...***...
Sania membersihkan darah di kakinya di kamarnya, mengganti plester sebelum dia mengerjakan pekerjaaannya.
"Ikut gua, kita ke rumah sakit sekarang. Lu ga bilang kalo berdarah." Tiba-tiba sudah ada Azril di depan kamarnya. berdiri menyandar di sebelah pintunya.
Sania sedikit heran, "Gak usah deh, Tuan muda kan lagi sibuk." Seperti titah Azril, Sania menampilkan senyum palsu terbaiknya.
Gue gak mau jalan sama lo! Ngerti ga sih, gue ga mau deket-deket sama lo! Fellin buat gini juga karna lo!
"Ga usah ngerasa gua iba ke lu, gua bodoamat kalo yang ngelakuin itu bukan Fellin." Azril diam sejenak, dia tidak menyangka akan keceplosan seperti ini. Selama ini dia sudah mencoba menahannya.
Benar.
Sejujurnya dalam hati Azril dia tidak begitu peduli soal Sania, dia tidak akan merasa tanggung jawab jika yang melakukannya bukan Fellin.
"Dalam semenit lu mesti udah ada di mobil." Lanjut Azril yang langsung melenggang pergi.
"Jadi dari tadi dia tau ini perbuatan Fellin? Dia perhatian ke gue karna dia ga mau Fellim utang maaf ke gue, jadi Azril yang bakal bertanggung jawab untuk semuanya? Baguslah. Tapi, dia secinta itu sama Fellin? Tapi kenapa?" Sania memukul jidatnya. Dia sama sekali tak ingin masuk dalam konflik ini.
Azril peduli pada Fellin dari balik layar, tapi dia seolah acuh tak acuh di depan Fellin.
...***...
Sania dan Azril keluar dari ruangan dokter itu, pemeriksaannya sudah selesai. Dan Sania sudah menenteng sebuah plastik berisikan obat dan salep.
Meskipun belum sembuh total, tapi cara jalannya Sania sudah membaik.
Azril berjalan cepat masuk ke mobil lebih dulu, meninggalkan Sania dibelakang.
Ogah jalan sampingan, ntar mereka mikir macem-macem.
"Apa gunanya lo bawa gue ke rumah sakit, tapi lo paksa jalan cepat begitu." gumam Sania, ya dia hanya mampu menggumam. Keputusan selalu ada di tangan Azril.
Sania duduk di kursi depan di sebelah supir. Supir langsung menjalankan mobilnya.
"Tuan muda belum makan apa-apa, apa ingin mampir di cafe Fresh kj yang baru buka itu?" tanya nya.
Cafe Fresh Kj?! ya ya ya ayo kesana! Sumpah gue pengen tau rasanya makan disana, temen-temen gue dulu abis makan di sana langsung pada pamer di story sosmed.
Batin Sania, matanya sudah berbinar mengkhayalkan hal-hal indah itu. Imajinasinya mulai berkembang, jika bisa terlukiskan mungkin sudah ada pelangi imajinasi di atas kepalanya.
"Gak, pulang aja." jawab Azril singkat.
Senyuman Sania mendadak hilang seketika. Bosnya yang satu ini tidak bisa diajak berdamai ternyata. Aura disekitar Sania menjadi kelam, seolah pelangi yang tadi hadir berubah menjadi awan gelap.
Tapi dia tak bisa mengatakaj apapun, sadar diri sadar posisi.
...***...
Menurut titah Azril, Sania dengan pakaian pelayannya membawa sebuah coffe hangat ke kamarnya.
Sania mengetuk pintunya,
"Masuk!"
Mendengar mendapat izin Sania memasuki kamar itu. Namun matanya tak mendapati satu sosok pun disana.
"Bawa kemari," tiba-tiba suara itu hadir dari balkon. Sania bernapas lega saat dia sadar itu manusia dan bukan hantu.
Eh tapi kalo dipikir-pikir lagi, Azrol bego sama hantu sih kayanya lebih nyeremin si Azrol.
Sania membawa kopinya kesana. Tampak Azril tengah menikmati pemandangan indah bintang yang bertebaran di langit. Tak ingin mengganggu, Sania letakkan kopinya diatas meja bundar berwarna putih itu. Tapi matanya juga melihat sebuah album foto, dengan cover bertuliskan *My First Love* Ada gambar Azril tengah menggendong Fellin, keduanya tertawa begitu hangat.
Sania sebenarnya tidak ingin ikut campur dengan masalah ini terlalu dalam. Tapi uneg-uneg di hatinya juga meminta di keluarkan.
"Kalo emang tuan muda masih cinta? Kenapa sikapnya begitu sama Fellin? Apa karna anda punya penyakit dan hampir mati gitu?" tanya Sania polos dan ceplos.
Sebenarnya Azril tidak ingin menyahuti perkataan orang asing satu ini, tapi kalimat terakhir gadis itu membuat Azril ingin mencekiknya.
"Lu tau ga, hari ini gue baru belajar bela diri matahin leher orang? Lu mau ga jadi orang pertama, ah maksudnya korban pertama gue?" Sahut Azril yang baru saja membalikkan badannya menatap kesal gadis itu.
Sania menampilkan senyumannya, sembari satu tangannya mengelus-elus lehernya. Tanda bahwa dia masih mencintai lehernya, dan ingin lehernya tetap sehat walafiat.
"Ga usah ikut campur deh,"
"Tapi kasihan Fellin-nya. Tuan mungkin ga tau perasaan di--"
"Atau biar Fellin cepat move on, lu jadi pacar pura-pura gua?" Ceplos Azril yang cuma sekedar bercanda atau serius tidak ada yang bisa baca ekspresi mukanya.
Sania melongo heran, "Ga usah sumpah ga usah, jangan deh jangan. Ogah banget jadi langganan kemarahan Fellin. Ga deh makasih, Saya undur diri." Sania langsung berjalan cepat sebelum ide gila itu di sahkan oleh tuan mudanya. Tolonglah, hidup dia bisa sangat menderita di sekolah itu kalau sampai semua itu terjadi.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 78 Episodes
Comments