Kau Mengganggu Tidurku!

Dokter Steven mendekati Ariana, menatap rekannya serius. "Apa kau bilang? Belati perak?"

"Ya, aku butuh belati perak untuk membunuh vampir penghisap darah itu!" Ariana mengepalkan sebelah tangan untuk meninju telapak tangannya yang lain. "Aku sangat yakin ini perbuatan Evander!"

"Jangan gegabah, Ariana! Vampir memiliki kekuatan dan kecepatan bergerak lebih dari manusia!"

Ariana menyahut, "Tidak pada siang hari, Steven! Evander menghabiskan waktu di dalam lemari saat siang. Kau tau, dia seperti makhluk mati atau seperti bayi besar yang sedang lelap dan bermimpi, dan ya … dia mengatakan alergi terhadap matahari. Aku bisa membunuhnya sebelum malam!"

"Kau tau informasi dari mana kalau belati perak bisa membunuh vampir, Ariana?" tanya dr. Steven curiga. "Kau sudah membaca semua buku yang kau pinjam dari perpustakaan kota?"

"Evander sendiri yang mengatakan, aku hanya perlu menusuk jantungnya dengan tepat. Count Drakula generasi ketujuh itu bahkan memberitahukan letak jantungnya padaku!" jelas Ariana bersemangat.

Dokter Steven melebarkan matanya, "Ohya?"

"Posisinya persis sama dengan jantung manusia biasa tentunya." Ariana menjawab sambil terkekeh diikuti dr. Steven.

Bagi Ariana, membunuh Evander adalah keputusan terberat selama berkarir sebagai dokter. Tapi Ariana memiliki alasan kemanusiaan yang cukup kuat. Ia tidak mungkin mengorbankan ras-nya demi menghidupi vampir yang datang dari dunia antah-berantah.

Evander adalah bahaya besar yang mengancam umat manusia. Sekarang mungkin belum karena hanya satu gadis yang dimangsa, tapi bukan mustahil di kemudian hari akan jatuh lebih banyak korban. Evander juga sudah mengingkari janjinya, dan kepercayaan Ariana akhirnya menguap tak bersisa.

"Kau memikirkan Evander?"

Ariana tersenyum masam. Benci pada dirinya yang sudah tertarik dengan vampir brengsek yang menginap beberapa hari di pondoknya.

"Aku sedang menyusun rencana!"

"Aku akan mengantarmu pada seseorang yang kabarnya pernah berburu vampir di masa lalu, dia pasti memiliki belati yang kau butuhkan. Aku buatkan janji ketemu hari ini." Evander mengusap bahu Ariana. Mengerti kalau rekan dokternya itu terguncang dengan keputusan besarnya. Ia keluar ruangan untuk menelepon si pemburu.

Ariana mendekati pasiennya yang mulai membuka mata. "Hai … apa kau merasa lebih baik?"

"Ya, aku rasa begitu. Tidak terasa pusing dan sesak nafas."

"Kau akan sembuh, semua sudah baik-baik saja."

"Terima kasih."

Ariana bertanya pelan, "Apa kau menerima kunjungan seseorang kemarin malam? Selain keluarga atau temanmu! Orang asing."

Gadis yang menjadi pasien Ariana merenung untuk berpikir. "Pria berambut perak?"

"Mungkin, apa kau mengingat wajahnya?"

"Tidak! Dia datang dan aku tiba-tiba … tertidur. Aneh!"

Ariana menghembuskan nafas panjang. Vampir gila yang tinggal di rumahnya pasti mengikuti dirinya saat keluar rumah sebelum matahari terbit. Lalu kembali saat malam setelah tau tempat kerjanya. "Maaf kalau pertanyaanku bersifat pribadi, tapi aku rasa ada hubungannya dengan sakitmu. Apa kau pernah … berhubungan badan dengan pria?"

Gadis itu menggeleng, "Aku masih perawan!"

Ariana menggeram lirih. Count Drakula sialan itu benar-benar menyukai darah suci. Sepertinya menu makan favorit vampir tampan itu memang sedikit menyimpang. Pun dengan urusan teman tidurnya yang harus perawan!

Semakin lama tinggal di masa sekarang, Evander akan semakin mengancam populasi perawan di Maine. Ariana harus mengambil tindakan cepat.

"Baiklah, aku akan memberikan waktu istirahat. Keluargamu akan berjaga penuh, kau tidak akan ditinggalkan sendiri saat malam!" Ariana menguatkan mental pasiennya sebelum pergi bersama dr. Steven mengunjungi si pemburu.

Pria usia lanjut yang didatangi Ariana dan dr. Steven tinggal di belakang gereja di pinggir kota. Ariana disambut ramah dan sangat baik. Pria itu dengan senang hati bercerita mengenai pengalamannya berburu vampir tiga puluh tahun lalu.

Ah, Ariana masih belum lahir ketika cerita itu ada. Meski sulit dipercaya tapi Ariana tetap antusias menyimak tiap kata yang keluar dari mulut si pemburu.

"Siram air ini ke dalam peti tidurnya! Selain peti itu tidak akan bisa digunakan lagi, makhluk itu akan kepanasan dan merasa terbakar saat air suci ini menyentuh kulitnya!"

"Oke," kata Ariana mengambil guci kecil pemberian si pemburu.

"Sediakan bunga bawang putih di sekitar rumah untuk menghalangi keluar masuknya makhluk itu. Terakhir gunakan belati ini untuk menusuk jantungnya, sebelum matahari terbenam. Pukul pakai palu agar bisa menembus jantungnya lebih cepat."

Si pemburu menambahkan beberapa cerita dan cara-cara menghabisi vampir dengan jebakan. Diskusi panjang tak ada habisnya karena uniknya sifat makhluk kegelapan tersebut.

"Aku mengerti," jawab Ariana yakin. Tidak! Ariana mendadak tidak yakin ketika membayangkan Evander akan menjerit kesakitan lalu hancur berkeping-keping dan menghilang selamanya dari hidupnya yang sepi.

Vampir bodoh itu sudah mencuri hatinya! Rasa yang selama ini mati karena penghianatan kekasihnya. Ariana kesal mendapati fakta itu. Otaknya yang berhari-hari berisi Evander mengatakan kalau ia akan patah hati tak lama lagi.

Namun, Ariana tidak punya pilihan, sesuatu yang buruk akan terjadi jika ia tetap membiarkan Evander hidup. Jika Evander mati, hal buruk hanya menimpa dirinya pribadi. Hanya Ariana yang akan merasa kehilangan. Hm, rasanya pasti tak jauh beda ketika ia ditinggalkan Jonathan.

"Sayang sekali aku tidak bisa menemanimu berburu, usia dan kesehatan tidak memungkinkan aku untuk keluar rumah lagi. Semoga berhasil, Ariana!" Si pemburu menyunggingkan semangat dalam senyumnya ketika Ariana pamit.

Kunjungan tak lebih dari dua jam. Ariana dan dr. Steven pulang membawa belati perak, air suci dan bunga bawang putih yang sudah didoakan pendeta di gereja depan rumah si pemburu.

"Kau yakin tidak butuh bantuanku, Ariana?" Dokter Steven bertanya pesimis.

"Aku bisa melakukannya sendiri, hari sudah mulai sore, aku tidak akan melakukannya hari ini. Mungkin besok, kebetulan aku tidak ada jadwal untuk ke rumah sakit. Aku akan mengambil liburku dengan mengurus vampir meresahkan itu!"

Ariana meyakinkan dr. Steven untuk menyerahkan semua masalah itu padanya. Evander bukanlah vampir kuat seperti di film-film, ia hanya vampir sial yang hidup dengan banyak kekurangan. Ariana sudah mendengar semua cerita tentang Evander yang tidak bisa mengatur cuaca dan lainnya. Ia yakin bisa menusuk jantung Evander semudah melakukan operasi bedah di rumah sakit.

"Berhati-hatilah, Ariana! Hubungi aku jika kau butuh bantuan, ponselku menyala 24 jam penuh!"

"Baiklah, aku pulang sekarang, Steven! Aku ingin segera mengatur rencana di rumah! Sepertinya aku juga mulai merindukan pria tampan bermata hazel itu," kelakar Ariana seraya tertawa sedih.

"Aku sungguh bisa melihat kau menyukainya, Ariana!"

"Yeah." Ariana menyahut dengan ekspresi memuja, masih dengan tawa kecil ketika melanjutkan bicara, "Aku merasa seperti gadis belia yang tergila-gila dengan bintang film idola, Steven! Evander memang sangat tampan dengan rambut perak dan mata hazelnya, dan kau tau … postur tubuhnya membuatku bergairah!"

Bersahabat lama dengan Steven membuat Ariana suka berbicara blak-blakan. Apalagi jika soal hubungannya dengan Jonathan dulu. Ah ya, Steven memang rekan yang sangat baik.

"Aku pulang, Steven!" Ariana melambaikan tangan, berpisah jalan dengan dr. Steven setelah mereka sampai parkiran rumah sakit lagi.

Rumah Ariana sepi. Di dalam kamar yang tirainya terbuka, matahari terlihat masih bersinar cerah di ujung pandangan, membiaskan cahaya emas di atas laut. Ariana termangu menatap tebing dan gelombang laut yang menabraknya. Indah sekali. Ingin rasanya ia menikmati senja di sana bersama … Evander?

Ariana membuang keinginan mustahilnya jauh-jauh, ia memilih mempersiapkan diri untuk mengurus Evander. Bunga bawang putih tadi sudah diletakkan di depan pintu kamar dan juga jendela. Evander tidak akan bisa keluar kamarnya dalam kondisi hidup.

Belati dan air suci juga sudah disiapkan. Ariana membuka lemari dan mundur selangkah karena bau karat yang sangat tajam. Bodoh, bukankah ia seharusnya memakai masker penutup hidung?

Namun sial, langkah mundur yang tiba-tiba justru menumpahkan air suci yang sudah Ariana siapkan di atas lantai. Ariana memaki sendiri karena harus membersihkan air yang melebar ke lantai kamarnya.

Setelah itu, Ariana memegang belati. Berjongkok di depan Evander yang masih tidur lelap. Pucat, dingin, angkuh dan luar biasa tampan. Ariana mengamati wajah Evander hingga puas sebelum menempatkan belati itu di atas dada Count Drakula itu. Ariana mengangkat palu dan …

Ariana menjerit keras karena tangannya terpukul palu, belati lepas tanpa menusuk jantung Evander. Ia tidak fokus karena melirik wajah Evander yang begitu tenang ketika palu dipukulkan ke atas belati. Bisa jadi pandangannya juga terganggu karena matahari telah tenggelam?

Sial! Ariana terlalu banyak membuang waktu untuk menatap Evander yang sedang lelap!

"Kau mengganggu tidurku, My Lady!" kata Evander dengan suara berat dan serak.

***

Terpopuler

Comments

Rhiedha Nasrowi

Rhiedha Nasrowi

kudu perawan ya🤔🤔 berarti janda gak masuk hitungan apalagi istri orang ya😅😅😅🤭

2023-01-16

2

tias

tias

semangat...

2023-01-14

2

Anisha Andriyana Bahri

Anisha Andriyana Bahri

gagal kn jdinya.. kbnykan liatin muka sih 🤣🤭

2023-01-14

2

lihat semua

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!