"Sebentar ya Bu, saya mau terima telepon penting dulu,"
Ibunya Rama meninggalkan mereka berdua untuk menerima telepon. Hati Rima berdegup tak menentu, ia takut Rama lari dari tanggung jawab untuk menikahinya.
"Bu bagaimana jika Rama lari, ia pergi meninggalkan aku?" tanya Rima lirih.
Sudut matanya mulai mengeluarkan cairan bening yang tidak mampu ia tahan lagi. Ia begitu takut menghadapi kenyataan yang akan dia alami tanpa kekasihnya.
"Tidak boleh berpikiran negatif, kita harus terus berpikiran positif. Apapun kondisinya kita harus mengabarkan ini semua, orang tua Rama harus segera tahu," jawab ibunya.
"Maaf ya, tadi neneknya Rama telepon. Ternyata salah paham, Rama sedang perjalanan pulang. Dia tidak pamit kepada neneknya karena saat itu sedang tidur sebelum subuh, tapi Rama pamit kepada kakeknya,"
Penjelasan ibunya Rama membuat hati Rima terasa lega. Ia berharap Rama akan segera datang agar bisa duduk bersama untuk membicarakan masalah mereka.
"Syukurlah jika seperti itu, semoga Rama selamat sampai di rumah," balas ibu Santi.
"Amin. Oh iya, katanya tadi ada yang mau di bicarakan?" tanya bu Yani, ibunya Rama.
"Iya Bu, ini menyangkut Rama dan Rima," jawab bu Santi.
"Iya Bu, saya dan ayahnya Rama sudah tahu hubungan mereka. Semoga anak-anak kita tidak akan saling menyakiti dan berjodoh," ucap bu Yani.
"Amin, tapi ini masalahnya cukup serius Bu. Rama dan Rima..."
Belum selesai bu Santi berbicara lagi-lagi harus terpotong kembali.
"Assalamualaikum,"
"Waalaikum salam, Rama. Kamu sudah sampai ternyata Nak,"
Bu Yani memeluk putranya, sementara Rama hanya diam saja. Ia justru terpana melihat kehadiran Rima dan ibunya di rumahnya.
"Rama..." panggil Rima.
Rama duduk bergabung dengan mereka.
"Bu, ada yang mau Rama sampaikan. Sebelumnya aku minta maaf kepada Ayah dan Ibu karena sudah mengecewakan. Aku mengaku salah karena sudah berbuat terlalu jauh dengan Rima, tolong nikahkan kami karena sekarang Rima sedang mengandung anak Rama,"
Dengan tertunduk penuh rasa bersalah akhirnya Rama berhasil mengucapkannya. Ibunya sangat terkejut sehingga tak mampu berkata-kata.
"Apa, beraninya kamu merusak anak gadis orang ya,"
Plakkk... plakkk...
Dua kali tamparan melayang di kedua pipi Rama, ternyata ayahnya mendengar apa yang ia katakan. Pria itu sangat emosi mengetahui putranya yang penggangguran berani membuat hamil anak gadis orang.
"Maafkan Rama Yah, aku tahu aku salah. Aku akan tanggung jawab,"
Rama berjanji sambil meringis kesakitan memegang sudut bibirnya yang berdarah.
"Sudah Yah, mau bagaimana lagi nasi sudah menjadi bubur. Kita harus segera menikahkan mereka," ucap Bu Yani.
"Mau kamu beri makan apa Rima jika kalian menikah? Kamu saja sangat malas di suruh bekerja. Makanya kalau melakukan sesuatu itu di pikir pakai otak jangan pakai dengkul,"
Ayah Rama masih meradang, terlihat sekali ia kesal dengan Rama.
"Maaf Pak jika saya ikut campur. Ini bukan hanya kesalahan anak-anak, kita sebagai orang tua juga patut di salahkan. Namun sekarang bukan saatnya mencari salah dan benar, karena kandungan Rima sekarang sudah mau menginjak 8 minggu. Kita harus segera menikahkan mereka,"
Bu Santi mencoba menengahi. Ia tidak ingin membuat keributan di sana, ia justru ingin membicarakan tentang solusi masalah anak mereka.
"Kita duduk dulu saja, bicarakan ini baik-baik," imbuh bu Yani.
Akhirnya semua duduk dengan tenang. Mereka semua tampak diam untuk beberapa saat. Rima dan Rama hanya bisa saling pandang sambil sesekali terlihat menunduk. Sekarang mereka hanya menunggu keputusan ayah Rama.
"Sebagai seorang pria, Rama harus bertanggung jawab atas perbuatannya. Setelah menikah kamu harus menafkahi istri mu, jadi harus segera mencari pekerjaan. Mereka akan tinggal di sini sembari menunggu rumah mereka selesai di bangun. Untuk pernikahan akan di lakukan secepatnya, nanti kita bicarakan lagi sesama orang tua. Bagaimana, apa Rima dan ibunya setuju?"
Alhamdulillah, lega rasanya mendengar keputusan ayah Rama. Tanpa terasa Rima dan ibunya menangis karena terharu. Mereka tahu ayah Rima pasti akan marah karena mereka mengambil keputusan secara sepihak. Apalagi untuk masalah terpenting bagi putrinya ia sama sekali tidak di beritahu dan di mintai pendapat.
"Kita ikut saja Pak, yang penting mereka segera menikah. Karena kasihan Rima jika sampai perutnya semakin besar, walaupun mereka memang salah tapi mereka telah sadar dan mencoba memperbaikinya," jawab bu Santi.
Setelah semua telah di sepakati bersama. Rima dan ibunya segera pamit dari sana.
☆☆☆
"Kalian darimana saja sih, rumah kosong tidak ada orang sama sekali. Ibu dan anak sama saja," ucap ayah Rima.
"Aku mau bicara pak, masuklah dulu," pinta bu Santi.
"Sok penting kamu, ya sudah mau bicara apa?"
Mereka kini berada di dalam kosan, berbicara seperti sebuah keluarga yang utuh.
"Rima akan segera menikah dengan Rama, secepatnya," ucap bu Santi.
"Apa maksud mu? Rima masih muda kenapa harus segera menikah? Kenapa kalian tidak membicarakan dulu dengan ku, apa sudah tidak menganggap aku lagi?"
Sesuai yang di perkirakan, pak Tono ayah Rima meradang mendengar masalah pernikahan putrinya.
"Karena Rima sudah mengandung, dia harus segera menikah sebelum perutnya membesar," jelas bu Santi.
"Apa aku bilang, makanya jadi wanita jangan murahan. Mau saja di bawa kemana-mana, sekarang bunting bingung. Kamu dan ibu mu sama saja, sama-sama murahan,"
Pak Tono menunjuk-nunjuk mereka berdua. Istri dan anaknya hanya bisa menangis mendengar cemoohan dari pria itu. Mungkin Rima memang murahan karena sampai hamil di luar nikah, tapi mengapa ayahnya selalu berkata ibunya juga murahan. Padahal sekalipun yang ia tahu ibunya tidak pernah berselingkuh.
"Jadi wanita jangan lemah, bisanya cuma menangis saja. Itu akibatnya jika tidak menurut sama suami, sama ayah. Apa kamu tidak malu hamil di luar nikah,"
Pria itu terus berkoar-koar seolah dirinya paling benar. Dada Rima penuh sesak, rasanya ia tidak tahan lagi untuk tetap diam dan mendengarkan omong kosong ayahnya. Ibunya bahkan hanya bisa memegangi dadanya yang mungkin terasa begitu sakit.
"Cukup Yah, cukup! Aku memang salah, tapi aku sadar dan mencoba memperbaikinya dengan menikah. Jangan limpahkan semua kesalahan kepada ku dan Ibu saja, jika saja ayah menjadi orang tua yang baik dan bertanggung jawab hidup kita tidak akan seperti ini,"
Rima bangkit dan menumpahkan segala apa yang ada di dalam hatinya.
"Berani ya sekarang kamu membantah, minta di hajar kamu ya,"
Pria itu bangkit dan mau menampar Rima namun segera di halangi bu Santi.
"Lepaskan Bu, biar ayah puas memukul ku. Biar dunia tahu seorang ayah yang selama ini tidak pernah menafkahi anak istrinya, yang tidak menjalankan semua tanggung jawabnya, yang bahkan tega berselingkuh, masuk penjara karena telah membunuh putri kandungnya,"
Dengan lantang Rima berteriak menantang ayahnya.
"Kurang ajar Kamu ya, kamu itu bukan anak ku. Dasar anak sialan,"
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 55 Episodes
Comments
Alifia Najla Azhara
terus Rima anak siapa
2023-02-19
0
Alkenzie
apanya yang benar kak?
2023-02-12
0
SBY army
nah kan benar
2023-02-11
0