Alena melihat tentang bagaimana pemuda yang ada di hadapannya itu menggelengkan kepalanya terlihat sekali sepertinya benar-benar tidak tahu soal kesamaan jadwal mereka.
Namun bukankah cukup aneh jika pemuda itu memiliki jadwal yang sama dengan dirinya, padahal mereka tidak janjian sedikitpun.
Sudah biasa di antara beberapa teman baik untuk membuat janji membuat jatwal bersama, agar nanti bisa masuk kelas yang sama, dirinya juga memutuskan membuat jadwal ini setelah berdiskusikannya dengan beberapa teman baiknya.
Jadi untuk sebuah kebetulan bahwa pemuda yang ada di depannya ini benar-benar memiliki jadwal yang sama dengannya benar-benar terlalu mustahil.
Pemuda di hadapannya ini tentu saja sangat licik siapa yang tahu jika dia menggunakan beberapa informan untuk mendapatkan jadwal miliknya, atau sesuatu.
"Kamu jangan berbohong, jika hanya 2 atau 3 kelas yang sama aku akan memakluminya namun ini hampir semua kelas sama,"
Sean tentu saja tidak bisa mengatakan yang sebenarnya tentang jadwal miliknya yang tiba-tiba berubah pada hari terakhir pendaftaran kelas.
Dirinya kurang lebih memiliki sedikit tahu, tentang siapa seseorang yang merubah jadwalnya sampai seperti ini.
'Dia'
Pelakunya benar-benar sangat jelas.
Namun untuk membuat jadwal ini sama dengan jadwal Alena, bukankah itu terlalu aneh?
Sean sendiri merasa jika dirinya benar-benar tidak tahu apapun soal jatwal Alena, jadi bagaimana bisa 'Dia' tahu soal jadwal Alena?
Apakah melalui penyelidikan?
Dirinya cukup yakin anak buahnya tidak pernah diminta untuk melakukan hal-hal omong kosong semacam itu.
Apakah ini benar-benar kebetulan?
"Sudahlah tidak penting pula terlalu memikirkannya, ini mungkin hanya sebuah kebetulan yang tidak disengaja, apakah kamu tidak lihat juga bahkan walaupun kita ada di kelas yang sama kemungkinan kita ada di satu kelompok bukannya kecil? Kangen lihat lagi 2 kelas kita bahkan memiliki kelompok yang sama?"
Alena yang mendengar soal penjelasan itu, hanya segera mengangguk seolah mengerti, mungkin itu hanya sebuah kebetulan murni.
Mungkin dirinya saja yang terlalu sial harus mendapatkan kelas yang sama juga kelompok yang sama dengan pemuda menyebalkan ini.
"Sudahlah kamu mungkin benar ini mungkin saja aku yang sedang memiliki nasib sial,"
Sean yang mendengar tentang berada satu kelas dengan dirinya disebut nasib sial jelas menjadi cukup kesal dan berkata juga,
"Harusnya aku yang merasa sangat sial karena memiliki kelas yang sama denganmu!"
Setelah mendengar hal-hal itu, Alena merasa jika percakapan mereka jika dilanjutkan tidak akan ada untungnya yang ada hanya malah menambah emosi saja, Alena lalu segera mengembalikan ponsel Sean dan memutuskan untuk pergi dari sana.
Setidaknya jadwal kelas hari ini sudah selesai, jadi setidaknya setelah ini dirinya tidak akan lagi melihat wajah pemuda menyebalkan itu.
Dan karena sekarang dirinya memiliki waktu luang, teman-temannya yang lain juga toh sudah pada pulang duluan, jadi Alena berpikir untuk pergi ke perpustakaan.
Mungkin saja nanti dirinya bertemu dengan orang itu?
Itu benar dirinya sebelumnya sudah pernah mengirimkan jadwal miliknya pada orang itu, agar lebih memudahkan untuk mereka nantinya bisa bertemu di perpustakaan, ya karena pemuda itu tidak memberikan jadwal atau informasi soal fakultas yang dia miliki hanya ini yang bisa Alena lakukan, dirinya berharap pemuda itu akan pergi ke perpustakaan saat dirinya juga sedang tidak memiliki jadwal kuliah.
Ketika Alena pergi ke perpustakaan seperti yang dirinya juga tempat itu masih cukup ramai dengan beberapa mahasiswa bahkan walaupun ini sudah sore.
Alena memutuskan untuk berkeliling sambil mencari dan melihat-lihat materi buku yang kira-kira cocok untuk salah satu mata kuliahnya, kali ini dirinya sengaja duduk di dekat pintu untuk memastikan jika ada seseorang yang masuk dirinya akan tahu.
Sayangnya sampai 1 jam Alena berada di sana, dirinya tidak melihat seseorang yang dicarinya untuk datang.
Padahal dirinya cukup menantikan untuk bertemu dengan orang itu, mereka tidak benar-benar berjanji akan langsung bertemu pula, hanya mungkin saja bukan bisa langsung bertemu di hari pertama?
Pada akhirnya Alena menunggu lagi dan membaca buku-buku di sana sampai setengah jam berlalu dan saat ini sudah menunjukkan pukul lima lebih.
Alena pikir mungkin hari ini bukan saatnya, Alena segera membereskan buku-buku itu berniat untuk meninggalkan perpustakaan.
Tepat ketika Alena sudah selesai dengan Acara beres-beres, dan berniat keluar dari perpustakaan itu, tepat di depan pintu dirinya malah bertemu dengan sosok yang cukup familiar.
"Rupanya aku terlambat, kamu sudah akan pulang bukan?"
"Xavier? Apakah kamu baru saja keluar dari kelas?"
Pemuda itu hanya segera tersenyum dan menganggukkan kepalanya,
"Ya, kamu benar, apakah kamu sudah menunggu lama?"
Alena yang ditanya itu segera merasa malu dan wajahnya sedikit memerah, bagaimanapun juga mereka tidak benar-benar memiliki janji secara spesifik namun dirinya untuk waktu yang cukup lama.
Mengakui hal ini di depan pemuda itu jelas membuat Alena merasa cukup malu karena ini sama saja mengatakan dirinya memiliki beberapa perasaan untuk pemuda yang ada di depannya itu, padahal mereka belum lama bertemu.
"Tidak tidak aku hanya di sini untuk mencari materi untuk mata kuliah besok,"
"Jadi begitu, sekarang apakah kamu sudah mau pulang?"
Alena yang ditanya itu menjadi bingung harus menjawab apa, jika dirinya mengatakan akan pulang apakah mereka berdua akan segera berpisah?
Padahal mereka baru saja bertemu.
Pemuda itu melihat bagaimana gadis yang ada di depannya itu menjadi diam dan dirinya segera memiliki sebuah ide yang cukup bagus.
"Atau bagaimana jika kita sedikit mengobrol di cafe dekat sini?"
Alena yang mendengar ide itu seberapa melakukan kepalanya.
"Tentu saja, mari kita pergi,"
Keduanya lalu segera berjalan keluar dari kampus, lalu segera menuju ke Cafe yang ada di depan kampus.
Saat ini sudah sore hari jadi wajar jika kafe itu cukup ramai, sangat mereka berdua berhasil mendapatkan tempat yang cocok.
Keduanya, lagu segera dihadapkan dengan daftar menu.
Ini adalah pertama kalinya dirinya bisa makan di luar dan bersantai seperti ini bersama dengan pemuda yang ada di hadapannya, ini jujur membuat Alena gugup.
Melihat ke daftar menu, pemuda yang ada di hadapan Alena itu segera bertanya,
"Apa yang ingin kamu pesan?"
Alena segera menatap daftar menu yang ada di hadapannya, Cafe ini memang cafe yang memiliki aneka menu kopi yang sangat enak, para mahasiswa dan mahasiswi cukup suka untuk nongkrong di tempat ini bersama teman-temannya entah mengadakan tugas bersama atau sekedar bersantai, lagi pula lokasinya dekat dengan kampus pula.
"Aku Caramel Coffee Jelly Frappuccino, bagaimana denganmu?"
"Vanilla Cream Frappuccino,"
Alena cukup terkejut ketika pemuda itu memesan sesuatu seperti itu, biasanya Pria akan lebih menyukai sesuatu seperti menu kopi terutama karena kopi di tempat ini cukup enak, namun pemuda yang ada di depannya ini memesan sesuatu yang tidak mengandung kopi.
Alena mulai memiliki beberapa tebakan,
"Apakah kamu tidak menyukai kopi?"
"Ya, kamu benar, aku memang tidak suka dengan kopi, aku lebih menyukai rasa vanila,"
"Ah, jadi begitu, kalau Aku lebih menyukai Caramel Coffe disini, rasanya cukup enak,"
Alena yang untuk pertama kalinya tahu hal-hal yang disukai pemuda itu jelas merasa cukup senang, membuat dirinya lebih banyak mengenal pemuda itu.
Keduanya mulai bercakap-cakap dengan asyik di cafe itu, sebenarnya Alena yang lebih banyak berbicara daripada pemuda itu, dam pemuda itu hanya mendengarkan apa yang Alena katakan.
"Jadi kamu hari ini bertemu dengan seseorang yang menyebalkan di tiga kelas yang kamu miliki?"
"Itu benar sekali apalagi jadwal kita kebetulan sama hah untuk memikirkan aku harus melihat wajahnya selama satu semester kedepan terlebih berada dalam satu kelas benar-benar membuatku kesal,"
"Pffff... Apakah kamu sangat membencinya?"
"Tentu saja aku sangat membencinya,"
"Kamu jangan terlalu membenci seseorang malah nanti kamu bisa jatuh cinta dengannya,"
"Apa? Mana mungkin hal semacam itu bisa terjadi? Melihat sikap dan perlakuannya saja sudah cukup untuk membuatku marah dan kesal, belum lagi jika aku mengingat apa yang pernah orang itu lakukan pada keluargaku, terutama pada kakakku,"
"Memangnya apa itu?"
Alena merasa dirinya terlalu banyak bicara sebaiknya hal-hal seperti ini tidak perlu terlalu dibicarakan kepada orang luar bukannya dirinya tidak percaya pada pemuda yang ada di depannya ini namun lebih ke dirinya tidak ingin membuat pemuda yang ada di depannya ini menjadi terlibat dalam urusan memuaskan antara keluarganya dan keluarga Sean.
"Pokoknya hal yang menyebalkan,"
"Aku cukup terkejut ternyata kamu bisa juga marah pada seseorang,"
"Jadi menurutmu aku ini seperti malaikat yang tidak pernah marah begitu?"
Alena hanya mengatakan itu sebagai lelucon, mana tahu jawaban dari pemuda yang ada di hadapannya itu membuat dirinya begitu terkejut.
"Ya, menurutku kamu itu seperti malaikat yang sangat cantik dan baik hati sangat beruntung aku bisa bertemu denganmu,"
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 51 Episodes
Comments