Pagi-pagi sekali Ana sudah bangun dan membantu pelayan untuk menyiapkan sarapan. Ia sungguh merasa tidak enak menumpang di sini tanpa melakukan apa-apa.
"Kau sudah bangun ?" sapa Helena saat melihat Ana berada di dapur.
Ana mengangguk " Saya terbiasa bangun pagi, Nyonya." jawab Ana.
"Jangan panggil Nyonya. Panggil saja mama atau tante." Helena berencana menjadikan Ana sebagai anak angkatnya dan ia sudah membicarakan tentang hal ini kepada Marcelino tadi malam.
Marcelino sangat bersyukur karena Helena mau menerima Ana, tidak seperti kepada Cindy. Istrinya itu sangat ahli dalam menilai seseorang, bahkan yang baru ia kenal.
Setelah sarapan, Ana bermaksud ingin pulang ke rumah Sky. Ia cukup sadar jika masih terikat perjanjian selama dua tahun bekerja di sana.
"Bagai mana, mau kan tinggal bersama kami ?" Helena menatap Ana penuh harap. Ia memang sudah lama menginginkan anak perempuan.
Ana menunduk, tidak tahu harus menjawab apa.
"Apa kau punya masalah ? ceritakan kepada kami. Jangan takut. Om dan almarhum papa mu berteman baik. Sudah seperti saudara." kata Marcelino yang melihat Ana ragu-ragu untuk memutuskan.
Ana beralih ke arah Helena. Wanita yang memiliki sifat seperti almarhum ibu kandungnya. Galak tapi penuh perhatian dan kasih sayang. Melihat Helena seperti melihat ibunya. Ana pun menceritakan apa yang terjadi kepadanya setelah ia di jual oleh ibu tirinya, ia bertemu dengan seorang pria kaya yang menebusnya dari sang mucikari. Kemudian ia terikat perjanjian dengan pria itu selama dua tahun.
"Siapa nama pria itu ?" tanya Marcelino. Ia bermaksud menemui pria itu dan mengganti rugi prihal perjanjian antara pria itu dan Ana.
"Saya hanya memanggilnya Tuan Sky."
Marcelino terdiam sejenak memikirkan nama yang baru saja di sebutkan oleh Ana.
"Kau tahu nama belakang keluarganya ?" tanya Marcelino lagi yang sepertinya tidak kenal dengan nama Sky. Mungkin jika tau nama keluarganya akan lebih mudah untuk menemukan pria itu.
Ana menggeleng. Ia sungguh tidak tahu apa-apa tentang majikannya itu.
"Kau tahu di mana alamatnya ?"
Lagi-lagi Ana menggeleng. Selama satu bulan lebih ia tinggal di sana, hanya beberapa kali ia keluar rumah. Itu pun menggunakan mobil pribadi milik tuannya yang mengantarkan mereka pulang pergi ke pasar.
"Tidak apa-apa. Nanti om akan menyuruh orang untuk mencarinya." kata Marcelino memutuskan. Mereka akan tetap membawa Ana tinggal bersama.
"Terima kasih om, Tante." ucap Ana kepada sepasang suami istri yang sudah membantunya.
Siang harinya Marcelino dan Helena mengantarkan Ana kembali ke rumahnya untuk mengambil barang-barang pribadi milik Ana. Rumah itu sekarang kosong, karena Anita dan Cindy saat ini sedang di tahan sampai sidang di gelar.
Helena mengikuti Ana ke kamar untuk membantu gadis itu berkemas. Ana mulai mengumpulkan barang-barang yang akan ia bawa. Seperti pakaian, kartu identitas, ijazah, pasport dan tidak lupa foto kedua orang tuanya.
Diantara tumpukan barang-barang itu, Helena tertarik untuk mengambil sebuah frame foto di sana. Jantung Helena seketika berdetak cepat ketika matanya melihat dengan seksama foto sepasang suami istri berserta seorang anak perempuan yang berusia lebih kurang lima tahun. Yang ia yakini anak itu pasti Ana.
Helena masih terpaku menatap foto di tangannya itu. Perasaannya seketika menjadi campur aduk.
Ana menghentikan aktivitasnya memasukkan pakaian miliknya ke dalam koper. Ana melihat Helena yang berdiri mematung dengan ekspresi yang tidak terbaca.
Ana mengalihkan pandangannya mengikuti arah pandang Helena. "Itu foto almarhum kedua orang tua ku." Ana melihat satu-satunya harta yang paling berharga miliknya.
Seketika Helena meneteskan air mata, kemudian memeluk erat tubuh Ana penuh haru. Ana membiarkan saja wanita yang baru ia kenal tadi malam itu memeluknya, meskipun ia tidak tahu apa yang membuat Helena jadi menangis.
Beberapa saat Helena masih memeluk Ana sampai tangisannya mereda. Ana memberanikan diri bertanya setelah Helena melepaskan pelukannya.
"Ada apa, Tante ? mengapa menangis ? aku sungguh tidak apa-apa. Aku sudah menerima dengan ikhlas kepergian mama dan papa ku. Mereka sudah tenang di sana." kata Ana meyakinkan.
Helena menggeleng sambil mengusap air mata di pipinya. Bukan itu. Helena bukannya sedih dengan nasib malang gadis itu.
"Tante sangat merindukan mama mu." kata Helena masih dalam terisak.
Ana sangat terkejut mendengar apa yang baru saja Helena katakan.
"Tante mengenal mama ku ?" tanya Ana memastikan.
Mamanya hanya seorang yatim piatu yang dibesarkan di panti asuhan. Tidak punya kerabat dekat lainnya. Begitu yang Ana ketahui dari cerita sang mama. Ana masih mengingat beberapa orang teman mamanya sewaktu sang mama masih hidup dulu, karena saat itu Ana mulai beranjak remaja. Tapi sekalipun ia tidak pernah bertemu dengan Helena.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 78 Episodes
Comments
Katiza binti pma sahabuddeen Katiza
Semoga berjodoh
2024-03-16
0
Katiza binti pma sahabuddeen Katiza
Ana tu lah jodoh mu aku
2024-03-16
0
Em Mooney
wah... siapa naruh bawang
2024-02-25
0