Malam harinya, Dimas pulang terlambat. Dia sengaja melakukan itu agar menghindar dari Alya.
Mawar yang belum tidur, menemui putranya. Mengetuk pintu, tak menunggu lama Dimas menampakkan batang hidungnya.
"Mama!"
"Apa boleh Mama bicara?"
"Boleh, masuklah!"
Mawar pun masuk, lalu duduk di sisi ranjang.
"Mama mau bicara apa?" Dimas berdiri menatap cermin membuka dasinya.
"Tentang Alya."
"Kenapa lagi dia?" Membalikkan badannya menghadap ke arah mamanya.
"Mama mau kamu menikah dengannya," jawab Mawar.
"Aku tidak mau, Ma," tolaknya.
"Mama kasihan dengannya, dia tidak memiliki keluarga lagi," ucap Mawar lalu berdiri.
"Apa Mama tidak kasihan denganku?"
"Dimas, kali ini penuhi permintaan kami," ujar Mawar mendekati putranya.
"Aku tidak bisa, Ma."
"Kami telah berjanji pada Pak Joshi untuk menjaga dan melindungi Alya."
"Makanya Mama dan Papa jangan berjanji," ucap Dimas.
"Pak Joshi sudah sangat baik kepada keluarga kita," ujar Mawar. "Perusahaan kita bisa sukses karena pinjaman modal darinya," lanjutnya.
"Mama dan Papa cukup balikkan saja uangnya," ucap Dimas.
"Tidak bisa, kami telah berjanji kepadanya."
"Ma, kenapa harus aku yang dilibatkan dalam masalah kalian?" Sedikit memiringkan tubuhnya.
"Tolong, bantu kami!" Mawar memohon. "Alya putri kesayangannya, keluarganya tidak ada yang menerimanya. Hanya dengan menikah salah satu cara untuk menolongnya. Apalagi Pak Joshi pernah berkata jika dia sangat menganggumi kamu dan berharap dirimu yang menjadi menantunya," lanjutnya.
Dimas hanya bisa menghela nafas, ia melangkah lalu duduk di tepi ranjang mengacak rambutnya.
"Dimas, papa kamu tadi mengatakan jika tidak menikahi Alya maka jabatanmu akan diturunkan," ucap Mawar.
"Papa mengancamku begitu?" Menatap mamanya.
Mawar mengangguk pelan.
Dimas berdecak kesal.
"Makanya kamu harus menerima tawaran pernikahan ini?" bujuk Mawar lagi.
"Apa kalian tidak punya solusi lain?"
"Tidak ada," jawab Mawar.
Dimas terdiam.
"Bagaimana? Apa kamu mau menikah dengannya?"
"Aku belum bisa memberikan jawabannya malam ini, Ma."
"Baiklah, tapi Mama harap kamu mau menerima perjodohan ini," ucap Mawar.
"Ya," Dimas berkata pasrah.
Sementara itu dikamar, Ivan sedang menunggu kabar dari istrinya. Apakah putranya menerima perjodohan itu atau tidak.
Pintu terbuka, Ivan dengan cepat bangkit dari ranjang kemudian duduk lalu bertanya, "Bagaimana?"
"Dia masih berpikir, Pa. Tapi, ancaman yang kita berikan itu sepertinya akan menggoyahkan pikirannya."
"Papa harap dia mau menikah dengan Alya."
"Kita tunggu besok, Pa. Dimas akan memberikan kabar secepatnya," ucap Mawar.
******
Sarapan pagi kali ini Alya yang menyiapkannya dibantu salah satu asisten rumah tangga.
Dimas juga sarapan bersama sekaligus ia ingin mengatakan jawaban yang diminta oleh mamanya.
"Ma, Pa, aku ingin mengatakan kalau mau menikah dengan Alya," ucap Dimas.
Semua orang yang berada di meja makan terkejut termasuk Alya sampai tersedak.
Gadis itu dengan cepat meraih gelas berisi air putih dan menenggaknya tak lupa ia mengucapkan kata, "Maaf!" Mengelap bibirnya dengan tisu.
"Hah, Kak Dimas tidak salah?" Tria tak percaya.
Dimas menggelengkan kepalanya.
"Apa sih' yang kalian lihat dari dia?" Tria memandang sinis Alya.
"Terima kasih, Nak!" ucap Mawar tersenyum begitu juga dengan Ivan.
"Kapan kami akan menikah?" tanya Dimas.
"Kamu sudah tidak sabar, ya?" goda Mawar.
"Cepat atau lambat, aku juga akan menikah dengannya," ucap Dimas menyindir.
"Malam ini kalian akan menikah," ujar Ivan.
"Malam ini, Pa? Apa tidak terlalu mendadak?" tanya Mawar.
"Biarkan mereka terlebih dahulu menikah siri, apalagi mereka juga tinggal satu atap," jawab Ivan.
"Baiklah aku setuju," ucap Dimas.
"Terima kasih, Dimas." Ivan tersenyum bangga.
-
-
Pihak wali hakim sebagai pengganti wali nikahnya Alya telah datang dan calon mempelai wanita juga telah bersiap namun Dimas belum juga pulang dari kantor.
Mawar mencoba menghubungi putranya itu namun ponselnya tak aktif.
Mawar pun menjadi gelisah, "Apa jangan-jangan Dimas melarikan diri?" batinnya.
Tria yang sedari tadi berada di ruangan itu hanya tersenyum ia berharap pernikahan kakaknya tak pernah terjadi.
Ivan tampak mondar-mandir di depan pintu, hatinya juga cemas. "Apa dia mencoba mempermainkan kami?" batinnya.
Jam 8 lewat 15 menit, mobil Dimas akhirnya memasuki halaman.
Ivan, istrinya serta Alya tersenyum lega. Meskipun Dimas terlambat 15 menit namun hati ketiganya tampak bahagia.
"Maaf semua, mobilku tadi mogok dan baterai ponselku habis," ucap Dimas ketika memasuki rumahnya.
"Tidak apa-apa, Nak. Duduklah, Mama akan ambilkan minuman untukmu!" ucap Mawar.
Wanita paruh baya itu gegas ke meja makan membawa segelas air putih lalu ia berikan kepada putranya.
Dimas menerima gelas pemberian sang ibu dan menenggaknya.
Setelah dirasa Dimas telah siap, ijab kabul pun diucapkan.
Dengan mahar seperangkat alat sholat dan uang sebesar seratus ribu rupiah, Alya telah resmi menjadi istri dari Dimas Dipa.
Para saksi dan 2 orang yang hadir mengucapkan syukur.
Setelah acara ijab kabul, 4 orang tamu yang hadir berpamitan pulang.
"Sekarang kalian telah resmi menjadi suami istri, jadi boleh tinggal satu kamar," ucap Mawar.
"Malam ini, Tante?" tanya Alya gugup.
"Alah, gak usah gugup begitu. Padahal dalam hati senang 'kan akhirnya menikah dengan kakakku!" singgung Tria.
"Tria... sekarang dia kakak ipar kamu!" ucap Ivan.
"Iya, Ma, Pa, malam ini Alya akan tidur bersamaku," ujar Dimas.
"Pernikahan kalian akan siapkan, mungkin sekitar sebulan atau dua bulan lagi," ucap Mawar.
"Kami ikut kata Mama dan Papa saja," tutur Dimas.
"Terima kasih, Nak." Mawar tersenyum lega.
-
Dimas dan Alya memasuki kamar bersama-sama.
"Aku mau mandi, tolong ambilkan handukku!" Dimas membuka dasi dan kemejanya di depan istrinya.
Alya mengiyakan dan menuruti perintah suaminya, mengambil handuk di lemari lalu menyerahkannya dengan malu-malu.
"Setelah mandi, aku ingin kamu memberikannya!" ucap Dimas tanpa basa-basi.
"Memberikan apa?" tanya Alya terbata.
"Kita ini sudah menikah, tentunya hubungan suami istri," jawab Dimas.
"Secepat ini?" tanya Alya lagi.
"Iya, memangnya kenapa? Apa kamu keberatan?"
Alya menggelengkan kepalanya.
"Ya sudah kalau begitu aku mau mandi," ucap Dimas. "Persiapkan dirimu!" lanjutnya.
Alya membulatkan matanya, tubuhnya seketika gemetaran.
Beberapa menit kemudian, Dimas keluar dengan menyugar rambutnya menggunakan handuk sementara Alya masih duduk dipinggir ranjang meremas tangannya.
Alya menelan salivanya ketika melihat tubuh suaminya hanya dibalut handuk di bagian sensitif saja.
"Apa mereka sudah tidur?"
"Tidak tahu," Alya menjawab dengan menunduk.
Dimas melempar handuk yang ia pakai tuk mengeringkan rambutnya ke sembarang arah lalu berjalan mendekati istrinya.
Jantung Alya berdetak cepat, tubuhnya bergetar.
Dimas mengangkat dagu istrinya dengan jari telunjuknya, "Kenapa hanya menunduk saja?"
Seketika tubuh Alya menegang.
"Bukankah kamu menginginkan ini?"
Alya tetap bergeming.
Dimas yang tak tahan akhirnya mendaratkan ciuman di bibir istrinya membuat Alya mendelikkan matanya.
Dimas melepaskan ciumannya, lalu berbisik, "Layani aku malam ini!"
...----------------...
Maaf Baru Sempat Update Karena Beberapa Hari Ini Sedang Sakit 🙏
Sambil Menunggu Update, Kalian Boleh Mampir Ke Ceritaku Yang Lainnya...
- Mengejar Cinta si Tampan
- Jangan Mengejarku, Cantik!
- Melupakan Sang Mantan
- Dijodohkan dengan Musuh
- Penculik Hati
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 50 Episodes
Comments
Kinay naluw
cowok mah gitu bilang gak cinta tapi di embat juga.
2023-02-25
1