"Kalau uang susah memeriksanya, bisa saja memang kalian punya uang apalagi baru beberapa waktu lalu yang menerima gaji. Aku ingin kalian jujur!" tegas Anton.
Semua hanya membisu, Anton melihat mereka dengan seksama. Karena waktu sudah menunjukkan pukul 18.00 dia menyuruh semuanya bubar.
"Ya sudah, kita lanjutkan besok. Semua orang wajib masuk tidak boleh beralasan apapun,"
Mereka tampak menyimak perkataan Anton, lalu mengangguk.
"Rima kamu boleh pulang, yang lain kembali bekerja,"
Semuanya membubarkan diri.
☆☆☆
Rima mematikan motornya dua rumah sebelum sampai. Ia melongok ke arah dalam rumah, motor Suaminya tidak terlihat di garasi. Ia masuk dengan perlahan dan menutup pintu pagar.
"Sampai kapan aku harus sembunyi-sembunyi begini Ya Tuhan, rasanya sport jantung tiap hari," gumam Rima.
Suasana rumah sepi, sepertinya ibu mertuanya sedang pergi karena kamarnya tertutup rapat. Rima memutuskan untuk mandi.
"Ah, segar sekali,"
Rima merebahkan dirinya di atas kasur.
"Assalamualaikum,"
Suara suaminya terdengar di telinganya.
"Waalaikumsalam salam,"
Rima segera menyambut pria itu dengan senyum.
"Kamu habis dari mana lagi kok motor mu mesinnya masih panas sekali?" tanya Rama.
'Oh Tuhan kenapa dia sedetail itu sih, bodohnya aku' batin Rima.
"Tadi ke rumah ibu sebentar, habis bosan di rumah,"
Rima berharap suaminya tidak curiga.
"Oh. Kamu baru mandi ya?"
Rama mengendus tubuh istrinya, membuat Rima mundur selangkah.
"Iya, lengket kena debu di jalan jadi mandi lagi,"
'Ya Tuhan maafkan aku terlalu banyak membohongi suami ku' batin Rima.
"Ya sudah aku mau mandi dulu, tolong buatkan aku teh,"
Rima segera membuatkan teh hangat untuk suaminya itu.
"Akh... sialan," umpat suaminya.
Pyarrr...
Terdengar suara barang pecah. Rima segera berlari menghampiri suaminya yang sedang berganti pakaian di dalam kamar.
"Ada apa Rama? Apa yang jatuh?" tanya Rima.
Sebuah botol parfum milik suaminya sudah berserakan di lantai. Mimik Rama berubah menakutkan.
"Bersihkan itu," titah Rama ketus.
Pria itu pergi untuk mandi. Rima segera membereskan pecahan botol itu. Seketika kamar mereka menjadi harum semerbak karena parfum yang jatuh itu.
☆☆☆
Keesokan harinya.
"Aku berangkat," ucap Rama.
Pria itu berangkat begitu saja, ia bahkan tidak menerima tangan istrinya saat menyalaminya. Rima yang merasa tidak mempunyai salah hanya bisa memandang kepergian suaminya dengan hati sedih.
"Sebenarnya dia kenapa sih? Sikapnya selalu berubah-ubah, sebentar baik sebentar berubah menakutkan. Dasar labil," gerutu Rima.
Waktu masih menunjukkan pukul 08.00, masih banyak waktu untuk berangkat kerja. Ia memilih rebahan di kamar sembari bermain dengan ponselnya. Tiba-tiba ia teringat kembali peristiwa yang terjadi kemarin. Ia mengeluarkan tasnya.
"Hah, kok banyak? Lebih 500 ribu, apa jangan-jangan..."
Tangan Rima gemetar, ia sama sekali tidak mencuri uang itu. Lalu bagaimana bisa berada di dalam tasnya?
"Aku tidak mencuri, siapa yang menaruh uang ini di sini?"
Rima mulai terisak, iya begitu takut akan membuat Anton tidak mempercayai dirinya lagi setelah ini. Bahkan bisa saja pria itu mengusirnya dengan tidak hormat.
"Aku harus menjelaskan ini kepada Mas Anton,"
Rima segera mengambil ponselnya.
"Halo Mas Anton,"
"Iya, ada apa Rima?"
"A-ku, aku mau bilang jika ada uang 500 ribu di dalam tas ku. Tapi aku berani bersumpah jika aku tidak mencurinya, aku tidak tahu bagaimana uang itu bisa ada di dalam tas ku, hiks... hiks,"
Rima masih menangis tersedu-sedu sembari menjelaskan.
"Sudah Rima, kamu jangan menangis lagi. Aku sudah tahu itu, aku juga tahu siapa yang melakukannya. Sebenarnya aku hanya ingin kejujuran, tapi ternyata..."
"Apa? Jadi Mas Anton sudah tahu pelakunya? Siapa Mas?" tanya Rima.
"Nanti saja aku jelaskan di tempat kerja,"
"Baiklah,"
Rima sangat penasaran, siapa sebenarnya yang ingin menjebaknya. Ia merasa selama ini tidak mempunyai musuh.
☆☆☆
Rima memasuki tempat kerjanya perlahan, ada Anton di sana. Namun tampaknya pria itu masih belum ingin menjelaskan apa-apa. Tak berselang lama kedua rekannya juga tiba, tidak ada yang mencurigakan dari gerak gerik mereka. Semua wajar seperti biasa.
"Rima, Sinta, Nita kemarilah," titah Anton.
Mereka berlari kecil menghampiri pria tersebut.
"Apa kalian ada yang mau berbicara jujur?" tanya Anton.
Rima ingin berbicara, namun Anton memberi kode untuk diam. Kedua rekannya juga tak ada yang berbicara.
"Baik jika tidak ada yang mau mengaku, setelah ini pelakunya tidak akan bekerja di sini lagi. Aku memecatnya," Anton berkata dengan tegas.
"Rima, bicaralah," titah Anton.
"Ehm... itu, sepertinya uang itu ada di dalam tas ku. Tapi aku tidak tahu kenapa bisa ada di sana, aku bersumpah tidak mencurinya," jelas Rima.
"Apa? Kok bisa?" tanya Sinta.
"Mana mungkin bisa jalan sendiri, pasti kamu yang sengaja mengambilnya," sahut Nita.
Rima tertunduk, ia merasa sedih di tuduh seperti itu.
"Cukup! Walaupun saat kejadian tidak terekam cctv konter karena sepertinya sengaja di matikan, tapi pelakunya tidak tahu jika di dekat kasir aku juga meletakkan cctv yang langsung terhubung ke ponsel ku. Dan aku sudah melihatnya,"
Anton melihat satu persatu kembali wajah mereka dan berhenti kepada Nita.
"Nita, mulai sekarang aku memecat mu," ucap Anton.
Semua mata tertuju kepada gadis itu, gadis itu mundur beberapa langkah lalu menangis.
"Maafkan aku Mas, aku tidak berniat melakukannya," ucap Nita.
"Kenapa kamu tega ingin menfitnah ku, Nit? Aku kira kita adalah teman baik,"
Rima begitu kecewa kepadanya.
"Maaf Rima, aku hanya iri pada mu. Mas Anton selalu memperlakukan mu beda, padahal lebih lama aku bekerja di sini. Tapi dia bersikap lebih baik kepada mu," jawabnya beralasan.
"Setelah ini pergilah, gaji mu akan aku transfer. Aku akan segera mencari pengganti mu," titah Anton.
"Tolong jangan usir aku Mas. Aku tahu aku salah, aku menyesal,"
Kita bersimpuh di kaki pria itu, namun Anton segera menghindar. Rima tidak tega melihat temannya seperti itu.
"Mas Anton, tolong maafkanlah Nita. Bagaimana pun dia sangat berjasa membesarkan konter ini, aku mohon berilah dia kesempatan lagi," pinta Rima.
Semua segera menatapnya, mereka tidak percaya ada orang berhati baik seperti Rima. Ia membela orang yang telah menfitnahnya. Tampaknya Anton terpengaruh dengan kata-katanya.
"Baiklah Rima aku akan menghargai keputusan mu. Nita, minta maaf dan berterima kasihlah kepada Rima. Aku memaafkan mu. Tapi ini peringatan terakhir untuk mu, jika sekali lagi kamu berbuat buruk aku akan langsung memecat mu saat itu juga,"
Anton berlalu dari sana, ia kembali melanjutkan pekerjaannya yang tertunda.
"Rima, tolong maafkanlah aku yang sudah tega kepada mu," ucap Nita.
"Iya Nita, aku bisa mengerti perasaan mu. Semoga ke depannya kita bisa berteman baik lagi ya,"
Mereka berpelukan sebagai tanda perdamaian. Hanya manusia yang berjiwa besar yang mampu memaafkan dengan tulus. Rima adalah salah satunya.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 55 Episodes
Comments
Zenun
ternyata anton gK ketipu
2023-07-30
0
Alifia Najla Azhara
terkadang musuh itu memang orang yg justru dekat dengan kita
2023-02-20
0
SBY army
rima memang baik
2023-02-12
0