“Evander, Evander!”
Ariana melongok keluar jendela, mengamati pergerakan di sekitar rumahnya yang senyap. Tidak terlalu senyap sebenarnya, karena deru ombak menabrak tebing terdengar dari tempatnya berdiri.
Perlahan, Ariana menutup jendela dan menguncinya rapat. Ia keluar kamar, memeriksa dapur dan loteng pondoknya. Namun, pria bodoh yang tidur di lemari pakaiannya tidak tampak dimana-mana.
“Evander!” panggil Ariana sekali lagi.
Ariana resah. Setelah menyimpan lima kantong darah dalam lemari pendingin, ia pergi keluar rumah. Instingnya mengatakan kalau Evander tidak pergi jauh. Hanya saja ia khawatir kalau Evander keluar pondoknya untuk berburu.
Kalau saja Ariana tidak harus mengurus ban mobilnya ke bengkel, mungkin ia masih bisa menemukan Evander di dalam lemarinya. Kekhawatiran Ariana bukan tanpa alasan, lolongan anjing terdengar dari rumah-rumah tetangganya yang berjarak cukup jauh.
Ariana mulai mengutip salah satu kalimat dalam buku legenda penghisap darah yang dibacanya di perpustakaan kota, anjing menggonggong sambil menatap bulan adalah pertanda ada vampir yang sedang berburu mangsa.
“Ya Tuhan … apa yang kau lakukan diluar sana, Evander?” Ariana bergidik ngeri, ia segera masuk kembali ke dalam pondok. Suara lolongan anjing yang masih bersahutan membuatnya semakin resah.
Ariana mengalihkan pikiran buruknya dengan mandi. Ia merendam tubuhnya dalam bathtub, dengan busa sabun beraroma terapi. Berharap Evander tidak melukai siapapun, dan lekas kembali ke rumahnya. Harinya cukup melelahkan, ia tidak mungkin menghabiskan tenaga untuk mencari Evander, dan Ariana sangat kurang tidur.
Satu jam Ariana terlelap sambil berendam. Ia masih enggan membuka mata. Hanya saja, penciumannya menangkap bau wangi bercampur karat khas Evander. Ariana seketika bangun dan terbelalak, lalu menjerit histeris. Ia melihat Evander berjongkok di depan bathtub dan mengamatinya dengan seringai aneh.
“Selamat malam, Ariana!” sapa Evander.
Ariana spontan mengumpulkan busa mandinya yang tinggal sedikit untuk menutupi dada dan bahunya. Tubuhnya juga lebih ditenggelamkan untuk menghindari mata Evander yang menatapnya tanpa berkedip.
“Evander, apa yang kau lakukan di sini? Bagaimana kau bisa masuk?”
“Kau bisa memanggilku, Evan!”
“Jawab pertanyaanku, Bodoh!”
“Yang kulakukan adalah menunggumu selesai mandi. Soal bagaimana aku masuk, kau pasti tau aku masuk lewat pintu, My Lady!”
Ariana berdecak kesal, ia tidak mengunci pintu kamar mandi karena terbiasa tinggal sendiri di pondok tersebut. “Seharusnya kau membangunkanku! Bukan masuk diam-diam seperti pencuri! Begini, seharusnya kau menungguku di luar, Evan! Tidak sopan masuk ke dalam kamar mandi yang sedang dipakai orang lain, kau harus mengantri! Ya, maksudku begitu!”
“Kau tidur pulas seperti bayi,” timpal Evander malas.
“Lalu darimana saja kau?”
“Hanya berjalan-jalan, sendirian di rumah sangat membosankan!”
“Sudut bibirmu berdarah! Kau berkelahi dengan salah satu tetanggaku atau kau justru memangsa mereka?” tanya Ariana dengan ekspresi jijik.
Evander terkekeh-kekeh, menampilkan gigi taring yang sedikit lebih panjang daripada gigi serinya. Ia mengusap sudut bibir dengan lidah dan berdecak jengkel. “Aku lapar, Ariana!”
“Ya Tuhan! Kau vampir gila dan kejam!” rutuk Ariana mulai ketakutan.
Meski memiliki taring khas vampir, Ariana tetap takjub dengan kerapian gigi Evander. Dan meski tawa Evander terdengar mengerikan, tapi wajah dingin itu terlihat sangat tampan menawan.
“Makhluk hidup butuh makan, Ariana!”
“Kau memangsa tetanggaku?”
“Aku hanya menghisap darahnya sedikit, seperti nyamuk lapar pada umumnya!”
“Kau benar-benar vampir keparat!”
Evander terbahak-bahak, “Kau lucu, Ariana! Aku menyukaimu … dan kau juga cantik. Aku putuskan selama tinggal di sini, kau akan jadi wanitaku!”
“Wanitamu? Apa maksudnya?”
“Hm, bagaimana jika teman tidur? Apa kau mengerti maksudku sekarang?” tanya Evander dengan seringai nakal.
“Wow, aku tidak menyangka kalau kau tertarik tidur dengan perawan tua!” jawab Ariana sinis. “Keluar kau dari kamar mandiku, Tuan Mesum!”
“Oke, tapi sebelum itu aku ingin bertanya sesuatu, dimana kau simpan bajuku?”
Ariana mengamati noda merah di kaos yang dipakai Evander lalu berbicara sarkas, “Kau mengotori bajumu dengan darah? Kau terlihat seperti vampir anakan yang belum bisa menghisap darah! Kau sebaiknya minum darah dari gelas, Evan! Atau dari dot bayi jika perlu!”
“Baiklah, My Lady! Cukup ceramahnya, aku butuh bajuku nanti setelah mandi! Atau aku bergabung di bak mandi itu bersamamu sekarang! Aku juga ingin membersihkan diri!”
“Keluar!” pekik Ariana. Bagaimana bisa ia membayangkan mandi bersama pria setampan Evander? Ariana diam-diam mendapati pipinya panas, merona karena malu … atau karena bergairah pada seorang vampir penghisap darah?
Evander segera keluar kamar mandi, melepas kaosnya dan melempar ke dalam keranjang baju kotor di depan dapur. Detik berikutnya ia menggedor pintu dan berbicara keras. “Aku lapar, Ariana!”
Ariana keluar memakai handuk kamar mandi. Matanya melotot melihat tubuh Evander yang berdiri memunggunginya. Pria yang mengaku Count Drakula generasi ketujuh ini sungguh menjadi godaan bagi hormon wanitanya. Ia berani bertaruh, rekan-rekan kerjanya di rumah sakit yang melihat Evander pasti akan meneteskan air liur dan berfantasi liar.
Dengan langkah cepat, Ariana pergi ke kamar untuk mengenakan baju. Ia juga mengambilkan baju untuk Evander dan meletakkannya di depan kamar mandi. Ia tidak akan membiarkan pria bodoh itu mendatanginya tanpa mengenakan pakaian seperti sebelumnya.
Selesai mandi, Evander menunggu Ariana memasak sambil duduk di meja makan. Evander tidak melepaskan pandangan matanya pada kaki ariana yang jenjang, yang terbungkus piyama tidur. Ia juga mengamati leher Ariana yang terbuka. Ariana tampak seksi dengan rambut terikat di atas kepala.
“Apa yang sedang kau lakukan, Ariana?”
“Memasak, bukan hanya kau yang lapar, Evan! Aku juga lapar!”
Ariana meletakkan makan malamnya di atas meja dan duduk berseberangan dengan Evander. Ia menuang satu gelas air putih sebelum mulai menyantap isi piringnya.
“Apa yang kau makan, Ana? Bolehkah aku memanggilmu seperti itu?”
“Terserah. Kau mau chicken fried steak?”
“Tidak, aku hanya ingin tau namanya saja!” jawab Evander mengangkat bahu.
“Kau masih lapar?” tanya Ariana.
“Sangat! Kau tau, aku hanya makan sedikit!”
“Apa saja yang kau lakukan diluar sana? Berapa banyak darah yang dibutuhkan untuk membuatmu kenyang?”
Evander menjawab dingin, “Aku akan mengatakannya jika kau mau membantuku!”
Ariana merasa ingin memakan Evander, “Hm, aku sudah memberikan tumpangan tidur, kau tidak mengucapkan terima kasih, lalu sekarang kau menuntut bantuan hanya karena sebuah cerita konyol yang mungkin tidak penting bagiku!”
“Aku butuh lebih banyak informasi!” tukas Evander tak mau kalah.
Ariana berdiri, menuang dua kantong darah ke dalam gelas besar dan meletakkannya di atas meja. “Aku tidak ingin dimangsa vampir amatiran, leherku pasti sakit nanti, dan bekas gigitanmu pasti berantakan! Jadi aku mengganti darahku dengan ini! Semoga kau berbaik hati tidak menghisapku, karena aku juga sudah sangat baik dengan memberikan lemariku!”
Evander terbahak-bahak, “Kau sungguh lucu, Ana!”
“Katakan padaku apa yang baru kau lakukan pada tetanggaku! Sebagai gantinya aku akan menukar ceritamu dengan informasi yang kau butuhkan!”
“Gadis muda itu bermain di dekat tebing ketika aku mengamati laut untuk menentukan jalan pulang, aku kira gadis itu akan melompat dari tebing untuk bunuh diri, jadi aku menghisap darahnya setengah lalu melepasnya agar dia bisa berjalan sendiri ke pinggir tebing! Ternyata aku salah, gadis itu datang bersama pacarnya untuk berkencan sambil menikmati sinar bulan.”
“Lalu? Mereka ada dimana sekarang? Masih di sekitar tebing?”
“Tidak, gadis itu dibawa pergi pacarnya. Tenang saja, aku tidak membunuh, tidak menebar racun, gadis itu masih hidup … mungkin sedikit sakit karena kekurangan darah!” Evander menyudahi cerita lalu menghabiskan isi gelasnya.
Ariana spontan berbicara dengan suara tegang, “Astaga! Itu berbahaya untuk kehidupan gadis itu selanjutnya, Evan!”
“Terima kasih darahnya, sedikit membuatku kenyang!”
“Kau tidak mendengar pertanyaanku?”
“Gadis itu tidak akan mati, Ana! Kami biasa melakukannya, di kastil ada beberapa gadis yang disiapkan untuk dihisap beberapa kali sebelum darahnya dikeringkan!”
“Kau gila, Evan!”
“Puncak rantai makanan bukanlah manusia, bukan juga karnivora, Ana! Kamilah penguasanya ….”
Ariana spontan mencibir, “Omong kosong! Kenapa kau tidak menungguku pulang? Apa Count Drakula memang tidak memiliki adab? Berburu di wilayah orang tanpa sungkan?”
“Kau terlalu naif, My Lady! Count Drakula berburu untuk bertahan hidup. Ngomong-ngomong, apa kau sungguh ingin aku menunggumu?” tanya Evander antusias. Sedikit menggoda Ariana dengan tatapan nakalnya.
“Ayo kita ke perpustakaan sekarang!” Ariana meninggalkan meja makan tanpa membereskan piring kotornya. Tidak mau menjawab pertanyaan Evander.
Empat jam kemudian, Evander mulai bisa menggunakan komputer dan belajar membaca buku. Informasi yang didapat dari Ariana juga cukup banyak. Ia bisa mulai mengatur rencana untuk pulang ke Transylvania secepatnya.
***
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 42 Episodes
Comments
Atiqa Fa
tanyalah dimana melakukan perawatan gigi 😅😅😅
2024-12-31
1
Rhiedha Nasrowi
yang pasti ketawa nya Evan gak kayak mbak Kun🤣🤣🤣🤣
2023-01-13
1
Namika
🍼🍼 😂😂😂
2023-01-12
2