Hari segera berlalu dengan cepat, satu minggu berlalu se cukup cepat sejak semester baru dimulai.
Ini juga yang belakangan membuat Alena merasa sangat terganggu, karena selama seminggu itu dirinya benar-benar harus bertemu Sean terus.
Dan sekarang awal minggu di mana akhir pekan terakhir lalu itu artinya alina harus melihat wajah orang menyebalkan itu lagi.
Belum lagi, di beberapa kelompok belajar mereka berdua harus satu kelompok.
"Alena? Kenapa wajahmu terlihat cemberut seperti itu?" Tanya Julio yang kebetulan hari itu berangkat ke kampus bersama dengan adik kembarnya itu.
"Hanya terlalu menyebalkan untuk membicarakan nya,"
"Owh, soal kamu yang satu kelas dengan Sean?"
Alena yang terkejut karena kakaknya bisa tahu soal hal itu.
"Kenapa kamu bisa tahu?"
"Yah, Bahkan Para Pengemar Sean sampai ke Fakultasku, dan mulai bergosip soal idola mereka itu, aku hanya tidak sengaja mendengar gosip-gosip itu. Tentang Sean sepertinya bertemu dengan saingan dan musuhnya di beberapa kelas yang sama, itu pasti kamu? Siapa lagi?"
Alena yang mendengar itu hanya bisa menghela nafas dan berkata dengan kesal,
"Sungguh? Orang semacam itu memiliki penggemar? Apa yang dia lihat dari orang itu?"
Julio yang ditanya itu segera mengangguk dan berkata,
"Para gadis-gadis itu memang sangat aneh, kecuali wajahnya, tidak ada yang baik tentang Sean, ah benar kepintarannya, dan kelicikannya mungkin harus ditambahkan pada data,"
"Sudahlah aku tidak mau lagi mendengar soal sampah itu lagi,"
Julio lalu berbisik di telinga adiknya itu, hingga hanya adiknya yang tahu.
"Tapi Dia masih suamimu, Ah~"
Tentu saja itu adalah bentuk sebuah ejekan kepada adiknya.
Alena segera menuju perut Kakaknya itu karena kesal.
"Berhenti meledekku!"
Sisa perjalanan itu berlangsung dengan damai, dan Alena sudah tiba di ruang kelasnya, melihat ke arah sekeliling belum ada wajah menyebalkan itu.
"Alena? Kamu akhirnya datang," sapa salah satu teman Alena, yaitu Fanni.
"Selamat Pagi, Fanni, kenapa kamu sangat bersemangat di pagi hari seperti itu?"
"Aku dengar di kelas Sistem Informasi, kamu satu kelas dengan Junior yang Tampan itu?"
"Junior tampan? Siapa maksudmu?" Tanya Alena heran.
"Vano, Vano Vincent, siapa lagi? Yang ada di Organisasi yang sama juga dengamu,"
"Ah dia benar kami kebetulan satu kelas, Aku tidak tahu kalau dia begitu populer,"
"Ya, dia cukup Populer di Kampus, salah satu Mahasiswa paling Tampan di angkatannya, Ah~ Dia terkenal dengan sikap dinginnya, dan kepintarannya,"
"Jadi ada hal-hal semacam itu di kampus?"
"Benar, sekali."
"Lalu jika di angkatan kita?"
Temen Alena itu, sedikit ragu untuk mengatakannya namun segera berbisik ke Alena.
"Sean tentu saja, yah Aku tahu kamu membencinya, tapi memang dia cukup populer di antara para gadis gadis baik di antara junior ataupun junior bahkan di angkatan kita, senyumannya itu cukup memukau,"
Alena yang sekali lagi dalam hari ini mendengarkan pujian tentang Sean jelas merasa sangat tidak senang.
"Hah, tidak ada yang baik soal dia,"
Namun segera ketika mereka berdua asik berbicara, orang yang mereka bicarakan segera memasuki kelas dan melewati mereka berdua.
Tatapan Sean sepintas bertemu dengan tatapan Alena, namun segera mengabaikan nya dan memilih duduk jauh-jauh dari dia.
Fanni memperhatikan bagaimana sahabatnya itu memiliki ekspresi yang tidak senang.
"Baik, mari abaikan soal pembicaraan tentang Sean. Bagaimana jika kita melanjutkan pertanyaanku yang tadi soal Vano?"
"Apa? Aku hanya kebetulan saja satu kelas dengannya,"
"Hah tapi, kamu sangat beruntung sekali bisa satu kelas dengan seorang pria tampan seperti itu, apalagi mendapatkan Dosen yang baik disana, tidak tahukah kamu seberapa menderita aku di kelas sebelah? Sudah gurunya killer tidak ada mahasiswa tampan sama sekali di kelas,"
Alena yang mendengar keluhan dari temannya itu hanya tertawa dan berkata,
"Hah, kamu itu ke kampus ingin belajar atau ingin mencari pacar?"
"Tentu saja dua-duanya kalau bisa, memangnya kamu tidak?"
Alena hanya bisa menggeleng-geleng kan kepala ketika mendengar keinginan temannya itu.
"Astaga, tentu saja tidak aku hanya fokus belajar saat ini,"
"Kamu itu selalu saja seperti itu, tanya fokus belajar kalau begitu kehidupan cintamu pasti akan sangat suram,"
"Ini hanya belum saatnya,"
"Lalu, apakah kamu sudah pernah jatuh cinta sebelumnya?"
Ketika mendapatkan pertanyaan itu, Alena tiba-tiba teringat dengan siluet seseorang tertentu.
Pemuda yang sering dirinya temui di perpustakaan saat SMA, yang juga belum lama ini dirinya temui.
Apakah itu termasuk jatuh cinta?
Dirinya tidak pernah merasakan sesuatu seperti itu jadi jelas dirinya menjadi bingung.
Hanya, jantungnya terasa berdebar lebih kencang ketika bersama dengan orang itu.
Rasa rindu saat tidak bisa melihat wajahnya dan sangat ingin bertemu dengannya...
Perasaan senang saat dirinya tahu lebih banyak soal pemuda itu...
Apakah ini cinta?
Tapi ketika memikiran soal dirinya kemungkinan jatuh cinta pada pemuda itu, ekpersi Alena menjadi sedikit memerah, hal itu jelas dilihat oleh temannya itu.
"Astaga, jadi kamu juga pernah jatuh cinta? Dimana orang yang kamu sukai itu? Aku benar-benar ingin melihatnya,"
Teman Alena itu, cukup bersemangat sampai mengatakan itu dengan cukup keras, sampai bisa di dengar oleh Sean yang ada di kursi seberang, tidak begitu jauh karena itu satu-satunya tempat yang kosong sebelumnya.
"Sttt... Kamu itu jangan keras-keras kalau berbicara,"
Sean yang sedang meminum kaleng kopinya itu, jelas hampir tersedak ketika mendengar soal Alena yang jatuh cinta pada seseorang.
Ekpersinya segera memucat.
"Sean? Ada apa dengan wajahmu? Apa kamu tiba-tiba terlihat kesal?" Tanya salah satu teman Sean.
"Apa aku tidak kenapa-napa diamlah saja,"
"Hah, namun aku tiba-tiba melihat ekspresi mu berubah seperti kamu kesal pada sesuatu,"
"Sudahlah, jangan di pikirkan,"
Sean sendiri cukup terkejut dengan reaksi yang dirinya miliki, ya kenapa dirinya merasa kesal?
Dirinya jadi teringat ketika Alena sebelumnya jalan bersama seorang mahasiswa dengan akrab.
Ini adalah perasaan kesal yang tidak dirinya mengerti, namun ini seperti bukan perasaan miliknya.
Sudahlah, Sean memilih untuk tidak terlalu memikirkan hal-hal tidak jelas ini.
Dan begitulah, akhirnya mata Kuliah itu segera dimulai dengan kedatangan dosen.
"Baik, aku akan meminta masing-masing dari Kelompok untuk duduk bersama-sama untuk memudahkan diskusi kita sekarang,"
Ekpersi Alena dan Sean yang mendengar itu jelas merasa tidak nyaman.
Karena itu artinya dua orang itu akan berhadap-hadapan dan duduk bersama, hal yang paling buruk, namun jelas mereka tidak memiliki pilihan lain.
Alena sekarang terpaksa duduk disamping Sean, diam-diam Alena menatap pemuda itu, yang saat ini sedang meletakkan kaleng kopi hitamnya di atas meja.
Hah, pemuda itu menyukai kopi?
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 51 Episodes
Comments