Ayana memasak bersama Wulan dan Bu Lastri. Ketiga perempuan itu memasak sambil mengobrol dan bersenda gurau. Ayana nampak sangat bahagia berada di rumah Wulan.
"Assalamu'alaikum. Bapak pulang!"suara seorang pria terdengar dari pintu depan.
"Wa'alaikumus salam","sahut ketiga perempuan di dalam dapur itu.
"Bapak pulang, Bu!"ucap Wulan dengan senyum lebar di bibirnya, langsung berlari ke pintu depan sedangkan Bu Lastri hanya tersenyum seraya menggelengkan kepalanya pelan, kemudian menyusul putrinya. Ayana pun ikut mengekor di belakang Bu Lastri.
Ayana melihat Wulan menghampiri ayahnya dan langsung mencium tangan ayahnya. Bu Lastri pun melakukan hal yang sama dengan Wulan. Ayana yang melihat itu pun ikut-ikutan mencium punggung tangan ayah Wulan.
"Loh, ini siapa? Kok ada bidadari di rumah kita, Bu?"tanya ayah Wulan menatap Ayana.
"Ini teman Wulan, Pak. Namanya Ayana. Dia dari kemarin menginap di rumah kita,"jelas Bu Lastri.
"Wahh.. bapak jadi punya dua anak gadis lagi, dong. Mana cantik-cantik lagi,"ujar Pak Parman ayah Wulan seraya tertawa.
"Ya sudah, bapak mandi dulu, sana! Setelah itu kita makan malam bersama,"ujar Bu Lastri.
"Iya. Eh, ini bapak bawa martabak manis buat kalian,"ucap Pak Parman mengangkat kantong plastik berisi martabak di tangan kirinya.
"Terimakasih, Pak,"ucap Wulan mengambil kantong plastik itu dengan senyum lebar.
"Sama-sama,"sahut Pak Parman dengan senyum yang menghias bibirnya.
"Ayo, pada masuk!"ajak Bu Lastri masuk terlebih dulu.
Ayana tertegun melihat kehangatan keluarga Wulan. Walaupun mereka hidup di rumah yang sederhana, memakan masakan yang sederhana, dan juga memakai pakaian yang sederhana, tapi mereka tampak bahagia. Tidak seperti keluarganya yang memiliki banyak uang tapi tidak pernah punya waktu luang untuk makan bersama, apalagi berkumpul bersama.
"Loh, anak gadis yang satu ini kok malah bengong? Ayo masuk!"ajak pak Parman menyentuh kepala Ayana lembut.
"Ah, iya, Pak,"sahut Ayana semakin merasa terharu saat Pak Parman yang menyentuh kepalanya dengan lembut. Bibir gadis itu tersenyum tipis, tapi matanya berkaca-kaca. Bahkan Ayana tidak ingat kapan kedua orang tuanya merangkulnya seperti Bu Lastri dan menyentuh kepalanya seperti Pak Parman.
Setelah makanan dihidangkan dan semua sudah duduk di kursi meja makan, mereka pun berdo'a terlebih dahulu sebelum menyantap makan malam mereka.
"Wahh . bapak senang sekali. Akhirnya bapak bisa makan masakan ibu yang lezat ini. Mana lauknya malam ini banyak lagi. Uang belanja ibu masih banyak, ya? Tumben masakannya banyak,"ucap Pak Parman nampak tidak sabar menunggu Bu Lastri yang sedang mengambilkan nasi dan lauk pauk untuknya.
"Ini tadi Ayana, yang membelikan sayuran buat ibu. Jadi masaknya agak banyak,"ujar Bu Lastri.
"Wah . Ayana baik banget, tahu saja kalau ibu cuma punya uang belanja sedikit. Gara-gara uang belanjanya kebanyakan buat nyicil kreditan. Ibu pasti akan senang jika Ayana sering menginap di sini dan sering-sering membelikan ibu sayuran,"ujar Pak Parman tertawa renyah.
"Bapak nggak usah di omongin juga kali! Malu sama Ayana,"ujar Bu Lastri cemberut karena suaminya yang terlalu jujur.
"Aku akan senang jika bapak dan ibu mengijinkan aku tinggal di sini bersama kalian,"ujar Ayana serius.
"Nggak apa-apa, Ay. Kami malah senang kalau kamu tinggal bersama kami. Apalagi kalau sering-sering di belikan sayur,"ujar Pak Parman tanpa dosa.
"Bapak.! Bapak ini benar-benar malu-maluin!"geram Bu Lastri seraya mencubit paha Pak Parman.
"Aduh.! Aduh.! Ampun, Bu, sakit!"ujar Pak Parman seraya meringis memegang tangan Bu Lastri.
"Habisnya, bapak malu-maluin,"cetus Bu Lastri dengan mata melotot pada Pak Parman.
Ayana mengulum senyum menahan tawa melihat interaksi Pak Parman dan Bu Lastri. Ayana merasa senang tinggal di tengah-tengah keluarga Wulan.
"Nggak apa-apa, kok, Bu. Uang jajanku banyak, masih lebih kalau cuma buat membelikan ibu sayur. Tenang saja, asalkan aku boleh tinggal di sini, urusan belanja sayur, biar aku yang tanggung jawab,"ujar Ayana serius.
"Nggak usah, Ay. Bapak memang suka bercanda,"ujar Bu Lastri tersenyum tipis merasa tidak enak pada Ayana. Tapi begitu menatap pada pak Parman, wajah Bu Lastri jadi cemberut,"Dasar bapak ini!"gerutu Bu Lastri.
"Ibu nggak usah cemberut gitu! Apa pengen bibirnya itu di cium bapak,"ujar pak Parman seraya mencolek dagu Bu Lastri dengan tatapan genit.
"Plak "
"Aduh!"rintih pak Parman karena tangannya di pukul Bu Lastri.
"Bapak ini, kalau ngomong di jaga! Malu! Ada anak-anak!"tukas Bu Lastri merasa kesal.
"Ibu ini memang seperti cabai, pedas-pedas bikin penasaran dan ngangenin,"gombal Pak Parman.
"Nggak usah nggombalin ibu. Cepat makan! Pinggang suka encok saja masih genit,"gerutu Bu Lastri.
"Iya, iya, Bu. Tapi walaupun kadang encok juga masih perkasa, lah, Bu,"sahut Pak Parman percaya diri, malah mengedipkan sebelah matanya pada Bu Lastri.
"Bapak..!"geram Bu Lastri lalu menjewer telinga Pak Parman.
"Ampun, Bu, sakit!"pekik Pak Parman seraya memegang tangan Bu Lastri yang menjewer telinganya.
"Diam dan makan dengan tenang!"titah Bu Lastri dengan wajah galak.
"Iya, iya. Bapak akan makan dengan tenang,"sahut Pak Parman hingga akhirnya Bu Lastri melepaskan telinga Pak Parman.
"Sepertinya bapak benar-benar jadi anggota PSTI, Lan. Persatuan Suami-suami Takut Istri. Ibumu benar-benar galak kayak macan betina"bisik Pak Parman pada Wulan yang ternyata masih bisa di dengar Bu Lastri.
"Bapak ngomong apa barusan?"tanya Bu Lastri penuh penekanan dengan aura mengintimidasi.
"Nggak! Bukan apa-apa, kok, Bu,"sahut Pak Parman seraya meraih air minum.
"Bapak! Kenapa bapak minum airnya kobokan?"tanya Wulan yang melihat bapaknya bukan meraih gelas air minum, tapi mangkok yang berisi air kobokan.
"Brurr"
"Bapak..!"teriak Bu Lastri dan Wulan. Pasalnya saat Pak Parman menyadari jika dirinya meminum air kobokan, pria paruh baya itu malah tanpa sengaja menyembuhkan air kobokan yang baru saja di minumnya ke wajah Wulan. Ayana tertawa terbahak-bahak melihat apa yang baru saja terjadi. Sungguh, keluarga Wulan benar-benar keluarga yang membuat Ayana melupakan kesedihan dan kesepiannya karena keluarganya sendiri.
Wulan yang sudah terbiasa dengan tingkah kedua orang tuanya pun hanya bisa geleng kepala, mengelap wajahnya yang basah karena disembur air kobokan oleh ayahnya. Sedangkan Ayana nampak masih sulit untuk berhenti tertawa menahan tawa.
"Maaf, bapak nggak sengaja,"ucap Pak Parman penuh penyesalan.
Malam itu, Ayana kembali menginap di rumah Wulan. Setelah makan malam penuh drama, mereka pun belajar bersama dan mengerjakan tugas sekolah mereka. Ayana nampak semakin akrab dengan Wulan dan merasa senang berada di tengah-tengah keluarga Wulan. Sementara itu, Pak Parman dan Bu Lastri juga masuk ke kamar mereka.
"Sudah tertangkap belum, pak, orang yang mencuri uang?"tanya Bu Lastri yang mengetahui jika kemarin malam Pak Parman tidak pulang karena toko sembako tempatnya bekerja kemalingan.
"Sudah, Bu. Ternyata malingnya di bantu oleh orang dalam, teman bapak sendiri. Hampir saja bapak di tangkap polisi karena di fitnah teman bapak itu. Untung saja ada cctv tersembunyi di toko itu yang bisa membuktikan siapa yang salah dan siapa yang benar. Kalau tidak, bapak bakal masuk penjara,"jawab pak Parman menghela napas berat.
"Syukurlah kalau begitu. Bapak jadi orang kepercayaan bos, dan diberikan gaji lebih banyak dari karyawan lain. Jadi wajar kalau ada yang iri. Karena itu bapak harus lebih berhati-hati,"ujar Bu Lastri.
"Iya, Bu. Bapak akan lebih berhati-hati,"sahut Pak Parman.
...🌟"Bahagia itu sederhana, tapi sungguh berharga."🌟...
..."Nana 17 Oktober"...
...🌸❤️🌸...
.
.
To be continued
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 264 Episodes
Comments
Dewi S Ayunda
kak nana ak mampir disini.... lope lope sekebonnn
2023-12-22
2
❤️⃟Wᵃf🤎⃟ꪶꫝ🍾⃝ͩDᷞᴇͧᴡᷡɪͣ𝐀⃝🥀ᴳ᯳
Huuaaa bahagianya melihat pemandangan yang indah... 😍😢😘😘 💖💖💖
Suka banget ma keluarga Wulan. tulus, baik, humoris dan ramah.
2023-10-04
1
❤️⃟Wᵃf🤎⃟ꪶꫝ🍾⃝ͩDᷞᴇͧᴡᷡɪͣ𝐀⃝🥀ᴳ᯳
Masyaa Allah indahnya.. hangatnya.. Adem gitu liat keluarga yang harmonis dan sederhana saling merangkul.. 🤗🤗😍
aku seakan ikut masuk didalamnya.. aku juga mau dong jadi anak Bapak dan ibu Lastri.. ☺😍😍
2023-10-04
1