Penyerang Ariana lebih mirip dengan aktor film. Luar biasa tampan dengan postur tubuh sempurna. Ya, kadang-kadang penjahat memang menyamarkan diri dalam rupa yang sangat menawan, bukan?
Ariana segera menguasai dirinya yang masuk dalam pesona pria yang menyerangnya. Ia menatap sekeliling untuk mendapatkan benda yang mungkin bisa dipakai untuk melawan penjahat yang ada di depannya.
Namun, sebelum Ariana bergerak mundur, pria itu berbicara seperti orang menahan geram. "Jangan berani melakukan sesuatu yang akan merugikan dirimu sendiri, My Lady!"
"Apa kau seorang perampok?"
"Aku sama sekali tidak miskin hingga harus merampokmu!"
"Pemerkosa? Psikopat?" tanya Ariana acak. Ketegangannya belum juga menurun meski pria di depannya tidak melakukan gerakan apapun.
Pria berjubah basah itu tertawa kering, "Untuk apa aku memperkosa perawan tua sepertimu?"
Ariana spontan mendelik, menyangkal kebenaran yang diucapkan oleh lawan bicaranya. "Siapa yang perawan tua?"
"Tentu saja kau, My Lady!"
"Kau mengenalku?" tanya Ariana sinis. Giginya bergemeretak karena dikatakan perawan tua.
"Tidak sama sekali, aku sedang tersesat …."
Ariana menelisik wajah beku di hadapannya, jika tidak mengenalnya, bagaimana pria itu tahu kalau dia memang seorang perawan. "Jangan bercanda! Si-siapa kau sebenarnya?"
Pria itu maju satu langkah untuk menyalami Ariana, "Namaku Evander. Siapa namamu?"
"Aku Ariana. Apa kau seorang aktor? Sedang membuat film di sekitar sini? Dimana teman-temanmu tinggal? Aku akan mengantarmu kesana!"
"Aktor?"
"Kau tadi mengenalkan dirimu sebagai Count Drakula!" jawab Ariana kesal.
Ariana menerima jabat tangan dari penyerangnya. Tangan pria di depannya kokoh seperti baja tapi dingin seperti es, kulit wajahnya tampak pucat dan mengkilap di bawah pencahayaan bulan yang temaram.
Satu lagi, bau karat sangat kental saat pria ini sedang berbicara. Seolah udara anyir itu memang keluar dari nafasnya.
Evander mengernyit bingung, "Aku memang Count Drakula, aku tidak punya teman. Aku sedang tersesat!"
"Bagaimana bisa kau tersesat di rumahku? Dan ya … kau basah, berbau air laut, mengotori lantai dan karpet buluku!" gerutu Ariana dengan wajah tidak senang.
"Maaf, aku memang sedang tersesat!"
"Jadi informasi apa yang kau butuhkan sekarang, aku akan segera membantu. Selanjutnya bisakah kau segera pergi dari rumahku, Count Drakula?" tanya Ariana penuh sarkasme dan ejekan.
Count Drakula? Yang benar saja!
Ariana mengamati Evander sebentar lalu meninggalkannya untuk menyalakan lampu. Ketika berbalik untuk menatap wajah penyerangnya, Ariana justru membasahi bibir bawahnya dengan ekspresi bodoh.
Wajah Evander sempurna meski ekspresinya dingin dan tidak menyenangkan. Bahunya lebar dan tingginya menjulang dengan jubah hitam yang sangat mewah. Benar-benar seperti seorang selebriti.
"Kapalku karam!"
"Apa? Maksudmu kau berenang dan menaiki tebing di sana untuk sampai kemari? Kau yakin?" tanya Ariana skeptis.
Pertanyaannya terdengar tidak logis di telinganya sendiri ketika membayangkan bahwa tebing yang berbatasan dengan laut itu cukup curam. Ariana lebih suka menebak kalau pria yang ada di rumahnya adalah pria iseng yang sedang mengarang cerita.
"Ya, aku menemukan tempat ini karena terlihat dari atas tebing. Dimana aku berada sekarang, My Lady?" tanya Evander dengan tatapan tajam. Jelas sekali kalau Evander tidak menyukai keraguan Ariana yang bertanya tanpa rasa percaya.
Hm, Ariana bisa melihat kalau mata Evander memerah. Mungkin karena kemasukan air laut?
"Maine," jawab Ariana singkat.
"Maine?"
"Ya, lalu darimana kau berasal?" Ariana kembali menatap dari ujung rambut hingga ujung kaki Evander.
"Transylvania."
Ariana terkesiap, lalu tertawa kecil. "Yang benar saja, Maine terletak di sebelah timur laut Amerika Serikat. Transylvania berada sekitar sembilan ribu kilometer dari sini, apa kau sedang membuat lelucon?"
"Tidak, aku berniat pergi ke London, sepertinya kapalku keluar jalur terlalu jauh. Mungkin karena kapten kapal bodoh itu yang tidak bisa menghindari badai di laut lepas!"
"Lalu … lalu dimana mereka sekarang? Awak kapal, penumpang yang lain?"
"Tenggelam."
"Jangan mengarang cerita!" pekik Ariana kesal. Aktor ini benar-benar seperti seorang profesional yang sedang menghafal skrip film.
Evander menukas marah, "Kami masuk dalam pusaran badai besar, jadi apa yang kau harapkan dari situasi sulit seperti itu? Aku bukan superhero yang bisa menyelamatkan mereka semua!"
"Baiklah … anggap saja aku percaya bualanmu! Kau boleh saja mengaku sebagai siapa saja di sini, terserah. Sekarang sebutkan tujuanmu dan pergi dari rumahku!"
"London, aku harus ke London!"
Ariana terbahak-bahak, "Kau semakin tidak masuk akal. Kau pergi dari Transylvania dengan kapal laut? Kenapa tidak bepergian dengan pesawat terbang? Ini tahun 2023, dan ya … kau sangat tidak lucu! Dan mungkin juga, kuno! Tapi aku sarankan kau pergi ke bandara jika ingin ke London, sekarang silahkan keluar dari rumahku!"
Evander maju dan memegang bahu Ariana, sedikit membungkuk dengan ekspresi dingin. "Apa katamu? Tahun 2023?"
"Apa kepalamu terbentur tebing hingga lupa ini tahun berapa?" Ariana memberontak, tekanan pada bahunya berat dan juga kuat. "Jangan bilang kau tak memiliki cukup uang untuk membeli tiket perjalananmu! Kau ingin menipuku berapa kali lagi?"
"Perempuan sial!" Dengan kesal, Evander mendorong tubuh Ariana hingga mundur satu langkah. Wajahnya berubah bingung dan frustasi. Jika yang dikatakan perempuan di depannya benar, artinya Evander tidak hanya tersesat dalam artian biasa. Ia tersesat karena sudah menjelajahi waktu. Seribu tahun ke masa depan.
Evander keluar rumah dengan sangat tergesa-gesa. Ia berkelebat berlari menuju tebing sambil mengumpat dalam bahasa Rumania kuno. Waktunya semakin sempit untuk mengejar portal waktu yang mungkin masih terbuka.
Bulan iblis yang menggantung di langit sedikit tertutup awan hitam, menunjukkan cuaca yang mungkin akan berubah beberapa waktu lagi. Evander dengan sekuat tenaga berusaha mencapai sisi tebing secepat mungkin. Ia harus memastikan sesuatu di laut itu.
Tanpa berpikir, Evander menceburkan diri ke laut, berniat berenang ke tempat kapalnya karam. Hanya saja hujan mendadak turun dengan deras dan badai kembali datang, permukaan laut mulai menggelap karena bulan sudah tidak tampak lagi.
Andai saja ia bisa mengendalikan cuaca seperti para leluhurnya. Dan Evander memang tidak bisa, dan ia tidak punya kapal dan ia juga sebenarnya butuh istirahat.
Evander menjerit-jerit frustasi, ia mengapung dengan wajah menghadap langit, menyumpahi keadaan buruk yang menimpanya. Ia tidak bisa kembali ke masa lalu sekarang, dan itu adalah berita yang sangat menyakitkan.
Ia merasa terlahir sebagai drakula paling buruk di dunia. Bukan hanya soal kecacatan kemampuan, tapi kemana Evander pergi, kesialan selalu menyertai.
Sambil merutuki nasib, Evander kembali ke pinggir dan menaiki tebing untuk pergi ke rumah Ariana. Ia butuh istirahat, tenaganya yang besar sudah terkuras. Ia juga harus berlindung dari cahaya matahari saat pagi.
Ariana baru selesai membersihkan air yang menggenang di lantai pondoknya ketika mendengar suara anjing di desa mengaum bersahut-sahutan dan hujan mulai turun. Rupanya suara binatang-binatang tersebut mengabarkan perubahan cuaca yang cukup mendadak.
Sebelum pergi tidur, Ariana memeriksa kembali semua pintu rumahnya. Ia tidak akan cukup bodoh sampai harus melayani tamu tengah malam lainnya. Bisa jadi Evander tidak sedang sendiri di kawasan tempat tinggalnya.
Ariana menatap ke arah tebing sebelum benar-benar menutup pintu. Matanya mengawasi dalam gelap, sedikit berharap kalau Evander akan kembali. Hujan terlalu deras di luar, dan pria itu pergi dengan wajah marah karena ia mengusirnya.
Mungkin pria itu memang tersesat, dan Ariana merasa dirinya menjadi terlalu jahat. Ia seorang dokter, harusnya memiliki empati tinggi pada sesama manusia. Bagaimana jika Evander sedang terluka dan sebenarnya sangat butuh bantuannya?
Ariana tak sempat menutup pintu ketika kelebatan bayangan hitam yang dilihatnya di bawah hujan sudah berdiri di depannya. Menjulang, dengan tetes-tetes air dari jubah yang mulai menggenang di depan pintu.
"Evander?" pekik Ariana. Ia kaget setengah mati. Rasanya ia ingin memukul kepala pria yang berdiri dengan wajah frustasi di depannya secara tiba-tiba.
Evander bergerak tidak seperti manusia umumnya, seperti iblis? Tidak, mungkin lebih tepat jika dikatakan seperti malaikat. Wajah Evander sama sekali tidak mengerikan, pria ini luar biasa tampan dengan garis rahang tegas dan hidung tinggi serta cambang yang sangat membuatnya terlihat jantan dan menggemaskan.
Oh Tuhan! Ariana merasa hormonnya mengalami kemunduran. Bagaimana bisa ia mengagumi tubuh sempurna penyerangnya sementara keamanan dirinya sedang terancam?
Ia baru ingat saat belajar di universitas dulu, teman-temannya selalu menggunjing dan memuja seorang pria rupawan yang menjadi salah satu pengajar di fakultas kedokteran sebagai pria terpanas. Mereka mengatakan horny hanya dengan melihat dan membayangkan pengajarnya melempar senyum pada mereka. Omong kosong!
Tapi ternyata teman-temannya itu sangat tidak salah, yang salah adalah dirinya yang terlambat menyadari satu kesamaan, kalau pria macho yang ada di depannya sekarang sudah menarik libidonya ke permukaan hanya dengan sebuah tatapan kelam.
“Aku butuh bantuan,” ucap Evander serak, datar, memelas dan juga lelah.
Ariana menatap iba untuk kemudian menyuruh pria itu masuk ke dalam ke kamar mandinya. Ia mengambil baju bekas ayahnya sebagai ganti meski sudah menebak kalau bakal kekecilan. Pria itu datang tanpa membawa apapun, jadi baju kering akan lebih menghangatkan daripada jubah basah hitamnya.
Dan untuk kesekian kalinya Ariana terpekik, ia mendapati pria penyerangnya sama sekali tidak menutupi tubuhnya dengan handuk yang tersedia di kamar mandi. Pria bodoh itu mendatanginya yang memegang baju kering dalam kondisi telan-jang, dengan ekspresi datar dan dingin.
“Aku butuh tempat istirahat!” Evander memakai baju di depan Ariana yang kepanasan. “Apa kau memiliki ruangan tertutup yang tidak bisa dimasuki matahari sepanjang siang?”
“Apa kau buronan hingga harus bersembunyi di ruang tertutup?” tanya Ariana hati-hati. Ia ragu untuk menampung Evander jika pria itu ternyata memang seorang penjahat.
“Aku alergi sinar matahari!”
“Bagaimana bisa?”
“Karena aku seorang vampir!” Evander meninggalkan Arianya yang terbahak tak percaya, menuju kamar Ariana yang sudah dilihat sebelumnya memiliki lemari kayu yang cukup besar.
“Kau bilang apa? Vampir?” tanya Ariana dengan suara keras. Ia berjalan bergegas membuntuti Evander. “Kau tidak bisa menggunakan kamarku, Mr. Vampire! Tidurlah di sofa!”
"Aku butuh lemari bajumu!"
Mendadak Ariana terdiam, mengingat ketika pria itu menyergapnya. Evander mencium leher dan menempelkan giginya di sana. Ariana seketika bergidik ngeri sembari meraba tenggorokannya. Lelucon apalagi ini?
***
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 42 Episodes
Comments
Ciacia
🥰🥰🥰terbaik deh, bcnya antara mo ketawa ma nangis barengan...lanjuuut kak😁
2023-09-23
0
Ciacia
he's not jokes babe!! next leher yg bakal jd sasaran manjaaah😂
2023-09-23
0
Ciacia
😂🤣😂🤣🙈astga Udik kali kau evander
2023-09-23
0