Sebulan kemudian......
Selepas dari kantor Ivan mendatangi kediaman sahabatnya untuk menjemput Alya dan membawanya pulang ke rumahnya.
Begitu sampai di rumahnya, kebetulan juga Dimas baru tiba tampak terkejut dengan gadis yang berada di samping papanya.
"Siapa dia, Pa?" tanya Tria yang sedang mengerjakan tugas kuliahnya di ruang keluarganya.
"Dia Alya," jawab Ivan.
"Mau apa dia kemari?" tanya Tria tak suka.
"Dia akan menginap di rumah ini beberapa hari," jawab Ivan.
"Papa tidak salah?" Dimas kali ini bertanya. "Dia tinggal di sini, memangnya dia tidak memiliki rumah?" lanjutnya.
"Untuk sementara dia tinggal di sini, rumahnya akan dijual," jelas Ivan.
"Rumah kita seperti penampungan saja," Tria menggerutu.
"Apa dia tidak memiliki saudara? Kenapa harus menumpang di rumah kita sih, Pa?" tanya Dimas.
"Dimas...."
"Paman, saya janji besok akan pergi dari sini dan mencari kos-kosan kecil," Alya memotong pembicaraan.
"Tidak Alya, kamu tinggal di sini untuk beberapa hari. Paman akan mencari dan membeli rumah buat kamu," ucap Ivan.
"Wow, Papa akan membelikan rumah untuk dia. Baik sekali, apa jangan-jangan gadis ini memiliki hubungan khusus dengan Papa," Dimas menuding.
Ivan menampar pipi putranya.
Membuat Alya dan Tria terkejut begitu juga dengan Dimas yang memegang pipinya.
"Jaga ucapan kamu, Dimas!" Ivan mengarahkan jari telunjuknya dihadapan putranya.
"Papa menampar Kak Dimas hanya demi gadis miskin seperti dia!" Tria ikut kesal.
"Jika bukan kedua orang tuanya, kalian tidak akan hidup seperti ini!" Ivan menekankan kata-katanya.
Alya tampak gemetaran.
"Alya akan tinggal di sini, jangan kalian pernah mengusiknya!" ancam Ivan kemudian berlalu.
Dimas mengeraskan rahangnya, menatap tajam gadis yang ada dihadapannya.
"Kami tidak akan membiarkan kamu hidup tenang di sini," Tria berkata dengan sinis.
Dimas bergegas ke kamarnya.
-
Malam harinya, ketika makan malam.
Seluruh keluarga telah berkumpul hanya Dimas yang belum menunjukkan batang hidungnya.
Tak lama kemudian pemuda itu muncul namun ketika melihat Alya dia memilih kembali ke kamarnya mengambil kunci mobil.
Ivan menyadari putranya hendak pergi, lantas bertanya, "Mau ke mana kamu?"
"Aku mau makan di luar, Pa."
"Kenapa tidak makan bersama di rumah?" tanya Ivan lagi.
"Kak Dimas tidak mau makan jika ada dia di sini," Tria menyahut.
"Jawaban Tria sudah cukup 'kan, Pa." Dimas berkata sembari melirik Alya.
"Dimas, Papa tidak mengizinkan kamu keluar rumah!" ucap Ivan.
Dimas tak peduli dengan ucapan papanya memilih pergi.
Ivan menghela nafasnya.
"Biarkan saja dia begitu, Pa." Mawar menenangkan suaminya. "Silahkan lanjutkan makannya!" mengarahkan pandangannya kepada Alya.
Gadis itu mengangguk pelan, memasuki makanan ke dalam mulutnya dengan wajah sendu.
-
Pukul 12 malam, Dimas baru saja pulang. Pria itu memasuki rumah dengan wajah sedikit lebam.
Alya yang belum tertidur pergi ke dapur untuk mengambil segelas air putih namun di pertengahan jalan ia melihat Dimas dengan memegang bibirnya yang tampak berdarah.
Alya pun memberanikan diri bertanya, "Kenapa dengan wajah Mas Dimas?"
"Bukan urusan kamu!" ketusnya.
"Bagaimana jika saya obati?" Alya menawarkan diri.
"Tidak usah sok baik!" hardiknya.
"Maaf, Mas. Tapi luka itu harus di obati," ucap Alya.
"Jika kamu pergi dari sini, luka ini juga akan sembuh!"
"Maafkan saya, Mas."
Dimas memilih meninggalkan Alya yang masih mematung.
Alya melangkah ke kamarnya, duduk di sisi ranjang dan kembali menangis. "Kenapa hidupku seperti ini? Kenapa mereka begitu kejam dan tega padaku?"
***
Keesokan paginya, ketika sarapan Ivan memperhatikan bibir putranya memar.
"Jam berapa kamu pulang semalam?" tanyanya.
"Apa penting, Pa." Jawab Dimas ketus.
"Sayang, kamu kenapa sih? Papa 'kan tanya baik-baik," Mawar berkata lembut.
"Aku sarapan di kantor saja," Dimas memundurkan kursinya lalu melangkah pergi.
"Ini semua karena gadis yang Papa bawa," tuduh Tria.
"Kesalahan apa yang dia buat?" tanya Ivan.
"Kak Dimas tak mau ada perempuan ini di rumah karena ia tidak ingin Papa menjodohkannya," jelas Tria.
"Semakin dia begitu, Papa akan memaksa Dimas menikahi Alya," ucap Ivan.
"Papa tak bisa memaksa Kak Dimas menikahi gadis miskin seperti dia!" Tria menunjuk wajah Alya.
"Tria!" sentak Ivan. "Jaga sikap kamu!" marahnya.
"Terus saja bela dia, aku akan membuat dia tak betah tinggal di rumah ini!" Tria pun meninggalkan meja makan.
"Om, Tante, saya tidak bisa terus menerus tinggal di sini. Mas Dimas dan Tria tidak menyukai saya," ucap Alya merasa bersalah.
"Mereka hanya belum terbiasa, kamu jangan berkecil hati," ujar Mawar.
Alya hanya mengiyakan padahal dalam hatinya dirinya berharap bisa menikah dengan Dimas. Jika pernikahan terjadi, maka ia bisa tinggal hidup dengan mertuanya yang merupakan sahabat dari papanya.
-
Dimas menghabiskan waktu sarapan bersama seorang temannya yang bernama Hans.
"Tumben sekali kau mengajakku sarapan," celetuknya.
"Aku lagi suntuk," ucap Dimas.
"Masalah perempuan?"
"Ya."
"Kenapa lagi? Apa Clara mengajak balikkan?"
"Aku sih' ingin dia mengajakku balikkan, tapi ini lain orang," jawab Dimas.
"Siapa perempuan yang berani membuatmu suntuk?"
"Dia putri dari temannya papaku."
"Apa dia tidak cantik?"
"Bukan itu masalahnya."
"Lalu apa?"
"Aku akan dijodohkan dengannya."
Hans tertawa mendengarnya.
"Aku sudah tebak pasti kau akan mentertawakan ku."
"Jika dia cantik dan baik, kenapa tidak kau terima saja perjodohan itu!"
"Aku tidak menyukainya, Hans."
"Kalau begitu aku yang akan menikahinya jika memang dia cantik."
Dimas menatap tajam sahabatnya itu.
"Hei, kau bilang tidak mau di jodohkan dengannya. Kenapa jadi tak suka begitu?"
"Kau ingin aku juga membencimu?"
Hans tersenyum nyengir, "Tapi kenapa kau tak menyukainya?"
"Karena Papa lebih mendahulukan kepentingan gadis itu daripada aku dan adikku, apalagi mamaku juga ikut-ikutan membela dan menyayanginya!"
"Memangnya kedua orang tuanya di mana?"
"Sudah meninggal."
"Innalilahi wa innailaihi rojiun, itu artinya dia anak yatim-piatu?"
"Ya."
Hans meraup wajahnya, lalu mengetuk meja dengan jari telunjuknya. "Kamu harus menikahinya!"
"Loh, kenapa harus menikahinya?" Dimas mengernyitkan keningnya.
"Dia tidak memiliki orang tua lagi, kau harus menolongnya."
"Kenapa harus aku?"
"Kau ingin mendapatkan pahala tidak, gadis itu anak yatim-piatu."
"Hubungannya apa?"
"Mengasihi anak yatim-piatu itu pahalanya besar, apa salahnya jika kamu menikahinya?"
"Tapi, aku tidak mencintainya."
"Cinta itu urusan belakangan, semua akan tumbuh seiring berjalannya waktu. Apalagi jika selalu bertemu."
"Kau ini kayak pernah jatuh cinta saja!" sindir Dimas.
"Hei, mantan kekasihku lebih dari satu," ucapnya bangga.
"Iya, deh. Sang casanova sulit ditandingi," Dimas meledek.
"Pastinya!"
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 50 Episodes
Comments
Kinay naluw
Ivan terlalu memaksakan kehendak jelas makin benci tuh Dimas.
2023-02-25
1