"Hey!! Cowok songong sok kaya, masalah kita belum selesai!!" tiba-tiba ada seorang gadis yang menerobos masuk, naasnya gadis itu terpleset dan jatuh tepat di atas tubuh Azril, yang di saksikan oleh mata kepala Fellin sendiri.
Melihat itu hati Fellin panas, kepalanya seolah terbakar. "Hey cewek murahan! Lo apa-apaan sih kegatelan sama cowok gue! Berdiri lo!" Fellin langsung menarik Sania, lalu mendorongnya kasar. Dia segera membantu Azril, namun Azril malah menepis kasar tangan Fellin.
Erlan tidak bisa diam saja, dia langsung maju kedepan. Ingin sekali Erlan melihat apakah tangan Fellin baik-baik saja. Erlan menatap tajam Azril, tatapannya seolah berkata. 'Lu kelewatan, bakal gua balas lu.' Erlan marah, darahnya mendidih, sang calon permaisuri dilucuti harga dirinya. Siapa saja tahan Erlan sebelum dia mengamuk besar sekarang!
Plakkk!!
Fellin langsung menampar Sania kasar, menyisakan lebam biru di pipi gadis itu. Fellin murka, sejak pagi dia sudah kesal dibuat Azril, kini saat melihat Azril dia malah melihat pemandangan menyesakkan dada yang tersaji di depannya. Dia melihat Azril bersama gadis lain, kesal yang tidak bisa Fellin tahan membuatnya melancarkan satu tamparan perih itu.
"Lo apa-apaan sih, pengen pansos?" Fellin berteriak kesal, tatapannya tajam tepat di retina Sania.
Sania diam, dia memegang pipinya yang terasa perih, lebih dari perih, harga dirinya meringis, dia baru masuk dan sudah menjadi bahan tertawaan. Sania menatap kasar tepat ke retina sang gadis itu. Sania juga tidak mau kalah, walau dia kalah harta tapi harga dirinya masih tetap ada.
"Apaan sih lo, baru datang main nampar orang gitu aja?!" Bentak Sania tak mau kalah, tampaknya dia tidak tau siapa itu Fellerin Skylira.
"Ya lo ngapain lengket-lengket sama cowok gue?!"
"Ha? Siapa yang lengket? Najis amat. Jadi dia cowok lo? Dia utang maaf ke gue, manusia yang gak tau kata maaf kayak dia ini layak dikasih pelajaran!" Sania marah, tangannya terangkat, jari telunjuknya menunjuk-nunjuk wajah Azril. Bagi Sania, dia tidak salah dan Azril lah yang bersalah.
"Gue nggak perduli lo ada masalah apa sama Azril, yang penting sekarang lo pergi, enyah dari pandangan gue!"
"Lah, lo siapa ngatur-ngatur?" Sania menaikkan alisnya, maklum saja mantan preman di SMK sebelumnya.
"Fellerin Skylira, putri tunggal keluarga ternama Skylira, lo sendiri dari keluarga mana? Punya latar belakang apa berani nantang gue?" Fellin melipat tangannya, menatap rendah gadis di depannya. Tentu saja, dia adalah Nona muda keluarga Skylira, putri tunggal kesayangan dari konglomerat ternama.
Tidak ada satupun murid disekolah ini yang berani menantang Fellin seperti Sania saat ini. Tentu mereka tau kan? Saat mereka berurusan dengan Fellin, bukan hanya kehidupan sekolah mereka yang akan hancur, tapi bisnis keluarga bisa melebur.
Sania terdiam, dia menatap sekelilingnya. Dia baru sadar satu hal, ini bukanlah SMK nya yang dulu, yang berisikan orang-orang biasa, ini adalah sekolah bangsawan, dimana semuanya terlahir dari keluarga kaya dan ternama. Dan, menyinggung Fellin adalah kesalahan terbesarnya.
" 3 detik ...! Dan kalian harus kembali ke kursi masing-masing."
Tiba-tiba suara berat itu mampu membubarkan kerumunan itu. Mau tidak mau, Fellin juga harus menurut, karna yang memintanya adalah Pak Wiz, guru kesenian. Bisa dibilang, Pak Wiz adalah guru yang paling Fellin takuti, dia sama sekali tak berani melawan titah Pak Wiz. Kenapa? Karna Pak Wiz adalah sepupu jauh ayahnya. Dan Pak Wiz, paling dikenal dengan keadilan. Makanya Fellin tidak bisa berkutik jika lawannya adalah Pak Wiz.
Semuanya telah duduk, tinggal Sania yang masih berdiri disana, karna dia tak tau kursinya yang mana. Atau bahkan dia ragu ini kelasnya?
"Kamu? Sania Nugraha, kan? Murid pindahan yang baru masuk hari ini?" tanya pak Wiz memastikan.
Sania mengangguk. "Iya pak, saya Sania."
"Kalau begitu duduk disana." tunjuk Pak Wiz, pada meja di belakang Azril. Sungguh, jika Sania bisa menolaknya, dia ingin sekali menolaknya. Sayangnya dia tak mampu, bibirnya kelu.
Sania berjalan perlahan, sekilas dia menatap Fellin yang ada di barisan sebelah. Mata Fellin begitu sinis, menatapnya penuh kebencian, seolah Sania adalah musuh terbesarnya.
Sania juga tak mau kalah, dia menatap lagi Fellin penuh kebencian yang sama. Sania bagai cermin yang akan memantulkan apa yang orang lain lakukan padanya.
"Mulai saat ini Sania akan bergabung dalam kelas kita,-" Ujar Pak Wiz, mengundang murkanya sang gadis manis, siapa lagi kalau bukan Fellin?
"Tapi pak! Dia--" Fellin langsung mengangkat tangannya mengajukan protes.
"Tidak ada yang membantah apalagi mengatakan penolakan. Dia adalah teman sekelas kalian, bersikap baiklah, dan ya bapak tak ingin mendengar keributan, apalagi perkelahian. Terutama kamu Fellin, jangan buat masalah hanya karna hal sepele, ingat kalau kamu putri tunggal Skylira." Pak Wiz menatap wajah tak Senang Fellin. Mata Pak Wiz tajam, beliau serius sekarang.
"Tapi Pak--" Fellin masih ingin menolak. Dia masih tidak terima gadis yang tadi pagi tanpa sengaja berpelukan dengan Azril malah ada dikelas yang sama dengan dirinya.
"Terkhusus Fellin, saya tau kamu kaya dan berkuasa, tapi itu tidak menjadikan kamu bisa membully atau menekan Sania, camkan itu. Di sekolah ini, kalian setara!"
Fellin hanya diam, kepalanya benar-benar panas. Bagaimana bisa dia bersikap baik pada orang yang mendekati Azril-nya, Azril kesayangannya. Dia berani mendekati Azril dihadapan Fellin?
Sania duduk disana, tepat disebelah jendela. Dia sesekali melihat keluar, ada anak-anak yang sedang bermain basket dibawah sana. Sedikit mengingatkannya akan SMK yang baru dia tinggalkan. Sania menoleh ke arah Fellin yang sibuk mencatat.
Buset dah, tuh cewek pake skincare apa, cakep bener. Putih glowing, mana mulus lagi, alisnya tebal, bibirnya tipis. Ah, kalo masuk SMK gue, anak orang miskin juga bakal jadi primadona kalo mukanya kaya dia, plus bodynya buset dah, idaman. Kalo gue punya muka se-cakep dia, auto jadi playgirl kayaknya. Godaan loh godaan.
Batin Sania yang takjub akan indahnya insan ciptaan tuhan yang satu ini. Sepertinya Sania lupa dia baru saja di tampar. Sania melirik ke arah tangan Fellin yang kecil.
Pantes tamparannya gak sakit, tangannya kecil dan lemah.
Meskipun memerah, tapi itu tidak terlalu sakit Sania rasa.
Merasa ada yang memperhatikannya, Fellin menoleh, benar saja sudah ada Sania menatap aneh dirinya entah apa yang dia lamunkan. Fellin langsung memasang tatapan bencinya.
"Jangan liat gue, dasar cewek sialan." Bisik Fellin dengan suara menekannya.
Hadeh, padahal gue di sini lagi muji lo loh. Heh, sayang banget cewek se-cakep itu temperamental dan emosian, ini semua pasti karna cowok ini, dia yang hasut cewek se-cakep Fellin itu jadi kasar. Hadeh, rugi besar Fellin punya cowok kayak anak ini.
Begitulah adanya Sania, dia sudah mengambil kesimpulan dari semua kejadian tadi. Dia melirik Azril, si oknum utama masalahnya hari ini.
Tapi, gue dalam masalah besar kayaknya, baru pertama kali masuk aja udah bermasalah sama primadona sekolah ini. Mana kayaknya dia benci banget lagi sama gue.
Sania sudah berfirasat, tampaknya masa sekolahnya akan suram saat ini.
Fellin menghela napasnya kasar, hatinya cukup sakit saat kejadian didepan, Azril sama sekali tidak membelanya, Azril diam seolah acuh akan segalanya. Dia membiarkan Fellin meringis dalam tangis.
Fellin menatap sendu wajah dingin pria itu, gadis mungil itu mulai menyadari perubahan sikap Azril sejak satu bulan yang lalu, Azril benar-benar berbeda dari Azril yang ia kenal. Yang ada dipikiran Fellin hanya Azril, ia bahkan tidak peduli dengan Sania dan kekacauan yang ia timbulkan pagi tadi. Teka-teki soal Azril menusuk ke kepalanya.
Tanpa Fellin sadari, ada Erlan yang memperhatikannya sejak tadi, hati pria hangat itu cukup terluka sekarang. Benar-benar sakit melihat pemandangan itu.
Erlan yang menyukai Fellin sejak dulu, cintanya tulus dan murni, siapa yang mencintai Fellin sebesar Erlan? Tapi kenapa langit malah membuat Fellin mengabdikan cintanya pada manusia sedingin Azril?
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 78 Episodes
Comments