"Maksud Ayah apa? Jangan sembarangan kalau berbicara,"
Rima tak mau percaya begitu saja, ia tahu ayahnya suka bicara sembarangan. Bisa saja ini memang fitnah darinya agar ibunya terlihat bersalah dan Rima membencinya.
"Tanya saja pada ibu mu, yang ****** itu,"
Pria itu pergi dengan membanting pintu dengan keras. Membuat mereka terkejut.
"Bu, apa maksud ayah sebenarnya?" tanya Rima.
"Ibu juga tidak mengerti, dia selalu saja berkata begitu dari sejak kamu lahir. Ibu juga sering bertanya apa maksudnya berkata seperti itu, tapi ayah mu tidak pernah menjelaskan. Aku juga bingung, Rima,"
Ibunya hanya bisa menangis, sepertinya dia memang tidak tahu apa-apa.
"Ya sudah Bu, tidak perlu di pikirkan lagi. Mungkin itu hanya omong kosong ayah saja yang ingin mencari-cari kesalahan ibu," ucap Rima.
☆☆☆
Sore harinya.
"Reza, ibu berangkat kerja dulu ya. Jangan keluyuran, di rumah saja,"
Bu Santi berpesan kepada putranya, ia menyodorkan uang 10 ribu untuknya.
"Kebetulan sekali, bagi uang juga dong,"
Pak Tono datang tiba-tiba juga meminta uang tanpa rasa berdosa sama sekali.
"Uang ku menipis, tinggal untuk kebutuhan sehari-hari. Aku masih belum gajian," jawab bu Santi.
"Alasan saja kamu, itu Reza kamu kasih uang,"
"Itu kan hanya 10 ribu, apa kamu mau aku kasih 10 ribu?"
"Ah kamu itu memang kurang ajar, mentang-mentang bisa cari uang sendiri. Awas kamu, tunggu pembalasan dari ku,"
Pria itu pergi membawa rasa marahnya, selalu seperti itu kelakuannya. Bahkan tak jarang pria itu main fisik terhadap anak dan istrinya.
☆☆☆
Keesokan harinya.
"Halo Rima, kamu sedang apa?" tanya Rama.
"Sedang santai, baru saja sarapan," jawab Rima.
"Rencananya orang tua ku sebentar lagi akan ke rumah mu, mereka akan membicarakan tentang pernikahan kita," ucap Rama.
"Benarkah? Kalau begitu aku akan segera memberitahu ibu. Siapa saja yang mau datang, apa orang tua mu saja?"
"Rencananya Om dan Tante, saudara dari ayah ku juga akan ikut. Jadi sekitar empat orang," jawab Rama.
"Apa kamu tidak ikut?"
"Kata ayah tidak perlu, karena ini akan membicarakan tentang lamaran sekaligus pernikahan kita,"
"Ok, baiklah akan aku beritahu ibu,"
Setelah selesai Rima segera memberitahu ibunya. Mereka akhirnya berbelanja untuk suguhan tamu nanti. Tidak banyak yang mereka beli karena keadaan keuangan mereka juga masih kekurangan, apalagi Rima juga belum gajian.
"Nak, apa ini pantas untuk suguhan calon mertua mu? Sebenarnya ingin membelikan lebih, tapi uang ibu juga terbatas,"
Wanita itu terlihat sedih karena tidak bisa memberikan yang terbaik untuk putrinya yang akan segera menikah.
"Tidak perlu di paksa Bu, apa adanya saja. Aku yakin orang tua Rama pasti mengerti walaupun mereka keluarga terpandang di tempat ini,"
Rima mencoba menghibur ibunya yang terlihat sedih.
"Sebenarnya yang lebih ibu pikirkan adalah tentang pernikahan mu, dari mana nanti ibu akan mendapat uang untuk mengadakan resepsi," ucap Bu Santi.
"Syukuran sederhana saja Bu, tidak perlu ada pesta. Aku tidak menuntut apa-apa, ini semua juga kesalahan ku. Jika saja aku bisa menjaga diri, tidak akan buru-buru menikah seperti ini,"
Kini Rima merasa bersalah, beban di pundak ibunya semakin berat karena kesalahan yang ia perbuat.
"Ini bukan murni kesalahan mu Nak, semua memang karena keadaan. Sudahlah yang penting sekarang kita pikul bersama agar terasa lebih ringan,"
Mereka berdua berpelukan cukup lama. Setelah merasa cukup tenang, keduanya mulai menata suguhan di dalam piring hingga selesai.
"Rima, kamu hubungi dulu ayah mu, bagaimanapun dia harus tahu orang tua Rama akan datang,"
Rima segera menuruti ibunya, ia mulai menghubungi ayahnya.
"Ada apa kamu menelepon ayah?" tanya ayahnya ketus.
"Yah, orang tua Rama sebentar lagi akan datang ke rumah. Mereka akan membicarakan tentang pernikahan, bisakah ayah pulang?" tanya Rima.
"Ya, sebentar lagi aku pulang,"
Panggilan di putus ayahnya secara sepihak. Sepuluh menit kemudian ternyata ayahnya benar-benar datang. Pria itu segera berganti pakaian dengan yang lebih rapi dan sopan. Rima dan ibunya senang melihat pria itu tidak marah-marah seperti biasanya.
Sekitar 30 menit kemudian keluarga Rama benar-benar datang. Walaupun dari keluarga berada, ternyata mereka sama sekali tidak menghina keluarga Rima. Mereka membicarakan tentang proses lamaran dan pernikahan Rama dan Rima dengan lancar.
"Jadi lamaran akan di adakan hari jumat, sekalian dengan ijab kabulnya. Lalu untuk resepsinya akan di adakan hari sabtu malam minggunya. Bagaimana menurut orang tua Rima?"
Orang tua Rama meminta pendapat dari orang tua Rima.
"Sebenarnya kita setuju saja, karena mau tidak mau ini memang solusi yang terbaik agar kedua keluarga tidak malu. Hanya saja kita ini kan dari keluarga sederhana, bagaimana dengan biaya pernikahan nanti? Semua yang terjadi secara mendadak membuat kita tidak sempat menabung untuk acara ini," ujar pak Tono terus terang.
Bu Santi dan Rima sangat malu dengan sikap pria itu yang terlalu berterus terang dan terkesan memanfaatkan keluarga Rama yang kaya. Harusnya pria itu bisa lebih menahan diri, namun semuanya sudah terlanjur terjadi.
"Tenang saja, untuk masalah biaya semua menjadi tanggung jawab keluarga kita Pak. Semua acara akan di adakan di rumah kami, karena tidak memungkinkan di lakukan di sini. Apa kiranya keluarga Rima tidak keberatan?"
Ayah Rama menjawab dengan bijaksana, ia tahu memang Rima bukan berasal dari keluarga mampu. Apalagi mereka sebagai pihak pria memang bertanggung jawab atas semuanya, mengingat ini juga merupakan kesalahan anak mereka.
"Baiklah jika begitu, kita tidak masalah jika memang semua biaya di tanggung keluarga pria,"
Kesepakatan sudah terjadi, mereka terus berbincang untuk beberapa saat sebelum akhirnya keluarga Rama berpamitan untuk pulang. Keluarga Rima mengantar tamunya sampai di depan rumah.
"Walaupun semua biaya di tanggung mereka, kita juga harus punya uang. Paling tidak untuk syukuran kecil-kecilan berbagi kepada tetangga," ucap pak Tono.
"Iya aku tahu, nanti aku akan berusaha mencari pinjaman," jawab bu Santi.
"Ya kamu atur saja, aku tidak mau ikut pusing,"
Ayah Rima berganti baju dan pergi lagi dari rumah.
"Ibu mau pinjam kemana? Sepertinya nanti aku juga akan meminjam dari Mas Anton, semoga saja dia memberi walau aku belum bekerja selama sebulan,"
Dunia sepertinya memang terbalik, harusnya tanggung jawab mencari nafkah adalah tugas seorang pria namun di keluarga Rima justru kaum wanita yang lebih memikul tanggung jawab itu. Miris memang, namun itulah kenyataannya.
"Tenang saja, ibu pasti mendapat pinjaman. Aku harap hidup mu akan bahagia setelah menikah, Rima. Semoga saja Rama menjadi suami yang bertanggung jawab, tidak seperti ayah kamu,"
Doa tulus dari seorang ibu yang mengharap kebahagian untuk hidup putrinya yang selama ini belum bisa ia bahagiakan.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 55 Episodes
Comments
Alifia Najla Azhara
yg penting sah g USA pesta tddk paa
2023-02-19
0
Alkenzie
iya, yang penting sah
2023-02-12
0
SBY army
nikah biasa az yg pnting halal
2023-02-11
0