...***...
Bel pulang sekolah berbunyi, semuanya sibuk untuk pulang, tapi tetap berjalan damai tanpa ada kericuhan dan teriakan. Bahkan Sania juga heran, bagaimana bisa ada sekolah yang setertib ini, kalau dibandingkan dengan SMKnya dulu, sudahlah, itu masa lalu.
Fellin berjalan kearah mobilnya Azril, namun tangannya dihentikan oleh Cecil. Fellin tidak mau menunda waktu, tapi dia benar-benar tidak bisa marah jika orang itu adalah Cecil.
"Fell, kayaknya gue udah harus bilang ini ke lu. Cukup Fell, udah, gue ga tahan liatnya lagi, gue cape liat lu nangis terus, makanya gue mau lu put--"
Tangan Fellin langsung menutup mulut Cecil, menghentikan kata itu terucap sempurna.
"Gue tau lu mau ngomong apa Cel, tapi lu tau kan, Azril ga gitu. Dia cinta sama gue, cuma mungkin akhir-akhir ini dia ada masalah berat aja. Makanya gue sebagai pacarnya yang cantik dan pengertian, bakal bertahan di sisi dia apapun yang terjadi." bela Fellin dengan mata polosnya. Astaga gadis ini sudah terlalu dalam terjebak dalam cinta posesif.
"Udah diperlakukan begitu? Dan lu masih bertahan? Apa alasannya Fell? Gue mau alasannya masuk akal dan bisa diterima logika."
Fellin menghela napasnya. "Karna sampai saat ini, gue masih percaya, gue adalah cewek yang paling dekat sama Azril, paling ngertiin dia, dan ini bakal bertahan sampai kita mati nanti, gue yakin, gue bakal jadi yang paling utama dihati Azril. Lu sendiri tau kan, Azril ga pernah ngobrol sama cewek kecuali kita berdua? Dan obrolan paling dekat tentu sama gue. Ka--"
Tukhh!! Cecil memukul jidat Fellin, sembari menempelkan uang dua ribu rupiah disana. "Buat nambah otak, biar lu bisa mikir pake logika."
Fellin mendengus kasar. "Lu mah ga ngerti."
"Bodoamat gue ga ngerti, gue sayang lu, kalo nangis mesti di pundak gue, dengan syarat lu jangan buang ingus ke baju gue." Cecil memeluk sahabatnya itu. Entahlah, Cecil sendiri bingung, apakah dia harus terus menasihati Fellin, atau malah mendukungnya untuk mendapatkan kembali cintanya Azril.
"What the? ngelesby depan publik ga baik loh." Celetuk Erlan yang baru datang, mengetuk lembut kepala kedua gadis itu.
"Gua tau lu patah hati Fell, tapi jangan sampai belok ya." nasihat Arga mengelus kepala Fellin. "Tapi bisa juga sih, soalnya diliat dari sisi manapun Cecil emang lebih mirip cowok, sama sekali ga ada sisi feminimnya." Tambah Arga tanpa rasa bersalah, yang langsung mendapat lirikan maut dari Cecil.
"Mulut kalian berdua kotor. Gue masih waras, dan yang paling penting masih cinta Azril." Fellin menepis tangan Arga. "Oiya Azril! Hari ini gue mau pulang bareng Azril!! "
"Yahh, lunya telat, noh liat Azril udah balik duluan." Sambung Erlan menunjuk mobil Azril yang sudah berjalan.
Fellin mengepalkan tangannya, geram sekali melihat tiga orang yang tengah tertawa terbahak-bahak itu. Fellin menatap Cecil, andai saja penyebab dia tidak pulang bersama Azril adalah orang lain, dan bukan Cecil, entah apa yang akan Fellin lakukan.
"Udah udah, ga usah ngambek gitu. Masih ada hari esok, dah lu balik sama gua, gua antar sampai depan rumah dah, biar lu seneng." Erlan menarik tangan Fellin lembut.
"Ntar dulu, gue belum kissbye sama Cecil."
Erlan tersenyum hangat,
Ini dia, Fellin Skylira yang sebenarnya.
Batin Erlan, walau tanpa siapapun ketahui, pria itu masih menyimpan perasaannya disini.
...***...
"Lan, kira-kira apa ya yang buat sikap Azril berubah gitu?" tanya Fellin membuka pembicaraannya di mobil. Sungguh, Erlan sangat tidak ingin membahas ini, karna dia tau apapun jawabannya tetap saja yang terluka adalah Fellin. Dan jawaban apapun yang Erlan katakan, ujung-ujungnya tetap akan membuatnya sesak.
"Lah gua mana tau, lu kira gua dukun gitu. Tau semuanya?" sahutnya enteng.
Fellin menoleh ke arah Erlan. "Iya, soalnya muka lo cocok jadi dukun, nyeremin." tambahnya sembari menunjuk-nunjuk wajah Erlan.
"Buset, ganteng mirip Ari Irham gini dikatain malah mirip dukun, dasar nenek lampir."
"Atas dasar apa lu sebut gue nenek lampir?"
"Rambut lu acak-acakan woy, haha."
Fellin ingin sekali menjambak habis rambut lelaki bermulut lemes yang satu ini. Tapi tidak bisa, nanti mereka malah kecelakaan.
"Lu sendiri, udah tau Azril gitu, ngapa masih bertahan coba? Oiya, gue tau, lu kan bego hahaha." Ujar Erlan setengah bercanda.
"Mending gue bego mah ada sebabnya, yaitu cinta. Lah elo? Bego tanpa alasan."
Erlan hanya tertawa didepan Fellin, seolah semuanya sudah dirancang agar Fellin tidak pernah sadar akan perasaan Erlan. Padahal Erlan tau, satu manusia yang bodoh karna cinta adalah dirinya sendiri.
"Bego kok bangga, hadeh bocil bocil."
"Suka-suka gue lah."
...***...
Fellin berbaring dikamar indah miliknya, kamar yang bernuansa pink memang yang paling dia suka, menurutnya warna itu imut dan lucu.
Dia menatap layar ponselnya, masih menatap pesan-pesan yang sudah dibaca namun sama sekali tak ada balasan dari Azril.
Lagi dan lagi, Fellin hanya mampu menghela napas. Sekeras apapun dia mencoba berfikir alasan perubahan sikap Azril, dia sama sekali tak menemukan jawabannya. Seolah-olah pertanyaan itu tidak memiliki jawaban.
Fellin mengingat hari itu, hari dimana pertama kalinya Azril mencoba untuk mengakhiri hubungan manis itu.
"Fell, gua mau kita udahan, selesai, gua mau kisah ini cukup sampai disini." katanya sambil menatap mata Fellin yakin.
"Maksudnya kita putus gitu sayang? Haha, pasti bukan doang, bukan kan? Yaiyalah bukan. Masa iya putus, hahaha aneh-aneh aja." tanya Fellin mencoba tertawa, dan meyakinkan dirinya sendiri bahwa itu semua candaan.
"Stop manggil gua sayang, gua jijik, gua cuma mau bilang, kita putus, dah gitu aja."
"Kasih gue alasan yang masuk akal Zril? Apa alasannya? Apa kurangnya gue? Apa gue ada salah? Kalo ada kita bisa bicarain baik-baik, gu--"
"Cukup Fell, ga usah manja, sikap lu yang sok manja dan sok imut ini yang bikin gua jijik. Gua bilang putus ya artinya kita putus."
"Gue ga mau! Ga mau! Pokoknya gue ga mau!!" Fellin menangis sejadi-jadinya, sembari terus memukul dada bidang Azril.
Azril mendorong Fellin kasar, lalu melenggang pergi begitu saja. Meninggalkan Fellin yang sudah banjir akan air matanya.
Fellin membuka matanya, tanpa ia sadari hanya dengan mengingat kenangan itu, mampu membuat bantalnya menjadi cukup basah. Nafasnya sedikit sesak, ruangan sebesar itu sama sekali tak mampu memberikannya udara segar.
Fellin menghela napasnya setelah ia berdiri diteras rumah, angin malam yang sejuk menerpa wajah cantiknya, menggoyangkan beberapa helai rambut gelombangnya.
"Saya tidak mau tau, intinya anak itu harus ditemukan!"
Fellin kenal suara itu, itu adalah suara berat milik papanya. Ah, ternyata ada papanya yang tengah menelpon tidak jauh dari tempat Fellin berdiri.
"Pa? Ada apa? Kok kayaknya marah-marah?" tanya Fellin, seketika papanya langsung mematikan ponselnya.
"Biasa deh sayang, orang kantor kerjanya ga beres. Oiya, ini udah jam berapa? Kamu belum tidur? Besok kesiangan loh, kesiangan juga gapapa, ga sekolah juga gapapa, anak kesayangan papa ini bisa lakuin apa aja semaunya." jawab papanya ramah, sembari mengelus rambut putrinya.
Jika ada orang yang paling mencintai Fellin, dia adalah Pak Gerald Skylira, papanya Fellin. Dia bisa melakukan apapun untuk putrinya, kasih sayangnya begitu besar hingga membutakan dia apa yang benar dan yang salah. Selama itu keinginan Fellin, dia akan menurutinya, tidak perduli benar atau salah. Felllin benar-benar sangat dimanja.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 78 Episodes
Comments