.
Dengan tekad yang kuat, Arya mengambil sapu dan sekotak air dari gudang sekolah dan mulai membersihkan dirinya dengan hati-hati. Ada beberapa siswa yang berhenti sejenak dan melihat Arya dengan pandangan heran, tapi Arya terus bergerak tanpa mempedulikan pandangan mereka. Dia menyeka noda-noda tanah liat dari bajunya dan membasuh wajahnya yang berdebar dengan dingin.
Arya merasa seperti sedang hidup dalam rutinitas yang tidak menyenangkan. Setiap hari, ia mendapatkan perlakuan yang sama dari orang-orang yang tidak menyukainya, yang terus mengolok-oloknya dan membuat hidupnya tidak nyaman. Hari ini, Arya berharap dapat menghindari hal itu, tapi tidak berhasil. Di tengah jalan yang biasa ia lewati, Acil dan gengnya mencegat Arya. Arya mencoba untuk melarikan diri, tapi tidak berhasil. Ia akhirnya dipukuli sampai wajahnya terlihat lebam dan memar.
Arya merasakan rasa sakit yang sangat tidak tertahankan. Tubuhnya gemetar dan ia terkulai di pinggir jalan yang sepi. Ia berpikir untuk pergi ke pasar, tempat di mana ibunya biasa berjualan, tapi tubuhnya terasa sangat sakit dan ia tidak mampu untuk bergerak. Ide untuk mengakhiri hidupnya datang ke pikirannya, membuat Arya merasa sangat putus asa dan terpuruk.
Namun, dalam kegelapan dan keputusasaan, ada cahaya kecil yang menyala. Yuna datang, dia segera mengecek luka-luka Arya, memastikan bahwa tidak ada luka yang parah. Ia kemudian membantu Arya untuk bangkit dari tanah dan membantu memapah Arya pulang.
Di dalam kamar Arya , Yuna merawat luka-luka Arya dengan penuh kasih sayang. Ia memijat lembut tangan dan kakinya yang lebam, lalu memberikan obat penghilang rasa sakit. "Aku tidak menyangka kamu sebaik ini, Yuna" Pelan, sepelan mungkin bahkan semut sulit mendengar.
Menuju ke acil, Acil duduk dengan santainya di bar alkohol, disertai dengan teman-temannya yang lainnya. Mereka tertawa dan bercanda dengan sembrono, sementara botol-botol bir kosong dan asbak penuh rokok menumpuk di atas meja. Acil melirik ke arah teman-temannya dan tersenyum penuh kepuasan.
"Bagaimana dengan Arya? Apa yang terjadi padanya?" tanya salah satu temannya.
Acil menoleh ke arah temannya, menggerakkan jenggot pendeknya dengan kekaguman. "Ah, dia kemarin terlihat sangat menyedihkan saat kita memukulnya," jawabnya dengan nada sinis.
"Kita benar-benar memberinya pelajaran yang dia tak akan lupa," tambah temannya.
Acil dan gengnya selalu merasa senang ketika melihat Arya menderita dan tersiksa. Mereka merencanakan setiap tindakan penggangguan yang mereka lakukan terhadap Arya dengan penuh semangat dan antusiasme. Bahkan, mereka sering membicarakan rencana-rencana jahat mereka terhadap Arya dengan senang hati.
Namun, mereka tidak pernah berpikir tentang dampak yang mereka timbulkan pada Arya. Mereka tak tahu betapa sakitnya hati Arya dan betapa sulitnya bagi Arya untuk bangkit dari rasa putus asa yang selalu menghantuinya setiap kali di-bully oleh mereka.
Acil dan gengnya selalu merencanakan cara untuk membuat Arya menderita. Arya merasa terintimidasi dengan kehadiran mereka di sekolah dan tidak bisa melakukan apa-apa untuk melindungi dirinya sendiri.
Hari berikutnya, Acil memintanya untuk mengambil bola di ruang olahraga. Arya tidak bisa menolak karena takut dengan ancaman Acil dan gengnya. Namun, ketika hari berikutnya tiba, Arya terkejut mendengar bahwa dia dituduh mencuri barang-barang di ruang olahraga.
Arya merasa bingung dan tidak mengerti mengapa ia dituduh. Namun, ia sadar bahwa Acil dan gengnya mungkin telah memasukkan barang-barang tersebut ke dalam tasnya saat ia mengambil bola.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 28 Episodes
Comments