Bab 8 Ke Rumah Rama

Hari pun silih berganti.

Tidak terasa telah seminggu sejak dirinya pergi ke dokter bersama Rama waktu itu. Rima belum juga berani mengatakan yang sebenarnya kepada orang tuanya. Begitu pun Rama, ia juga bercerita jika orang tuanya belum tahu masalah mereka.

Semakin hari Rama makin susah di hubungi, di telepon hampir tidak pernah di angkat. Di kirimi pesan juga lama sekali membalasnya. Rima kian kuatir, ia takut pria itu akan mengingkari janjinya.

"Apa sebaiknya aku langsung ke rumahnya saja ya nanti, mumpung sekarang dapat jatah libur," ucap Rima.

Gadis itu mengambil kesempatan saat ayahnya sedang keluar, namun ibunya ada di rumah karena hari ini juga libur.

"Bu, aku mau keluar sebentar. Mau beli kebutuhan ku di minimarket," pamit Rima.

"Iya Nak, hati-hati jangan ngebut ya," balas ibunya.

Rima mengangguk, gadis itu bergegas ke rumah kekasihnya. Sesampai di sana rumah Rama terlihat sepi, ia memberanikan diri memencet bel. Beberapa saat kemudian ibunya Rama membukakan pintu untuknya.

"Eh Rima, ayo masuk," ucap ibu Rama dengan ramah.

"Terima kasih, Tante," balas Rima.

"Sudah lama sekali tidak pernah main kesini, semenjak kalian lulus sekolah. Kata Rama kamu sudah bekerja ya sekarang?"

"Iya Tante, tapi hanya menjaga konter handphone. Bukan bekerja kantoran,"

"Tidak masalah yang penting ada kesibukan, daripada Rama hidupnya hanya main-main saja. Bekerja baru 2 hari sudah berhenti, mudah bosan dia. Tunggu ya Tante bikinin minum dulu,"

Ibu Rama bangkit untuk membuatkan minum namun Rima mencegahnya.

"Tidak perlu repot-repot Tante, saya kesini mau bertemu dengan Rama," ucap Rima.

"Loh memangnya Rama tidak cerita ya sama kamu? Dia sedang ke desa neneknya, baru 2 hari yang lalu berangkat. Mungkin agak lama di sana. Memang agak pelosok tempatnya jadi jarang ada sinyal juga sih,"

Jantung Rima terasa berhenti berdetak, bagaimana bisa pria itu pergi di saat ada masalah besar yang sedang mereka hadapi. Ingin rasanya ia berteriak dan memberitahu ibunya Rama tentang kebenaran ini, namun tak sepatah kata pun yang mampu terucap dari bibirnya saat ini.

Kepalanya tiba-tiba pusing, tubuhnya limbung tak ada kekuatan sama sekali. Ia tidak dapat mendengar lagi ucapan ibunya Rama. Ia terbangun setelah mencium aroma menyengat minyak kayu putih di hidungnya.

"Syukurlah kamu sudah sadar, kamu kenapa tiba-tiba pingsan Rima?"

Ternyata dia masih hidup walaupun sebenarnya ia sudah ingin mati saja, ada ibunya Rama di sampingnya.

"Aku kenapa, Tante?" tanya Rima.

"Kamu tadi pingsan, apa kamu sedang sakit?" tanya ibunya Rama.

Rima menggeleng pelan.

"Mungkin hanya kelelahan. Aku pamit dulu ya Tante, maaf sudah merepotkan," ucap Rima.

"Tapi keadaan kamu masih lemah, istirahat saja dulu di kamar Rama. Kalau sudah baikan, baru nanti pulang," pinta ibu Rama.

Rima berpikir sejenak, mungkin dirinya bisa mencari sesuatu di kamar Rama. Sebuah diary atau petunjuk lain tentang perasaan pria itu terhadapnya.

"Baiklah, aku akan istirahat sebentar. Terima kasih ya, Tante,"

Rima mengikuti ibunya Rama, ia berbaring di tempat tidur kekasihnya itu. Rasa rindu mulai terasa di dalam sanubarinya.

"Istirahat saja dulu ya, tante tutup pintunya agar kamu bisa tidur dengan tenang,"

Sepeninggal ibunya Rama, ia segera bangkit. Ia mulai mengamati semua yang ada di kamar kekasihnya. Buku, mainan, lemari pakaian semua tidak lepas dari pengamatannya. Mungkin dia memang lancang, namun ia hanya berupaya mencari petunjuk tentang perasaan pria itu yang sesungguhnya.

Ia mengembalikan semua barang ke tempat semula. Tidak ada hal berarti yang ia temukan, hanya buku-buku berisi nama mereka berdua. Ia memutuskan untuk segera berpamitan.

"Betapa teganya kamu meninggalkan aku sendiri di sini Rama, kamu begitu kekanakan," ucap Rima.

Gadis itu pergi dengan sejuta rasa kecewa di hatinya. Pria yang seharusnya mendampinginya dalam menyelesaikan persoalan ini justru lari menghindar. Sekarang ia benar-benar rapuh, lemah dan tidak berdaya.

☆☆☆

"Lama sekali perginya Rima, loh mana belanjaannya?"

Rima lupa akan alasannya tadi keluar, ia tidak membawa apapun di tangannya. Rasa kecewa yang teramat dalam membuat dirinya sedikit linglung.

"Yang mau aku beli sedang kosong, Bu," jawab Rima sekenanya.

Hari ini rasanya dirinya malas melakukan hal apapun. Ia hanya ingin rebahan.

Tring... tring...

Sebuah notifikasi pesan masuk di ponselnya, dengan malas ia membukanya. Matanya menjadi berbinar tatkala muncul nama kekasihnya di pop up pesan wa.

[Rima, kata ibu tadi kamu ke rumah ya. Maaf aku tidak memberi kabar pada mu. Aku sedang mendapat masalah besar, aku harus sembunyi sementara waktu. Setelah kembali, aku berjanji kita akan segera menikah. Aku tidak bisa sering menghubungi mu. Aku takut ponsel ku di sadap. Jaga diri baik-baik ya, aku sayang kamu.]

Walau hanya sebuah pesan namun mampu menentramkan hatinya yang sedang cemas. Setidaknya prasangka buruknya salah, Rama bukan menghindar dari masalah mereka namun pria itu pergi karena masalahnya sendiri. Ia berharap itu bukan hanya sebuah alasan untuk mengulur-ulur waktu.

"Sebenarnya apa masalah mu Rama? Mengapa sampai pergi dari kota ini? Apakah begitu berat sehingga orang tua mu bahkan tidak mampu melindungi mu?"

Hati Rima di penuhi tanda tanya. Namun ia sedikit merasa lega karena ternyata Rama tidak meninggalkannya.

"Siapa wanita itu, kenapa kamu bawa kemari?"

"Itu bukan urusan mu, minggir kamu,"

Rima yang mendengar suara keributan di depan segera bangkit.

"Ada apa Bu, kalau bertengkar jangan di luar. Malu jika di lihat tetangga," ucap Rima.

"Ayah mu tadi membawa wanita kesini, banyak tetangga yang mengatakannya tapi dia tidak mau mengaku," ibunya menjawab dengan berurai air mata.

"Apa benar itu, Yah?" tanya Rima.

"Kamu masih kecil, jangan ikut campur urusan orang tua. Cepat masuk," hardik ayahnya.

"Tidak mau. Berhenti menganggap ku sebagai anak kecil, aku sudah cukup dewasa untuk mengerti. Mengapa ayah selalu membuat ibu terluka?"

Kali ini Rima tidak dapat menahan diri lagi. Ia tidak ingin berdiam diri terus-menerus menghadapi kesewenangan ayahnya yang selalu membuat ibunya menderita. Sudah membanting tulang sedemikian rupa, sering di pukul dan sekarang begitu tega ayahnya membawa wanita lain ke rumah mereka.

"Jangan mentang-mentang sudah bisa cari uang sendiri, kamu berani menentang ayah mu. Cepat masuk!"

Dengan kasar pria itu menarik dan mendorong tubuhnya untuk masuk ke dalam rumah.

"Hentikan, jangan ganggu putri ku,"

Ibunya berusaha menolong dirinya namun justru di pukul oleh ayahnya. Tetangga yang takut hanya bisa menonton dan menyuruh mereka untuk tidak melawan.

"Bunuh saya kami semua Yah, supaya ayah puas. Setelah itu tidak ada yang akan menghalangi ayah untuk berbuat semaunya," teriak Rima.

Plakkk... plakkk...

Sebuah tamparan dan pukulan mendarat di tubuh gadis itu. Ia terhuyung, jatuh lalu tidak sadarkan diri.

Terpopuler

Comments

Zenun

Zenun

waduh si Rama

2023-07-10

1

Alifia Najla Azhara

Alifia Najla Azhara

jahat bgt ayahnya. pgen tak cincang ae

2023-02-19

0

Alkenzie

Alkenzie

mungkin, mungkin juga iya

2023-02-12

0

lihat semua
Episodes
1 Bab 1 Awal Mula
2 Bab 2 Kesucian Yang Terenggut
3 Bab 3 Cemburu
4 Bab 4 Terulang Lagi
5 Bab 5 Positif
6 Bab 6 Memberitahu Rama
7 Bab 7 Kata Dokter
8 Bab 8 Ke Rumah Rama
9 Bab 9 Akhirnya Ibu Tahu
10 Bab 10 Kabar Mengejutkan
11 Bab 11 Rahasia Yang Terkuak
12 Bab 12 Rencana Pernikahan
13 Bab 13 Akhirnya Sah
14 Bab 14 Mulai Ada Konflik
15 Bab 15 Bertengkar
16 Bab 16 Nafkah Dari Rama
17 Bab 17 Bekerja Kembali
18 Bab 18 Uang Hilang
19 Bab 19 Ketahuan
20 Bab 20 Berhenti Berkerja
21 Bab 21 Menderita
22 Bab 22 Istri Yang Tidak di Inginkan
23 Bab 23 Cobaan
24 Bab 24 Melahirkan
25 Bab 25 Menikmati Peran Sebagai Ayah
26 Bab 26 Firasat Buruk
27 Bab 27 Kesalahan Yang Nikmat
28 Bab 28 Hari Yang Sial
29 Bab 29 Pulang
30 Bab 30 Merintis Usaha
31 Bab 31 Rama Selingkuh?
32 Bab 32 Tertipu
33 Bab 33 Gulung Tikar
34 Bab 34 Menjadi Security
35 Bab 35 Menganggur Lagi
36 Bab 36 Pergi Dari Rumah
37 Bab 37 Menjemput Rima
38 Bab 38 Menolak Pulang
39 Bab 39 Kemarahan Bu Yani
40 Bab 40 Terpaksa Menjemput
41 Bab 41 Bermesraan
42 Bab 42 Rima Bekerja Lagi?
43 Bab 43 Melamar Kerja
44 Bab 44 Hari Pertama Bekerja
45 Bab 45 Lelah
46 Bab 46 Uang Mu Juga Uang Ku
47 Bab 47 Rama Pemalas
48 Bab 48 Mengerjai Rama
49 Bab 49 Di Kerjain Hantu
50 Bab 50 Merawat Ibu
51 Bab 51 Berhenti Bekerja
52 Bab 52 Jadi Kuli
53 Bab 53 Kecelakaan
54 Bab 54 Memulai Kembali
55 Bab 55 Bahagia
Episodes

Updated 55 Episodes

1
Bab 1 Awal Mula
2
Bab 2 Kesucian Yang Terenggut
3
Bab 3 Cemburu
4
Bab 4 Terulang Lagi
5
Bab 5 Positif
6
Bab 6 Memberitahu Rama
7
Bab 7 Kata Dokter
8
Bab 8 Ke Rumah Rama
9
Bab 9 Akhirnya Ibu Tahu
10
Bab 10 Kabar Mengejutkan
11
Bab 11 Rahasia Yang Terkuak
12
Bab 12 Rencana Pernikahan
13
Bab 13 Akhirnya Sah
14
Bab 14 Mulai Ada Konflik
15
Bab 15 Bertengkar
16
Bab 16 Nafkah Dari Rama
17
Bab 17 Bekerja Kembali
18
Bab 18 Uang Hilang
19
Bab 19 Ketahuan
20
Bab 20 Berhenti Berkerja
21
Bab 21 Menderita
22
Bab 22 Istri Yang Tidak di Inginkan
23
Bab 23 Cobaan
24
Bab 24 Melahirkan
25
Bab 25 Menikmati Peran Sebagai Ayah
26
Bab 26 Firasat Buruk
27
Bab 27 Kesalahan Yang Nikmat
28
Bab 28 Hari Yang Sial
29
Bab 29 Pulang
30
Bab 30 Merintis Usaha
31
Bab 31 Rama Selingkuh?
32
Bab 32 Tertipu
33
Bab 33 Gulung Tikar
34
Bab 34 Menjadi Security
35
Bab 35 Menganggur Lagi
36
Bab 36 Pergi Dari Rumah
37
Bab 37 Menjemput Rima
38
Bab 38 Menolak Pulang
39
Bab 39 Kemarahan Bu Yani
40
Bab 40 Terpaksa Menjemput
41
Bab 41 Bermesraan
42
Bab 42 Rima Bekerja Lagi?
43
Bab 43 Melamar Kerja
44
Bab 44 Hari Pertama Bekerja
45
Bab 45 Lelah
46
Bab 46 Uang Mu Juga Uang Ku
47
Bab 47 Rama Pemalas
48
Bab 48 Mengerjai Rama
49
Bab 49 Di Kerjain Hantu
50
Bab 50 Merawat Ibu
51
Bab 51 Berhenti Bekerja
52
Bab 52 Jadi Kuli
53
Bab 53 Kecelakaan
54
Bab 54 Memulai Kembali
55
Bab 55 Bahagia

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!