...***...
Sania berjalan di koridor sendirian, nafsu makannya hilang begitu saja. Dia mulai mengingat kembali, bagaimana awal mula dia bisa jatuh ke sekolah elit ini.
Apa keputusan yang salah ya? Pindah dari SMK gue? Emang sih SMK gue pada parah anaknya tapi disanalah gue ngerasa asik dan berharga. Disana dihargai dan punya banyak teman, hadeh ... Ini semua karna bapak itu.
Sania mengingatnya kembali, satu minggu lalu Neneknya, satu-satunya keluarganya jatuh sakit. Sania hanya punya neneknya sebagai sandaran dan alasannya untuk hidup, jika orang itu sakit, Sania bisa melakukan apapun. Neneknya terpaksa dibawa ke kota besar ini, guna melakukan pengobatan terbaik.
Demi membiayai perawatan neneknya, Sania bekerja disalah satu rumah konglomerat. Karna Sania tidak memiliki tempat tinggal di kota yang besar ini. Untungnya bangsawan itu baik, dia membiayai pengobatan nenek Sania, dan juga sekolah Sania, ya ... Atas rekomendasi orang baik itu Sania berada di sekolah ini. Namun, balasannya Sania tetap harus menjadi pelayan di rumah orang itu.
Kenapa orang itu begitu baik? Ya itu karna Sania pernah menolong orang itu dari kecelakaan yang hampir menimpanya, sebagai tanda balas budinya sang konglomerat itu melakukan banyak hal untuk Sania saat ini. Misalnya seperti saat ini, menyekolahkan gadis cantik ini dan membiayai pengobatan neneknya.
Ayolah Sania, yang kuat. Ini semua demi kesembuhan Nenek, yang lo cuma punya nenek saat ini. Kalau sampai nenek ga ada apa gunanya lo hidup, kan? Sabar..., sabarin aja.
Sania menghentikan langkahnya, lamunannya untuk menyemangati diri sendiri buyar, saat dia menatap Azril yang berdiri dibalik tiang, seperti sedang menguping?
Sania mencoba mendekat, dia mengambil posisi yang bisa melihat dan mendengar apa yang Azril lihat.
Sania bodoh! Apa yang lo lakuin? Nguntit? Ga guna banget sih gue, tapi kan tapi, jujur gue penasaran. Arghh, hina sekali gue.
Sania bisa melihat beberapa orang sedang berkumpul, salah satunya mengangkat ponsel dan mulai berjongkok, memfokuskan kameranya pada satu gadis, gadis tercantik di sekolah itu, ya dia tentu adalah Fellin yang sedang mengobrol dengan Cecil.
"Buset, bodynya Fellin nggak ada duanya. Arghhh, bisa gila gue!" samar-samar terdengar suara bisikan mereka. Bisikan kotor soal hasrat duniawi, terhadap Fellerin.
"Mukanya dong bro, gua nggak bisa tidur kalo nggak liat mukanya." sahut satunya, astaga wajah Fellin memang bisa menyihir banyak orang, tapi apa mereka harus segila itu?
Tiba-tiba Fellin pergi dari tempatnya. Menghilangkan pemandangan indah dari mata jelalatan para lelaki ini.
"Ahh, anjiirlah, udah pergi dia. Pemandangan gue yang enak." keluhnya.
"Bro jangan lupa kirimin gue yak, semuanya, awas aja kalo cuma satu."
Bugh! Tukh! Bugh!
Tanpa ba-bi-bu lagi, Azril menghantam mereka semua. Tampak wajah Azril benar-benar marah, tatapannya juga sangat mengerikan. Bahkan mampu membuat Sania begidik ngeri.
Azril mengambil ponselnya, dia menghapus semua foto-foto Fellin yang diambil tanpa izin, bahkan ada banyak sekali foto Fellin disana.
"Ampun Az, ampun Zril."
"Kita janji ga bakal ulangin lagi."
"Maap, sumpah maafin kita."
Azril menendang badan mereka kuat, memijak jari jemari orang yang berani mengambil foto Fellin dengan lancang. Azril benar-benar murka, bahkan lebih murka dari Erlan sebelumnya.
"Kalian tau Fellin itu siapa?" Suara Azril pelan, namun bagaikan jarum yang menusuk seluruh tubuh mereka. Sangat nyeri menyapa telinga. Ketakutan sudah merayapi tubuh mereka.
Ngeri ngeri ngeri...,
Batin Sania, dia menelan salivanya payah. Dia takut dan ingin segera pergi, namun dia masih sangat penasaran siksaan apalagi yang Azril berikan. Azril benar-benar orang yang sangat berbeda dari manusia kulkas yang mengacuhkan Fellin tadi.
"Dia pacarnya Azril Maheswara, maaf kami lancang." Sahut salah satunya. Yang mereka tau bahwa Fellin dan Azril pacaran, tak ada yang tau mereka putus. Padahal Azril sudah menyudahi hubungan itu sejak satu bulan yang lalu.
Azril diam, raut wajahnya seketika berubah.
"Pergi, angkat kaki dari sekolah ini. Kalian nggak layak ada di sini."
Segera mereka semua keluar dari sekolah itu, meninggalkan semua barang-barangnya di loker. Jika Azril bilang pergi, maka mereka semua harus pergi. Tidak ada yang berani membantah, karena bukan main memang pengaruhnya Azril di sekolah ini.
Sania menarik napasnya panjang, niatnya untuk meminta utang maaf Azril, dia urungkan seketika, ketakutannya dan nyawanya lebih berharga dari hanya sekadar maaf.
Ogah dah urusan lagi sama dia, gue masih sayang nyawa.
...***...
"Azrilll, kangen...," Kata Fellin manja sembari menatap Azril dengan mata sendunya. Wajah manis dengan raut muka memelas sangat menggemaskan dimata Azril.
"Terus kalo kangen kenapa diam aja? Sini peluk." Sahut Azril, dia langsung memeluk hangat gadisnya itu, namun itu berlangsung lama karna Fellin sama sekali tak ingin melepasnya.
"Sayang~ laper, mau makan." Manja sekali memang gadis yang satu ini.
*Pukh pukh
Cecil memukul bahu Fellin pelan. Menggoyangkan bahu gadis itu.
"Fell- huy fellin, bangun, bentar lagi gurunya masuk." Kata Cecil sedikit menggoyang bahu Fellin. Ah, Fellin baru saja terbangun dari tidurnya. Soalnya mereka masih di sekolah, tempatnya belajar, bukan tidur apalagi menggalau.
"Padahal gue lagi pengen tidur, mimpinya indah banget." Fellin mengucek matanya, kenangan masa lalu itu benar-benar masih tersimpan hangat di ingatannya. Azril yang manis, Azril yang selalu menurutinya, memanjakannya, melakukan apapun untuk Fellin. Tapi kini, Azril yang seperti itu mendadak berubah, dia menjadi dingin dan sadis, acuh dan kejam. Dia adalah Azril yang sekarang.
Jika Fellin boleh memilih, dia masih ingin menetap dalam dunia mimpi itu daripada ada di dunia nyata saat ini, dengan Azril yang begini.
"Bangun begoo, itu matanya dibuka. Ntar kena hukum pak Wiz lagi." Cecil mencubit unyu kedua pipi itu. Dia juga mengusap air mata yang ada di ekor mata Fellin-nya.
"Tapi masih ngantuk." Fellin menyender di bahu Cecil manja.
Cecil menghela napasnya. Dia sudah tentu tau jelas sifat sahabatnya ini. Namun mata Fellin sekali lagi terbuka lebar saat Azril masuk. Ya ampun, kantuknya bisa langsung terhempas begitu saja saat kedua retinanya menangkap wajah tampan Azril.
"Darimana aja lo? Dari tadi gue tungguin di kantin buat makan, lo kemana aja? Gue kangen!"
Sebelum Azril duduk di kursinya, sudah ada Fellin yang menghadangnya. Dia menatap mata sayu sang pria tampan itu.
Azril mendorong tubuh Fellin, lalu berjalan begitu saja tanpa mengatakan sepatah katapun.
Brak!!!
Fellin memukul meja itu kasar. Dia menahan getir tangannya yang sakit, aduh gadis mungil yang sangat manja ini tidak bisa menggebrak meja, jadi harus bagaimana? Tangannya gemetar sekarang.
"Azril!! Gue ngomong loh disini! Tatap mata gue Zril." Fellin menahannya, demi menginterogasi sang pria, walau tangannya agak sakit.
"Fell, nggak usah drama, gua jijik." Hanya satu kalimat itu mampu memukul mundur Fellin. Cecil segera menarik Fellin untuk kembali ke mejanya. Arga dan Erlan hanya diam saja, mereka berharap agar Fellin segera melupakan cintanya pada Azril, ya itu satu-satunya cara agar Fellin tidak terluka. Mau memaki Azril pun susah. Dia sudah begitu.
"Lu butuh otak tambahan kayaknya Zril." kata Cecil singkat, dia menempelkan uang seribu rupiah di jidat Azril, entah apa maksudnya. Namun Azril tidak menggubrisnya sama sekali, dia tau Cecil emang begitu sejak dulu.
Suasana dikelas mendadak hening, hanya ada suara isakan tangis dari Fellin disana. Mereka semua juga mendadak bingung, padahal satu tahun terakhir dua orang ini benar-benar sangat uwu dan meresahkan para jomblowan dan jomblowati yang ada di sekolah. Tapi sekarang? Banyak yang berfikir mereka sedang bertengkar hebat.
Padahal kelas 2-1 benar-benar mendukung ke-uwuan mereka. Tapi sekarang, Melihat Fellin begitu, rasa sakit juga menyapa hati mereka. Kepedihan Fellin turut dirasakan oleh satu kelas yang sama. Tapi, tidak ada yang berani menegur Azril kecuali Arga dan Erlan, soalnya itu Azril kan? siapa yang berani?
Ada apa sama cowok ini? Padahal ada yang ngambil foto 'cewek' itu, dia langsung ngamuk-ngamuk nggak jelas kayak orang kesetanan. Sekarang malah bentak-bentak Fellin? Anak ini sarap stress atau begimana? Apa dia penyakitan? Atau punya penyakit mematikan, bentar lagi mati, makanya dia mau jauhin Fellin gitu? Gimana sih konsepnya? aneh banget.
Astaghfirullah Sania, kebanyakan drama sih lo. Mikirnya jauh banget.
Sania mengingat lagi, dia ingat sangat jelas bahwa wajah Azril benar-benar mengerikan tadi. Itu semua karena mereka melihat Fellin dengan tatapan kotor.
Erlan mencoba mencairkan suasana yang menegang, dengan cara mendekati Sania yang sedang duduk tenang anteng ayem di bangku malapetaka dirinya.
"Eh lu murid baru, nama lu siapa? Kenalan dong, kok lu bisa masuk 2-1?" tanya Erlan yang asyik memutar-mutar pulpen Sania, dan dengan lancangnya duduk dimeja Sania. Dia menatap gadis itu secara bersahabat. Erlan adalah orang pertama yang bersikap hangat dan bersahabat pada Sania.
"Sania Nugraha, mana gue tau gimana. Intinya gue disuruh masuk kelas ini, ya gue masuk aja." Sahut Sania, dia menjawab Erlan karna Erlan terlihat gampang berteman.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 78 Episodes
Comments