Satu bulan kemudian.
Rima benar-benar mematuhi perintah ayahnya, ia hanya keluar untuk melamar pekerjaan. Selebihnya hanya ia habiskan di kosan, membantu pekerjaan ibunya atau sekadar nonton tv bersama adiknya. Rima merasa bosan dan tertekan, namun dirinya tidak mampu berbuat apa-apa. Hatinya terlalu takut untuk membangkang, ia tidak mau menjadi samsak tinju ayahnya.
Beruntung penderitaannya segera berakhir, ia mendapat tawaran untuk membantu menjaga konter handphone yang cukup besar milik teman tantenya. Ia merasa senang sekali walaupun gajinya tidak UMR, namun bisa membantu kebutuhan keluarganya.
Sudah seminggu ini Rima mulai bekerja, ia gembira bisa melihat dunia luar kembali setelah beberapa minggu hanya bisa mendekam di kosan. Ia bisa berinteraksi dengan teman-temannya di tempat kerja. Walaupun terkadang ia merasa letih karena pekerjaannya mengharuskan dirinya untuk berdiri lama, namun tidak mengurangi rasa bahagianya.
"Huek... huek..."
Rima merasa sedikit pusing, perutnya terasa mual dan ingin muntah.
"Rima, kamu kenapa Sayang? Apa kamu masuk angin karena kecapean?" tanya ibunya begitu perhatian.
"Tidak tahu Bu, mungkin memang masuk angin. Bisa tolong kerokin Bu, setelah itu aku akan minum obat masuk angin,"
Ibunya dengan sabar membantu Rima.
"Wah merah sekali, sepertinya memang masuk angin ini," ucap ibunya.
"Benarkah Bu? Pantas saja sejak di tempat kerja rasanya tubuh ku tidak nyaman," balas Rima.
"Ya sudah, setelah ini minum obat lalu segera istirahat ya. Kamu belum terbiasa bekerja, mungkin tubuh ku kaget," ucap ibunya.
Rima menuruti kata-kata ibunya, setelah meminum obat ia merebahkan diri dan menarik selimut untuk segera beristirahat.
☆☆☆
Keesokan harinya.
"Huek... huek... aduh mengapa aku masih merasa mual sekali, kepala ku juga terasa berat,"
Rima segera membuat segelas teh hangat setelah muntah di kamar mandi. Ibunya masuk pagi, jadi dia harus bisa merawat dirinya sendiri. Walaupun bekerja ibunya selalu menyiapkan kebutuhan untuk orang rumah sebelum dirinya berangkat bekerja. Jika dirinya tidak sempat memasak maka akan membeli sayur dan lauk matang dari luar, jadi tinggal memasak nasi saja di rumah.
"Kamu kenapa kok muntah-muntah? Sakit?" tanya ayahnya yang ternyata ada di depan kosan memperbaiki motornya.
"Iya Yah, dari semalam sepertinya masuk angin," jawab Rima.
"Mungkin kelelahan karena belum terbiasa bekerja. Kalau memang tidak sehat lebih baik libur dulu bekerjanya," ucap Ayahnya.
Ayah Rima memang aneh, terkadang begitu kasar dan ringan tangan namun tak jarang ia juga lembut dan penuh perhatian.
"Mungkin setelah istirahat sebentar akan membaik Yah. Jika ayah mau sarapan semua sudah di siapkan di lemari makan,"
"Tidak perlu Repot Rima, lebih baik kamu istirahat saja supaya cepat sembuh,"
Rima menuruti ucapan ayahnya, setelah sarapan dan minum teh hangat yang ia buat tadi, ia segera membaringkan tubuhnya kembali. Rasa pusing dan mual membuat tubuhnya menjadi lemas. Dengan begitu cepat ia telah bergelut di dunia mimpi.
"Apa yang kamu katakan tadi, Rima? Bagaimana mungkin itu anak ku, kita hanya melakukannya beberapa kali? Itu pasti bukan anak ku,"
"Tidak Rama, ini benar-benar benih mu. Aku tidak melakukannya selain dengan diri mu. Kamu harus bertanggung jawab, Rama,"
Rima menangis memohon pengakuan Rama, namun pria itu sama sekali tidak percaya.
"Bohong, kamu pasti sudah tidur dengan pria lain," ucap Rama.
"Tidak, aku berani bersumpah aku hanya tidur dengan mu," balas Rima.
"Lepaskan aku Rima, aku tidak percaya,"
Rama pergi meninggalkan Rima yang menangis meraung-raung sembari memegangi perutnya yang buncit.
"Rama... jangan pergi..." teriak Rima.
"Rima, Rima, bangun Nak. Kamu kenapa?"
Ayah Rima mengguncang tubuh putrinya cukup keras, ia kuatir karena melihatnya mengeluarkan banyak keringat.
"Ayah? Aku kenapa?"
Rima yang terbangun dari mimpinya masih bingung dengan yang ia alami.
"Kamu tadi mengigau, menangis memanggil nama Rama. Kamu mimpi apa sampai seperti itu?" tanya ayahnya.
'Oh Tuhan, syukurlah tadi hanya mimpi,' batin Rima.
"Tidak apa-apa Yah, hanya mimpi Rama jatuh ke jurang makanya aku teriak," jawab Rima sekenanya.
"Ada-ada saja kamu, makanya jangan terlalu memikirkan pria toh belum tentu nanti menikah dengan dia," ucap ayahnya.
Rima hanya diam, ia masih memikirkan tentang mimpinya tadi. Ia baru ingat jika bulan ini sudah lewat dari tanggal biasanya ia menstruasi.
"Yah aku pamit mau ke apotik dulu ya, mau beli obat masuk angin,"
Rima bersiap-siap mengenakan jaketnya.
"Biar ayah saja yang belikan, kamu kan masih sakit. Mau beli obat apa namanya?"
"Tidak perlu Yah, biar aku berangkat sendiri saja. Ada kebutuhan lain yang harus aku beli juga,"
"Ya sudah sana, hati-hati tidak perlu ngebut,"
Rima segera mengambil motor dan bergegas pergi. Ia sengaja menuju apotik yang letaknya jauh dari tempat tinggalnya karena ia juga berniat membeli tespek kehamilan. Mimpinya tadi membuat hatinya gelisah jadi ia memutuskan untuk melakukan tes kehamilan supaya hatinya merasa tenang.
Dengan langkah perlahan ia menuju ke arah mbak kasir yang melayani.
"Mbak, beli obat masuk angin dua bungkus sama tespek dua," ucap Rima.
Ia sempat di tanyai tentang merk, mbak kasir juga bertanya ia mau tespek biasa atau yang bagus. Karena ia tidak tahu, ia menjawab saja yang biasa. Sebenarnya karyawan itu tidak mungkin mengenalinya karena dirinya memakai masker. Namun namanya saja orang salah, pasti ada rasa gelisah dan takut di dalam hatinya.
"Jadi totalnya berapa ya, Mbak?" tanya Rima.
"Tujuh belas ribu,"
Rima segera menyodorkan uang 20 ribu kepada karyawan apotek itu. Setelah menerima kembalikan ia segera pergi dari sana. Tidak lupa ia menyembunyikan tespek itu di saku jaketnya agar tidak ketahuan orang lain.
"Rima, ayah mau pergi dulu. Kalau kamu jadi bekerja, nanti kuncinya kamu taruh saja di tempat biasa ya," ucap ayahnya saat dirinya baru saja datang.
"Iya Yah,"
Setelah memarkirkan motor ia segera masuk ke dalam rumah dan mengunci pintunya. Dengan sangat penasaran ia membuka petunjuk tespek yang ia beli tadi.
"Oh jadi kalau garisnya satu negatif, tapi kalau dua berarti positif ya. Semoga saja garisnya satu," harap Rima.
"Duh mana lagi tidak mau pipis, bagaimana ya?"
Walaupun tidak ingin buang air kecil ia tetap menyiapkan wadah untuk menampung urine nya nanti.
"Harusnya saat baru bangun tidur tadi, tapi aku penasaran sekali. Aku coba satu saja deh,"
Rima segera membuka bungkus tespek itu, ia mulai pipis di wadah yang telah ia siapkan tadi. Dengan perlahan ia mulai mencelupkan alat itu ke dalam wadah. Dengan perasaan berdebar ia menunggu urine itu naik sampai melewati tanda.
"Oh, astaga... positif,"
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 55 Episodes
Comments
Zenun
mimpinya kenyataan
2023-07-08
0
Alifia Najla Azhara
bunting deh.
2023-02-18
0
Alkenzie
Iya kak, ank zaman skg
2023-02-11
0