Sejak curhatannya Anggara hari itu, hubungan persahabatan dengan Sheila semakin lancar.
Bahkan mereka mulai sering pulang sekolah barengan.
Cilla dan Jun sering menggoda kalau keduanya sedang pedekate. Tapi baik Anggara maupun Sheila kini, tak lagi memusingkan omongan mereka yang mulai berkembang menjadi gosip hangat di dalam kelas.
"Kamu gak risih mereka menggosipkan kita lagi pendekatan?"
Sheila menggeleng ketika Anggara bertanya.
"Awal masuk sekolah ini iya, Aku risih dan takut dibully. Tapi sekarang tidak lagi. Aku memang tidak pernah mempedulikan omongan orang yang belum tentu benar. Tapi mengingat Aku adalah seorang murid baru di sekolah ini dan juga pindahan dari kota lain, tak punya banyak teman, membuat Aku sedikit khawatir kalau kalian membully ku. Apalagi fans panatik kamu banyak."
"Hehehe... Fans panatik apa? Dan bersyukurlah, di sekolah ini bully-an akan dapat hukuman berat. Jadi kemungkinan kecil kamu kena bully. Paling-paling dighibahin satu sekolahan saja secara diam-diam."
Sheila menyeringai.
Kota ini memang kota yang ramah. Penduduknya mayoritas sehat semua jiwanya. Tidak seperti ibukota yang berkonotasi buruk bahkan lebih kejam dari Ibu Tiri.
Semua penduduknya orang-orang sibuk hingga untuk sekedar mendapatkan senyum kebaikan pun teramat sulit. Yang ada malah sindiran, ledekan dan hinaan saling lempar lewat media sosial.
Sheila mulai betah tinggal di kota yang baru beberapa minggu Ia tinggali ini.
Juga karena teman-temannya yang welcome dan menerima kedatangannya dengan suka cita.
Andaikan Sheila sedikit lebih ramah bahkan mungkin semua teman sekelas akan lebih memperhatikan dirinya.
Namun Sheila sengaja jaga jarak karena niatnya sekolah disana hanya beberapa bulan saja. Sheila tak ingin memiliki kembali hubungan yang lebih dengan teman sekolah terutama teman pria.
Tapi kenyataannya...
Perlahan Ia dan Anggara justru semakin erat bersahabat.
Bahkan Sheila kini diajak kembali ke rumahnya. Menjenguk Ibunya Anggara yang baru saja melahirkan anak perempuan.
Seketika Sheila seperti berkaca di cermin.
"Ini temanmu, Gara?"
"Iya, Bu!"
Sheila mencium punggung tangan Ibu dan Neneknya Anggara. Membuat anggota keluarga Anggara mulai merasa kalau putra mereka memiliki hubungan lebih dengan Sheila.
Usia keduanya juga sudah mau delapan besar tahun. Sudah cukup dewasa untuk memulai menebar bibit cinta.
Sheila tak berkedip menatap wajah ibunya Anggara. Seperti melihat dirinya dalam versi yang lebih dewasa.
Wajah cantik yang lelah. Dengan kantung mata menggelayut karena kurang tidur dan istirahat.
Ditangannya tampak seorang bayi mungil disangga dengan asal saja.
Sama seperti dirinya tahun lalu ketika melahirkan Devano.
Beruntungnya keluarga Sheila adalah keluarga yang berada dan strata kehidupannya jauh lebih baik. Hanya seminggu, Sheila melakukan itu. Setelah kesehatannya pulih Sang Mama mengambil dua baby sitter sekaligus dari yayasan untuk mengurus baby Vano.
Semua surat adopsi segera diurus keluarga Sheila yang mayoritas memiliki nama besar di dunia perpolitikan. Sehingga gerak-geriknya harus selalu dijaga demi nama baik Papa, Mama dan juga Om serta pamannya yang juga berkecimpung di dunia kepemerintahan.
"Kamu mau gendong?"
"Boleh?"
Sheila merasakan tangannya gemetar, menerima bayi mungil nan cantik dari tangan Neneknya Anggara.
Mereka baik. Juga menerima kedatangan Sheila yang sebenarnya sedikit dicemaskan. Mereka khawatir Anggara melakukan kesalahan yang sama seperti ibunya. Apalagi Anggara masih teramat muda. Kemungkinan bisa saja melakukan hal yang sama, yaitu terlalu bebas melakukan hubungan percintaan.
"Ibu, Nenek, jangan pandang Sheila seperti orang yang kurang iman. Hubungan kami hanya sekedar persahabatan. Tapi Aku memang mencintai Sheila. Kuharap kalian akan menerima Sheila dengan baik juga."
Sheila tertegun mendengar perkataan Anggara.
Anggara mengatakan hal yang tidak pernah ia sangka sebelumnya. Ternyata... Anggara menyimpan perasaan padanya. Dan sangat menghargai dirinya dihadapan Ibu juga Neneknya.
"Kami mendukung hubungan kalian."
Perkataan Ibu Anggara menjadi pamungkas yang menggetarkan hati Sheila.
Seketika Sheila termangu. Menatap wajah adiknya Anggara yang ikut tertawa ceria.
Tuhan! Harus senang atau sedihkah aku, Tuhan?
Pertanyaan yang berulang-ulang Sheila dawamkan dihatinya.
Mengapa semua ini begitu mudahnya datang dan pergi. Cinta Zein, kepergiannya yang begitu saja. Kemudian cinta Anggara, si Rangking Satu dan juga cowok berpredikat Anak Baik Tampan di sekolahnya.
Tetapi Sheila masih merasa tidak percaya.
Anggara tidak pernah menembaknya dengan tegas dan memintanya untuk menjawab pernyataan cintanya.
Anggara hanya menegaskan itu dihadapan Ibu dan Neneknya.
Ini ungkapan cinta yang luar biasa. Dari seorang laki-laki muda yang berusia 18 tahun di kelas sekolah barunya.
Pulang dari rumah Anggara, Sheila diantar sampai rumah Kakek Nenek nya dengan sepeda motor milik keluarga Anggara.
Kini Anggara bahkan bersikeras ingin bertemu langsung kepada Kakek Nenek Sheila juga.
"Mau apa?" tanya Sheila gemas.
"Tentu saja berpamitan secara langsung!"
"Gak perlu!"
"Aku mau ketemu mereka. Setidaknya mereka akan mengenalku sebagai teman dekatmu di sekolah. Paling tidak, hubungan persahabatan kita mendapat dukungan juga dari mereka!"
Sheila diam. Tak faham maksud perkataan Anggara.
Persahabatan? Hanya persahabatan, untuk apa sampai kakek nenek ku harus mengenal dia juga? Hadeuh...
"Permisi, assalamualaikum... Kakek Nenek, Kakek... salam kenal, hallo,"
Sheila mendekap mulut Anggara yang meracau dibalik pintu rumah kakeknya.
"Ish, Angga!" umpat Sheila membuat Anggara tertawa kecil.
"Iya? Ooo Sheila sudah pulang? Wah, diantar siapa ini?"
Nenek Sheila yang mendengar suara berbisik di depan pintu rumahnya membukakan pintu. Beliau terkejut dan tersipu setelah mengetahui siapa yang sedang krusak-krusuk di depan rumahnya.
"Nenek, kenalkan... Saya Anggara. Teman sebangkunya Sheila. Hari ini saya mengajak Sheila main ke rumah. Makanya Saya kesini ingin bertatap muka pada Kakek Nenek. Saya minta maaf, tidak izin dulu untuk membawa Sheila main ke rumah saya."
Sang Nenek yang menatap Anggara serius langsung menoleh ke arah Sheila.
"Apa ini laki-laki yang dulu,"
"Bukan Nek, bukan! Ini Anggara, rumahnya di jalan Pramuka tiga. Murid SMA KUSUMA NEGARA Kelas 12 IPS 3, teman sebangkunya Sheila. Anggara ini adalah murid berprestasi. Rangking satu di kelas dan peringkat dua di sekolah."
Sheila sangat takut kalau Neneknya salah faham.
Kabar kedekatannya dengan anak laki-laki akan segera dipantau oleh Mama Papanya. Dan kemungkinan besar Sheila akan ditarik pindah kembali ke ibukota seperti yang sudah kedua orang tuanya rencanakan.
Papa Mama memang ingin Sheila tamatkan sekolah menengah atas nya dan pergi kuliah di luar negeri untuk menjadi seorang bisnisman seperti Papanya.
Abell dan Fiko sudah menentukan jalannya. Kakaknya ada yang memilih jurusan kedokteran dan satunya lagi memilih jalur advokasi. Tinggal dia seorang saja. Dan Sheila cenderung ingin menjadi seorang wanita karir yang berhasil di bidang usaha seperti Papanya.
Bahkan Yusherlan dan Susanti sepakat untuk memberikan perusahaan sepenuhnya pada Sheila, anak perempuan mereka yang memang sedari kecil memiliki bakat berdagang dibandingkan dua anak laki-lakinya.
Rencana itu sudah mereka rencanakan jauh sebelum Sheila pindah ke kota tempat tinggal Kakek Nenek.
BERSAMBUNG
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 37 Episodes
Comments