Hari ini tepat 3 bulan pernikahan sekaligus 11 minggu usia kehamilan Alya. Kegiatannya tetap seperti biasanya.
Pagi ini Alya menyiapkan sarapan buat suaminya dan bekal makan siang untuk pria itu.
Dimas menolak dibawakan bekal oleh Alya, namun istrinya memaksa dirinya dan akhirnya ia pun terpaksa membawanya meskipun sama sekali tidak pernah dimakan.
Dimas memilih memberi bekal makan siangnya kepada sekuriti kantor atau karyawannya. Dan tentunya bagi mereka itu rejeki setidaknya tak perlu mengeluarkan uang untuk makan siang.
"Kenapa Bapak tidak pernah memakannya?" tanya seorang pemuda bertugas sebagai sekuriti yang sudah menikmati bekal makan siang dari Alya sebanyak 3 kali.
"Saya tidak terlalu suka dengan masakannya," jawabannya.
"Tapi masakan Bu Alya sangat enak, Pak."
"Ya sudah kalau memang enak kamu makan saja!"
"Pak, ayah saya rindu sekali dimasakin makanan oleh ibu tapi karena ibu saya telah pergi untuk selamanya ayah tak pernah lagi menikmati masakannya."
"Saya tetap sarapan dan makan malam di rumah," ujar Dimas berbohong.
"Oh, syukurlah, Pak. Saya harap Bapak tidak melewatkan momen menikmati masakan istri," ucap pemuda tersebut.
"Iya, saya tidak akan melewatinya," Dimas berkata sembari tersenyum tipis.
"Saya terima, Pak. Terima kasih!" ucapnya sedikit menundukkan kepala.
"Ya, sama-sama."
-
Dimas bersiap-siap pulang, sebuah notifikasi pesan masuk ke ponselnya. Ia pun bergegas membacanya.
'Sore, Mas. Aku dapat nomor kamu dari Mama, maaf jika aku lancang mengirimkan pesan kepadamu. Apa kamu malam ini pulang lebih awal?'
Dimas pun membalas pesan dari istrinya, 'Sebentar lagi aku akan pulang.'
Dimas menunggu pesan selanjutnya dari istrinya lagi namun tak ada.
Dimas meraih kunci mobilnya dan memasukkan ponselnya di saku celana, ia lalu melangkah keluar ruangannya.
Hendak membuka pintu mobil, Lala menghampirinya.
"Apa kamu memiliki waktu sore ini?"
"Ada, kenapa?"
"Ikut ke kafe, yuk!" Ajak Lala.
"Kafe? Memangnya ada acara apa?"
"Ayo ikut saja!" Paksa Lala menarik tangan Dimas.
"Baiklah, kamu naik mobilku!"
Lala tersenyum senang.
-
Begitu sampai, Dimas tampak terkejut sekaligus bahagia. Beberapa teman dan karyawannya sedang merayakan hari ulang tahunnya.
"Selamat ulang tahun, Pak!" ucap beberapa karyawannya.
"Terima kasih!"
Lala memberikan sebuah kado kepada Dimas, "Buat kamu, semoga suka!"
Dimas meraihnya dan mengucapkan terima kasih.
"Mari makan, Pak. Kami sudah memesannya, Pak Dimas tenang saja ini semua kami yang bayar," ucap Laras.
"Ya, tentunya kalian yang harus bayar karena saya 'kan lagi ulang tahun," Dimas berkata sembari tersenyum.
Dimas pun larut dalam candaan bersama teman dan karyawannya.
Pukul 10 malam, Dimas baru tiba di rumah. Begitu sampai di kediamannya, pintu tidak terkunci. Perlahan ia membukanya, beberapa lampu masih menyala dengan terang.
Dimas mengedarkan pandangannya sekeliling ruangan, matanya tertuju pada Alya yang tertidur di sofa.
Dimas mengangkat tubuh istrinya dan meletakkannya di ranjang dan menyelimutinya.
Dimas membuka dasi dan membersihkan tubuhnya.
Beberapa menit kemudian, Dimas keluar dari kamar mandi dan tak melihat istrinya di ranjang. Ia lantas keluar kamar mencari keberadaan wanita itu.
Tampak Alya sedang menikmati makanan seorang diri di meja yang dipenuhi beberapa lauk dan sayuran.
"Kamu masak sebanyak ini?"
"Ya, aku pikir kamu akan pulang dan makan malam bersamaku."
"Tapi untuk apa masak sebanyak ini?"
Alya tak menjawabnya, ia mengakhiri makan malamnya dan memasukkan masakan ke dalam lemari pendingin.
Alya mendekati suaminya, lalu menyodorkan sebuah kotak kecil kepada suaminya, "Selamat ulang tahun, Mas. Aku membelinya dari uang sisa tabunganku, semoga kamu suka dengan jam tangannya!"
Dimas meraihnya dengan wajah datar.
Alya pun berlalu ke kamar.
Dimas membukanya, ternyata memang jam tangan. Ia lalu membawanya ke kamar dan meletakkannya di lemari pakaian.
Alya telah kembali tertidur.
***
Keesokan paginya, Alya tidak ada di samping Dimas. Menyibak selimutnya, ia gegas ke kamar mandi dan bersiap berangkat ke kantor.
Dimas menghampiri meja makan dan menarik kursi.
"Aku memanaskan semua lauk yang kemarin malam tidak dimakan. Apa Mas Dimas mau memakannya?"
"Tidak, aku minum teh saja."
"Baiklah, aku akan siapkan."
Tak lama kemudian, Alya menyajikan secangkir teh hangat dihadapan suaminya.
Alya melihat suaminya memakai jam tangan baru tapi bukan pemberiannya. "Hadiah dari siapa, Mas?"
"Apanya?"
"Jam tangannya?"
"Oh, ini dari Lala."
"Lebih bagus pemberiannya, ya. Daripada aku," singgung Alya.
Dimas memilih tak menanggapinya.
"Mas, aku ingin mengunjungi makam papa dan mama. Apa Mas Dimas mengizinkan?"
"Pergilah," jawabnya tanpa menatap.
"Terima kasih, Mas." Alya tersenyum senang.
-
Dimas pun pamit berangkat kerja namun dirinya tak benar-benar pergi.
Ia berencana akan mengikuti istrinya ke pemakaman untuk memastikan apakah Alya berkata jujur atau berbohong.
Tak lama Dimas keluar dari rumah, istrinya pun pergi menggunakan ojek online.
Perlahan Dimas mengikuti istrinya dari belakang.
Alya tiba di area pemakaman yang jarak tempuhnya 30 menit dari kediaman suaminya.
Alya turun dari motor memasuki kawasan pemakaman dengan berjalan kaki.
Dimas pun diam-diam mengekorinya.
Alya jongkok berhadapan dengan 2 gundukan tanah yang berumput.
"Ma, Pa, maaf aku baru sempat mengunjungi kalian!" Alya berkata tanpa membuka kaca matanya.
"Sekarang aku sudah menikah dengan pemuda yang papa kagumi dan aku sangat mencintainya."
Dimas mendengarnya menarik sudut bibirnya, "Kamu akan sakit jika mencintaiku, Alya!" batinnya.
"Aku lagi mengandung anaknya, ku berharap suatu saat Mas Dimas akan membuka pintu hatinya untukku. Paman dan Bibi, mereka sangat baik kepadaku dan menganggapku seperti putri mereka. Aku beruntung sekali, kalian jangan khawatir padaku. Aku sangat baik dan bahagia di sini, aku merindukan kalian!"
Alya membuka kaca matanya menyeka air matanya yang hampir jatuh lalu memakainya kembali.
Alya bangkit, berdiri tegak, melemparkan senyumnya kemudian membalikkan tubuhnya melangkah meninggalkan pemakaman.
Dimas yang sembunyi dibalik pohon, kembali mengikuti langkah istrinya.
Alya pergi ke suatu tempat menggunakan jasa ojek online.
Dimas membuntuti motor yang ditumpangi istrinya.
Alya lalu berhenti di sebuah rumah lalu masuk, ojek online masih tetap di posisi di mana ia berhenti.
Tak lama kemudian, Alya keluar bersama seorang wanita paruh baya dan keduanya saling melemparkan senyumnya.
"Terima kasih, Nak Alya. Masih menyempatkan waktu untuk mengunjungi kami di sini."
"Saya akan usahakan dan sempatkan waktu untuk berkunjung ke sini," ucap Alya.
"Ya, Nak. Semoga Allah selalu menjaga dan melindungimu," ujar wanita paruh baya itu.
"Terima kasih, Bu. Kalau begitu saya pamit pulang, ya."
"Iya, Nak Alya. Hati-hati."
Alya melangkah menghampiri ojek online yang di pesannya.
"Mba, sepertinya mobil itu dari tadi mengikuti kita," ucap pemuda yang menjadi driver ojol.
"Mobil yang mana?"
"Mobil warna hitam tepat di belakang saya ini!"
Alya mengikuti arah petunjuk pemuda tersebut.
Alya lalu berkata, "Saya kenal mobil itu."
"Bagus deh, Mba. Saya pikir orang jahat, saya ingin teriak aja nih," celetuknya.
"Dia bukan orang jahat, ya sudah ayo kita pulang!" Alya lantas naik ke atas motor.
-
Begitu sampai, kawasan jalan menuju kediaman rumah suaminya, Dimas tak mengikuti istrinya.
Alya menoleh ke belakang dan membatin, "Apa kamu tidak percaya padaku, Mas. Sampai mengikuti aku?"
Alya berhenti tepat di depan rumahnya, ia lalu turun dan membayar ongkos perjalanannya.
Dimas memutar mobilnya jika istrinya sudah berada di jalan menuju rumah mereka.
"Rumah siapa yang dikunjungi Alya? Sepertinya mereka sangat akrab, apa yang sebenarnya sedang direncanakan Alya?"
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 50 Episodes
Comments
Kinay naluw
udah dzalim pelit lagi, heran kenapa masih bertahan.
2023-02-25
0