Sebulan kemudian.
Hari kelulusan mereka sudah hampir lewat sebulan. Rama dan Rima mulai sibuk mencari kerja. Namun begitu keduanya masih kerap berhubungan melalui pesan. Ya, mereka masih berpacaran hingga saat ini.
"Danu, kita mau melamar pekerjaan di mana lagi? Aku sudah menyiapkan 4 lamaran kerja,"
Danu adalah teman sekelasnya saat di sekolah, karena mereka bertetangga cukup dekat membuat keduanya cukup sering berinteraksi. Danu juga bukan tipe pemilih dalam mencari pekerjaan, jadi sangat cocok berteman dengan Rima yang juga demikian. Berbeda dengan Rama yang memang dari keluarga berada, ia selalu memilih-milih pekerjaan. Hal itu membuat Rima selalu bersama Danu dalam mencari pekerjaan.
"Kita coba saja menaruh lamaran di pabrik, di sekitar sini kan banyak. Ya siapa tahu keterima, lumayan juga gajinya," jawab Danu.
"Ok baiklah, aku ikut saja. Yang penting segera dapat pekerjaan. Aku kasihan kepada ibu yang berjuang sendiri banting tulang. Sementara ayah ku, kamu tahu sendiri ia lebih suka bermalas-malasan dan keluyuran tidak jelas,"
Memang Beberapa minggu belakangan ini hidup Rima semakin tidak karuan, ayahnya sudah tidak bekerja lagi. Kedua orang tuanya sering bertengkar, bahkan ibunya kadang juga menerima pukulan dari ayahnya. Jika begitu Rima dan adik laki-lakinya yang bernama Rendi hanya bisa meringkuk di pojok kamar, mereka tidak berani melerai apalagi membela ibunya.
Pernah suatu ketika mereka mencoba membela ibunya, namun ikut di pukul oleh ayahnya. Bahkan ibunya di pukul membabi buta hingga bibirnya mengeluarkan darah segar. Semua tetangga tidak ada yang berani ikut campur karena hapal dengan perangai ayahnya yang sangat kasar dan terkenal nekad.
"Wah alhamdulilah lamarannya sudah habis, semoga ada yang di panggil ya," ucap Rima.
"Iya, amin. Aku lelah sekali Rim, kita istirahat dulu di warung itu ya, aku haus ingin beli es," ajak Danu.
"Boleh, aku juga haus," balas Rima.
Mereka segera memesan dua gelas es teh manis, sembari menunggu mereka bercerita sambil memakan gorengan.
"Bagaimana hubungan mu dengan Rama? Apa kalian masih pacaran?" tanya Danu.
"Masih, tapi sejak kelulusan aku belum pernah bertemu lagi. Kita hanya berhubungan lewat ponsel, katanya dia sedang sibuk mencari pekerjaan," jawab Rima.
"Sayang sekali ya dia tidak lanjut kuliah, padahal orang tuanya sangat mampu. Coba kita ya yang dapat kesempatan begitu, pasti tidak mungkin di sia-siakan,"
"Iya, aku juga sudah pernah menasehatinya. Tapi entahlah, sepertinya dia memang tidak berminat kuliah,"
Mereka terus mengobrol dan sesekali bercanda, keduanya terlihat begitu gembira.
☆☆☆
Sementara itu di tempat lain di sudut kota yang sama.
Rama tengah asyik bermain game di ponselnya. Setelah lulus sekolah dia memang lebih banyak di rumah menikmati fasilitas yang di sediakan orang tuanya, hanya sesekali saja ia mencoba mencari pekerjaan, sisanya hanya ia habiskan untuk menikmati hidupnya dengan bermalas-malasan.
Tring... tring... tring...
"Ah sial, jadi kalah deh. Ada apa sih orang ini telepon?"
Dengan sedikit menggerutu ia mengangkat telepon dari teman sekolahnya dulu.
"Ada apa sih Dimas, ganggu orang lagi nge-game saja kamu?" tanya Rama.
"Kamu masih pacaran sama Rima tidak?" tanya Dimas.
"Buat apa kamu tanya hal itu, itu bukan urusan mu," jawab Rama ketus.
"Hei bukan begitu. Aku tidak ada maksud apa-apa, hanya saja aku melihat Rima sedang jalan sama Danu. Mereka terlihat bahagia sekali," ucap Dimas.
"Jangan mengarang kamu, mana mungkin Rima jalan sama Danu," balas Rama tidak percaya.
"Ok, aku akan foto mereka lalu aku kirim pada mu,"
Tut, tut, tut...
Belum mengatakan sesuatu, panggilan sudah di putus sepihak. Hati Rama menolak percaya, namun tidak mungkin juga Dimas berbohong. Tidak akan ada untungnya bagi temannya itu untuk membual.
Tring... tring...
Dua buah notifikasi masuk di ponselnya. Dengan hati berdebar ia membuka pesan dari Dimas. Tampak sebuah foto memperlihatkan kekasihnya sedang tertawa bersama pria bernama Danu itu. Tidak ada hal yang berlebihan memang, tapi baginya itu sudah menyakiti hatinya.
Rama bergegas menghubungi Rima, namun tidak di angkat. Hatinya makin panas, dengan gusar ia bergegas mengambil helm untuk menyusul mereka.
"Rama kamu mau kemana?" tanya ayahnya.
"Keluar sebentar, Yah" jawabnya tanpa menoleh.
Motornya segera melaju dengan kecepatan tinggi. Hanya beberapa menit dia sudah sampai di warung itu, namun mereka sudah pergi.
"Rama..." teriak Dimas.
"Kamu cari mereka kan? Mereka baru saja pergi, sepertinya mau pulang. Kalau kamu cepat pasti bisa mengejar," ucap Dimas.
"Ok, terima kasih ya,"
Rama segera melajukan motornya kembali, benar saja dia melihat kekasihnya tengah berboncengan dengan Danu. Tanpa banyak bicara dia segera memotong jalan mereka.
Ciiittt...
Terdengar suara rem motor yang di injak begitu dalam hingga menimbulkan suara berdecit.
"Rama? Apa-apaan sih, itu bahaya tahu," ucap Danu geram.
"Kenapa kamu bisa jalan bersama kekasih ku?" tanya Rama penuh emosi.
"Sudah Rama, jangan ribut. Kita hanya melamar kerja bersama, kamu kan tidak pernah mau jika ku ajak,"
Rima mencoba menengahi, ia tidak mau jika sampai mereka berkelahi karena salah paham.
"Lalu kenapa ponsel mu tidak bisa di hubungi, kamu sengaja bukan?"
"Ponsel ku kehabisan baterai, ini juga kita akan pulang. Untuk apa aku berbohong,"
Rama menghampiri Rima dan mengajaknya naik motornya.
"Biar aku yang mengantarnya pulang, awas jika kamu berani mendekatinya," ancam Rama.
Rima memberi kode agar Danu pulang duluan, sementara dia di bonceng Rama dengan motornya.
"Kita mau kemana, bukannya tadi kamu bilang akan mengantar ku pulang?" tanya Rima.
"Kamu harus aku hukum, kamu sudah berani jalan dengan laki-laki lain," jawab Rama.
"Apa? Yang benar saja Rama, kami hanya menaruh lamaran pekerjaan. Kamu jangan aneh-aneh, kamu mau hukum aku bagaimana?"
Rima terlihat begitu ketakutan, ia takut Rama akan memukulnya seperti yang ayahnya lakukan terhadap ibunya. Wajahnya berubah pias membayangkan hal itu.
"Aku tidak peduli, aku akan tetap menghukum mu," jawab Rama.
"Mau hukum aku bagaimana? Kamu akan membawa ku kemana, Rama?"
Rima mulai terisak, ia merasa sangat takut karena semakin jauh dari rumahnya. Bagaimana nasibnya jika sampai Rama berbuat nekad kepadanya?
Setelah berjalan cukup jauh, motor pun berhenti melaju. Rima sangat ingat ini adalah tempat yang sama kala kekasihnya merenggut segalanya dari hidupnya.
'Oh tidak, apa dia akan memukul ku atau mengajak ku berbuat dosa lagi?' batin Rima.
"Rama, kenapa kita kesini lagi?" tanya Rima sembari berusaha melepaskan tangannya dari cengkeraman Rama.
"Diam, sudah ku bilang aku akan menghukum mu,"
Rama menyeret Rima di sepanjang koridor, sebelum menghempaskannya ke atas kasur di kamar itu.
"Jangan Rama, apa yang akan kamu lakukan,"
Rima sangat ketakutan melihat kekasihnya membuka sabuk di celananya kemudian menghampirinya. Ia takut pria itu akan memukulkan sabuk itu ke tubuhnya.
"Jangan..."
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 55 Episodes
Comments
Zenun
yaelah si Rama
2023-07-08
0
Alifia Najla Azhara
paling juga mintak jatah lagi tuh si rama
2023-02-18
1
Alkenzie
bener kak, bikin greget
2023-02-11
0