KBAS 7

Anggara masuk sekolah seperti biasa. Walaupun kini Sheila lebih terbuka menerima persahabatan diantara Ia dan Anggara sebagai teman sebangku, tetapi kenyataannya hubungan keduanya tetap seperti berjarak.

Hingga suatu ketika, Anggara yang tiba-tiba menceritakan perihal Ibunya yang baru saja melahirkan.

"Ibuku, semalam melahirkan!"

Sheila bingung hendak menjawab apa.

Ia hanya bisa menghela nafas sembari menundukkan pandangannya. Sebab setahun lalu, Ia pun baru saja melahirkan seorang anak laki-laki hasil dari hubungan yang bablas bersama Zeinul Abidin Taher. Dan putranya itu kini diadopsi orang tuanya sendiri. Menjadi putra bungsu Papa Mamanya.

Sungguh situasi yang rumit. Anaknya yang Sheila lahirkan harus Ia panggil 'adik'.

Itu sebabnya Sheila sering keluar malam dan tak betah ada di rumah padahal saat itu Sheila memilih home schooling lanjutkan pendidikan.

Hingga suatu ketika, Neneknya melihat perkembangan mental juga psikologi Sheila yang jauh berubah dari dirinya setahun yang lalu. Khawatir Sheila semakin berubah menjadi perempuan yang gak benar.

Sheila nyaris tak pernah bicara. Ditanya pun jawabannya hanya angguk atau geleng kepala saja. Membuat semua anggota keluarga termasuk Kakek Nenek dari Papanya cemaskan kondisi kejiwaan Sheila.

Akhirnya mereka memutuskan untuk membawa Sheila ke kota mereka. Sekolah umum yang tinggal setahun lagi di sekolah menengah atas di kota mereka.

"Kamu punya adik kecil?" tanya Anggara membuat Sheila tergagap.

"I iya."

"Pasti malu ya ngakuin di usia kita, Ibu justru masih memberikan seorang adik lagi. Sama. Aku juga."

Curhatannya berlanjut. Tak peduli kalau Sheila gemetar dan degdegan mendengar cerita Anggara yang terus mengumbar keadaan keluarganya.

"Ibuku menikah lagi. Setelah dua tahun bercerai dari Ayah!" kata Anggara dengan suara sangat kecil.

Entah mengapa, hari itu Ia begitu ingin bercerita pada Sheila. Mengungkapkan semua rasa sesak dijiwanya. Merasa Sheila adalah teman istimewa, yang tidak suka bergunjing hal-hal yang pribadi.

Sheila masih tetap sama. Terdiam mendengar curahan hati Anggara yang kian serius dan semakin kecil volume suaranya.

"Kamu juga pasti menilai kami ini hidup berkecukupan, bukan? Rumah besar, mewah dibandingkan rumah lain dikiri kanannya. Iya kan?"

Sheila menatap lurus wajah tampan Anggara. Lalu mengangguk mengiyakan.

"Itu rumah Nenek dan memang beliaulah orang kaya sebenarnya. Tetapi Mamaku dan Aku cuma numpang."

"Yaelah. Itu sama aja, Ga. Berarti kalian itu turunan orang berada!" ceplos Sheila mulai geregetan. Anggara tertawa kecil.

"Ayahku cuma seorang supir truk. Ibuku IRT. Tapi,... hhh... setahun yang lalu, Ayah...mmm,"

"Kalo kamu ragu buat lanjutin cerita, mending ga usah cerita. Masalah keluarga, rawan buat dibagikan orang lain bukan?"

Anggara menatap Sheila.

"Kamu mau nampung cerita keluargaku yang miris?" tanyanya pelan.

Sheila hanya menunduk.

"Kepindahanku ke kota ini pun karena ada masalah. Jadi, aku gak mau menampung masalah orang juga. Karena masalah ku sendiri juga sudah banyak."

"Hehehe... Maaf! Apa kamu mau ceritain masalah kamu? Kita jadi berimbang. Satu sama, ga ada yang dirugikan."

"Heleh!"

"Hahaha..."

"Kamu jagoan. Pinter berantem. Pasti ikutan belajar ilmu bela diri ya?"

"Dulu waktu SD sampai SMP, Aku ikut ekstrakurikuler karate. Sekarang enggak. Ibu bilang, ga mampu buat bayar iuran perbulannya. Belum lagi kalo ada pertandingan, ujian kenaikan ban, semua butuh biaya."

"Iya. Betul juga."

"Hhh...! Ternyata masalah kami masih akan berlanjut! Setelah bercerai dengan Ayah, Ibuku justru jatuh cinta pada orang yang salah. Dia... melakukan hubungan intim sebelum resmi dinikahi. Kini ibuku melahirkan bayi dari laki-laki itu. Tetapi sampai sekarang masih belum juga dinikahi karena ternyata pria itu punya keluarga."

Deg.

Jantung Sheila serasa berhenti berdetak.

Cerita ibunya Anggara mirip dengan keadaan dirinya.

"Apa pacar Ibumu masih bisa ditemui?"

"Menghilang tanpa jejak!"

Lagi-lagi lemas lutut Sheila. Gemetar dan mukanya seketika pucat. Benar-benar sama kisahnya dengan kisah ibunya Anggara.

"Aku bolos sekolah sebenarnya pergi mencari keberadaan pria itu!" gumam Anggara lagi.

"Ketemu?"

Dia menggeleng.

Sheila bisa mengerti kekesalan hati Anggara.

Teringat pada amarah Abell dan Fiko, dua Kakak laki-lakinya yang terus berusaha mencari keberadaan Zeinul yang seolah ditelan bumi. Tak tahu rimbanya, tak ada kabar berita.

Anggara pun pasti melakukan hal yang sama seperti dua saudara Sheila.

Sheila menunduk.

"Keadaan ibumu bagaimana sekarang?"

"Depresi."

"Ya Tuhan..."

"Itu sebabnya Aku juga jadi down malas sekolah!"

"Jangan gitu, Ga! Kamu harus tetap lanjutkan sekolah. Kita belajar tinggal beberapa bulan lagi. Ujian, lulus dan punya ijazah SMA. Setidaknya akan mengurangi beban keluarga setelah kita punya ijazah SMA dan cari uang sendiri."

Anggara menatap Sheila. Ia mengangguk.

"Itulah. Aku berusaha menyemangati diriku sendiri yang mulai rapuh dan jenuh."

"Kamu pintar. Berotak cerdas. Tidak butuh banyak usaha untuk jadi orang sukses!"

"Aamiin... Kamu sendiri, bagaimana bisa sampai pindah ke kota ini? Padahal kamu hidup enak di ibukota."

"Aku murid bermasalah. Tahun lalu aku tinggal kelas. Nenek dan Kakek berinisiatif membawaku tinggal bersamanya di sini. Supaya Aku bisa fokus sekolah."

"Bermasalah kenapa? Pasti ada hubungannya dengan percintaan ya? Hehehe... peace maaf, aku terlalu pingin tau sampai jadi ikut campur ke masalah pribadimu."

"Ya begitulah. Seperti yang sudah kamu duga. Cinta memang awalnya. Menjadikan Aku sering bolos dan dapat surat peringatan dari pihak sekolah."

"Kalian masih berhubungan?"

"Sama seperti pacar Ibumu. Menghilang tanpa jejak."

"Hm. Hapus jejaknya. Jangan pikirkan dia yang tak punya perasaan. Mulailah dengan jejak baru yang lebih baik."

"Hm. Tidak semudah itu, Ga!"

"Iya. Aku mengerti. Seperti ibuku, selalu bilang begitu tiap kali ia menangisi nasibnya dan aku mengatakan hal-hal yang dia anggap nasehat angin lalu saja. Tidak semudah itu. Lantas bagaimana dulu Ia dengan mudahnya jatuh cinta dan masuk perangkap laki-laki buaya!"

Deg deg deg deg deg deg

Jantung Sheila kembali berdentum.

Perkataan Anggara tepat menyentil jantungnya. Sakit rasanya. Tetapi itu kenyataan yang benar.

Entah mengapa dulu Ia begitu mudah memberikan segalanya kepada Zeinul Abidin Taher. Segalanya. Sampai tak bersisa termasuk harga dirinya yang kini porak-poranda hancur berkeping-keping tak ada nilainya lagi.

"Sheila..."

"Ya?"

"Apa kamu sakit? Mukamu pucat sekali!"

Bukan karena sakit, Ga. Tapi karena ucapanmu. Tapi aku tidak membenci. Karena itu memang benar adanya.

BERSAMBUNG

Terpopuler

Comments

Mom La - La

Mom La - La

OMG. nggak nyangka ternyata...

2023-03-17

0

lihat semua

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!