"Pak, apa kamu tidak malu minta sama anak? Harusnya kamu memberi bukan malah menginginkan di beri," sindir bu Santi.
"Susah payah kita membesarkan, masa mintak uang saja tidak boleh. Jangan dengarkan ibu mu yang pelit itu, mana uang untuk ayah?"
Pak Tono memang tidak punya malu, ia mendekat dan mengulurkan tangannya kepada putrinya tanpa rasa bersalah.
"Sudah, ini yang untuk Reza kamu ambil saja," bu Santi memberikan uang 100 ribu itu ke tangan suaminya.
"Masa aku di samakan sama Reza, harusnya lebih banyaklah,"
Dasar pak Tono memang tidak bersyukur, kalau orang bilang di kasih hati minta ampela.
"Ini aku tambahin 100 ribu lagi, maaf tidak bisa memberi lebih Yah. Rima masih banyak keperluan," ucap Rima.
"Nah gitu dong, lain kali berilah lebih banyak,"
Pria itu memasukkan uang itu ke dalam sakunya lalu kembali melanjutkan aktivitasnya di depan rumah.
"Harusnya jangan kamu turuti, jika tidak ayah mu akan kebiasaan. Tahu sendiri apa yang ayah mu lakukan selama ini terhadap ibu,"
"Biarlah kali ini saja Bu, aku tidak ingin ada keributan. Ini titip untuk Reza ya,"
"Tidak perlu, biar nanti ibu saja yang memberi adik mu itu. Kamu bawa saja Nak, keperluan mu juga pasti banyak,"
Rima tetap memaksa memberikan uang 100 ribu untuk adiknya. Karena hari semakin malam ia pamit untuk pulang.
☆☆☆
Di rumah Rama.
"Seharusnya Rima sudah pulang, mengapa sampai sekarang dia belum datang ya?" tanya Rama.
"Rama, kenapa kamu masih di rumah? Kamu tidak menjemput istri mu?" tanya ibunya.
"Tidak Bu, dia bawa motor sendiri," jawab Rama.
"Oh, lalu bagaimana lamaran mu tadi? Kapan mulai kerja?"
"Belum tahu, katanya nanti di kabari lagi,"
"Semoga segera di panggil ya, biar kamu cepat bekerja,"
Rama hanya diam saja, ia lebih fokus memikirkan kemana istrinya selarut ini masih belum pulang juga. Apalagi Rima sama sekali tidak memberi kabar, membuatnya semakin kesal.
"Dari pada kamu cemas di sini, sebaiknya kamu susul saja Rima ke tempat kerjanya," titah ibunya.
Rama tampak menimbang ucapan ibunya, ia masih ragu namun detik kemudian pamit untuk menyusul Rima.
Beberapa menit kemudian ia telah sampai di tempat tujuan, namun tempat kerjanya sudah tutup. Hanya ada bos Rima yang masih duduk di depan tempat itu.
"Mas, apa Rima sudah pulang dari tadi ya?"
Rama memberanikan diri bertanya kepada Anton.
"Oh suaminya Rima. Sudah dari tadi, mungkin sekitar sejam yang lalu," jawab Anton.
"Memangnya kenapa Mas, apa belum sampai rumah?" tanya Anton.
"Oh tidak, tadi saya di jalan makanya mampir barangkali belum pulang. Mungkin dia sudah di rumah, ya sudah terima kasih ya,"
Rama berbohong untuk menutupi hubungan mereka yang sedang saling diam. Ia kembali lagi pulang ke rumahnya. Ternyata Rima sudah pulang dan berbicara dengan ibunya.
"Eh itu Rama sudah datang," ucap bu Yani.
Rama masuk, namun tetap mengacuhkan istrinya.
"Ternyata Rima mampir ke rumah ibunya Rama. Wajar, mungkin rindu karena sudah seminggu berpisah dengan orang tuanya," imbuh ibunya.
Rama dan Rima hanya diam dan mendengarkan ucapan bu Yani.
"Bu, Rima mau mandi dulu ya,"
"Oh iya, setelah itu langsung istirahat. Kamu harus jaga kesehatan dan makanlah yang banyak, karena bayi mu butuh gizi,"
Ibu mertuanya sangat perhatian, walaupun dia berasal dari suku madura yang terkenal kasar namun ternyata dia begitu baik dan pengertian.
"Iya Bu, terima kasih,"
Rima segera masuk ke dalam kamar untuk mengambil handuk dan pakaian ganti. Sedangkan Rama masih duduk dengan ibunya.
"Kalian kenapa? Apa sedang bertengkar?" tanya ibunya.
"Jangan terlalu keras kepadanya, kasihan dia anak yang baik. Wajar jika ada beda pendapat, namanya juga suami istri," ucap Ibunya.
"Kita tidak bertengkar kok," balas Rama.
"Syukurlah kalau begitu. Barusan Rima memberi ibu uang 700 ribu, katanya untuk membantu ibu karena kalian juga ikut makan di sini. Ibu sudah menolak karena ibu juga ikhlas, tapi Rima memaksa jadi ibu terima,"
Rama semakin kesal kepada Rima yang tidak membicarakan hal itu terlebih dahulu dengannya. Harga dirinya sebagai seorang pria terasa tercabik-cabik.
"Aku ke dalam dulu, Bu,"
Rama berlalu begitu saja, ia masuk ke dalam kamarnya. Ia menunggu Rima selesai mandi untuk berbicara.
Krekkk...
Terdengar suara pintu terbuka. Benar saja terlihat Rima yang telah segar sehabis mandi. Ia menatap wanita itu dengan kesal.
Brukkk...
"Akh... Rama sakit. Kenapa kamu memukul ku?"
Rima merintih karena Rama memukul lengannya.
"Kamu masih tanya kenapa? Buat apa kamu memberi uang ibu ku? Untuk menginjak harga diri ku, agar di anggap kamu lebih mampu daripada aku, iya?"
"Astaga Rama, aku tidak mengira pikiran mu akan sepicik itu kepada ku. Kita ini suami istri, uang dari ku atau kamu kan sama saja. Saat ini yang bekerja hanya aku, apa salah aku ingin membantu meringankan kebutuhan keluarga ini walaupun tidak banyak?"
Rima mencoba menjelaskan apa maksudnya, namun bukannya mengerti Rama justru semakin emosi.
"Kamu kira aku percaya dengan ucapan mu? Tidak sama sekali. Kamu hanya ingin membuat orang tua ku marah pada ku, agar aku segera bekerja, iya kan?"
Rama berteriak kepada Rima, membuat wanita itu menjadi ketakutan dan menangis. Ia tidak pernah melihat Rama semarah ini.
"Aku tidak bermaksud seperti itu, Rama. Aku melakukannya dengan tulus, jika itu salah menurut mu aku minta maaf,"
Dengan deraian air mata Rima merendah di depan suaminya. walaupun dia tidak merasa tuduhan suaminya benar, namun ia tidak ingin memperpanjang masalah. Ia malu jika sampai pertengkaran mereka terdengar keluarga suaminya.
"Mulai besok kamu tidak perlu bekerja, biar aku yang bekerja," perintah Rama.
"Tapi Rama, kamu kan belum bekerja. Apa tidak sebaiknya tunggu kamu bekerja dulu baru aku berhenti?"
Rima mencoba bernegosiasi, ia takut jika dirinya terlanjur berhenti bekerja ternyata Rama belum mendapatkan pekerjaan juga.
"Jangan membantah! Aku pastikan kamu tetap bisa makan walau tidak bekerja. Aku akan segera bekerja, biar kamu senang,"
"Tapi Rama, aku..."
"Diam! Jangan terlalu banyak bicara lagi, aku capek mendengarkan ocehan mu,"
Rama menutup telinganya dan berbaring di kasur membelakangi istrinya. Sementara Rima sudah tidak berani lagi berbicara.
'Ya Allah, baru seminggu menikah dia sudah berbuat ini pada ku. Ternyata dia tidak jauh beda dengan ayah. Tolong sabarkan dan kuatkan aku Ya Allah,' Rima hanya bisa membatin. Air matanya masih membanjiri kedua maniknya yang indah, namun ia tidak berani bersuara. Hanya bisa menangis tertahan. Hatinya begitu sedih, hanya bisa memanggil ibunya dalam hatinya untuk membuatnya lebih tenang.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 55 Episodes
Comments
Zenun
hayu atuh kerja Rama
2023-07-15
0
Alifia Najla Azhara
Rama memang egois, lihat saja bisa g dia ngasih nafkah
2023-02-20
0
Alkenzie
pernikahan dini, keduanya masih labil kak
2023-02-12
0