Alena masih tidak mempercayai, pertemuannya dengan orang yang ada di depannya itu.
Seorang pemuda yang masih mengenakan sebuah kacamata yang cukup tebal dan menutupi sebagian matanya dengan poni miliknya.
Hanya cara dia berpakaian saja yang berbeda, dulu dia selalu mengenakan sebuah seragam sekolah yang sangat rapi, namun sekarang dia menggunakan baju casual yang cukup bebas, sebuah kemeja dan celana kain, yang terlihat cukup rapi juga.
Ketika melihat gayanya cukup aneh itu, Alena merasa semakin yakin jika ini adalah orang yang selama ini dirinya rindukan.
"Ini benar-benar kamu, Xavier?"
Pemuda yang ada di hadapannya itu lalu tersenyum ramah dan berkata,
"Ya ini adalah aku siapa lagi memang menurutmu?"
Alena yang mendengar itu segera menunjukkan ekspresi kecewa dan kemarahannya mengingat hal-hal yang ada di masa lalu.
"Kamu dulu menghilang tanpa kabar apapun, bahkan aku tidak tahu bagaimana cara agar aku bisa bertemu denganmu, menghilang begitu saja seolah-olah kamu tidak pernah ada, tidakkah kamu perlu menjelaskan semuanya padaku?"
Mendengar pertanyaan itu pemuda yang ada di depan Alena itu segera menunjukkan ekspresi sedih, dan segera berkata,
"Dulu ada hal-hal mendesak, maaf karena tidak pernah bisa mengucapkan selamat tinggal padamu dengan layak,"
Alena yang mendengar nada penuh penyesalan dan kesedihan itu entah kenapa merasa aneh.
"Aku tidak butuh ucapan selamat tinggal darimu, aku hanya sangat bingung karena tidak bisa menghubungimu, kamu bahkan tidak pernah memberikan nomor ponsel atau alamat emailmu, tidakkah kamu terlalu jahat? Dan ketika kamu menghilang menyadari aku tidak bisa menghubungimu, aku merasa jika aku sebenarnya tidak tahu apapun tentang kamu,"
"Aku minta maaf,"
"Aku akan memaafkanmu sekali ini saja, jadi sekarang berikan aku nomor ponselmu," kata Alena terlihat cukup menuntut.
"Aku tidak memiliki ponsel,"
Mendengar jawaban itu, Alena jelas merasa kecewa, dirinya sendiri tidak tahu situasi keluarga dari pemuda yang ada di depannya itu.
Untuk berpikir di zaman yang cukup yang di semacam ini, tidak memiliki ponsel?
Alena lalu menatap pakaian yang dipakai pemuda itu, pakaian yang dia pakai terlihat cukup baru dan bagus, walaupun itu terlihat seperti bukan barang branded.
"Aku akan memberimu alamat emailku, mungkin ketika aku bisa tersambung ke internet aku akan membalas pesanmu,"
Setelah mendengar kata-kata itu, Alena segera mengeluarkan ponselnya dan memberikan pada pemuda itu, agar bisa menulis alamat emailnya.
Setelah menerima alamat email itu Alena setidaknya merasa cukup lega karena akan bisa menghubungi pemuda itu.
Namun sekarang ada keheningan di antara keduanya.
Sejujurnya ada terlalu banyak kata yang ingin Alena katakan pada pemuda yang ada di hadapannya itu.
Namun dirinya terlalu bingung untuk menyusun kata-kata.
Pemuda itu, menatap gadis yang ada di hadapannya itu yang terlihat diam, mencoba untuk mencari topik pembicaraan.
"Kamu sedang mencari buku di sini? Sepertinya kamu tidak berubah masih sangat rajin seperti dulu,"
Mendengar kata-kata dari pemuda yang ada di hadapannya itu, Alena tersadar dari lamunannya dan segera membalas,
"Ya aku hanya mempersiapkan buku-buku untuk semester depan, lalu bagaimana denganmu?"
"Aku hanya ingin menghabiskan waktu di tempat ini,"
"Aku kira kamu sama sepertiku mencari buku-buku untuk semester depan, emm kamu kuliah di tempat ini juga?"
"Ya, aku juga ada di kampus ini,"
"Kupikir aku tidak pernah melihatmu, sepertinya kita dari jurusan yang berbeda, Aku dari Fakultas Ekonomi dan Bisnis, bagaimana dengan kamu?"
Ya, Alena jelas saja ingin tahu lebih banyak tentang sosok pemuda yang ada di depannya itu, dulu bahkan dirinya tidak tahu pemuda itu berasal dari kelas mana, membuatnya menjadi begitu sulit untuk menemukan informasi soal dia, jadi kali ini ketika mereka bertemu kembali dirinya akan memastikan bisa tahu lebih banyak soal pemuda yang ada di depannya itu.
Ketika ditanya itu bukannya menjawab namun pemuda itu malah balik bertanya,
"Menurutmu aku akan mengambil jurusan apa?"
Alena yang tiba-tiba ditanya itu segera menjadi terdiam, teringat lagi tentang masa-masa mereka masih di SMA.
Mereka pernah menghabiskan waktu untuk memikirkan tentang universitas mana yang ingin mereka masukin, juga soal jurusan apa yang ingin mereka masuki.
Dirinya memang pernah mengatakan soal universitas mana yang ingin dirinya masuki, namun pemuda yang ada di hadapannya tidak pernah mengatakan ingin masuk universitas mana.
Hanya, dia pernah menceritakan, ingin memasuki Fakultas apa.
"Apakah kamu akhirnya memilih Fakultas seni?"
"Aku harap aku bisa masuk ke fakultas seni, namun sayangnya tidak,"
"Lalu fakultas apa yang kamu masukin?"
"Aku akan memberitahumu di hari berikutnya kita bertemu lagi,"
Alena melihat jika sepertinya tidak ada yang berubah dari pemuda yang ada di hadapannya itu, masih cukup misterius seperti yang dulu, selalu memiliki banyak misteri yang tidak dirinya tahu.
"Lalu kapan kita akan bertemu lagi?"
"Mungkin ketika awal semester dimulai, aku yakin kita akan bertemu lagi,"
"Kamu baru saja mengatakan itu seolah kamu ingin segera pergi,"
Pemuda itu lalu tersenyum dan berkata,
"Aku benar-benar minta maaf namun aku tidak memiliki banyak waktu hari ini, aku sudah ada di perpustakaan ini cukup lama,"
Alena jelas menunjukkan ekspresi kesal ketika mendengar itu.
"Kita bahkan baru saja bertemu kenapa kamu sudah ingin pergi?"
"Maafkan Aku, Lena, lain kali kita bertemu aku pasti akan menghabiskan lebih banyak waktu denganmu," kata Pemuda itu, yang terlihat hendak pergi dari sana.
Alena jelas tidak bisa membiarkan itu dan memegang tangan pemuda itu.
"Tunggu dulu... Kita akan benar-benar bertemu lagi bukan?"
"Ya, kita pasti akan bertemu lagi," kata pemuda itu, sambil melepaskan tanga Alena, lalu mulai membelai rambut Alena, sesuatu yang dulu sering dirinya lakukan pada gadis itu.
Pertemuan itu berlangsung cepat secepat pertemuan itu berakhir.
Alena hanya bisa menatap sosok kepergian pemuda itu yang saat ini melambaikan tangan padanya.
Tepat ketika pemuda itu pergi, Alena akhirnya teringat sesuatu yang sangat penting yang lupa ingin dirinya tanyakan.
Yaitu nama lengkap dari pemuda itu.
Walaupun nama Xavier mungkin sesuatu yang cukup umum....
Alena merasa percuma saja memikirkannya mungkin nanti bisa dirinya tanyakan lewat email yang diberikan tadi.
Dan sekarang Alena hendak pergi dari situ sampai dirinya merasa menginjak sesuatu.
Menatap ke arah bawah dirinya menemukan sebuah gelang.
"Huh? Apakah ini milik Xavier tadi? Sebuah gelang tali? Ini terlihat seperti gelang-gelang yang belakangan ini cukup populer di kalangan para mahasiswa?"
Alena lalu menatap gelang itu dengan seksama, dan ketika menatap gelang itu lebih detail, Alena memperhatikan ada sebuah tanda merk di gelang itu.
Ini bukannya gelang branded yang cukup mahal?
Atau mungkin ini bukan milik Xavier?
Namun tadi dirinya memang sifat merasakan memegang kedua belah ketika menarik tangan orang itu, mungkinkah ini ikut tertarik hingga jatuh?
Atau jangan bilang ini merupakan sebuah hadiah dari seseorang?
Alena jelas merasa jika, orang itu bukan tipe yang akan memakai gelang-gelang semacam ini.
Seseorang yang suka memakai aksesoris gelang semacam, biasanya orang-orang seperti Sean, owh Kakaknya Julio juga memakainya, karena itu memang hal populer di kalangan kampus.
Tunggu kenapa dirinya malah ingat orang menyebalkan itu pula?
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 51 Episodes
Comments