Setelah sang montir menelpon Nandi, baru ia percaya bahwan Andi Nayaka adalah putranya, dan pemilik bengkel itu pun lanhsung meminta ma'af atas sikapnya yang kurang begitu percaya.
"Ma'afin abang ya dek sudah tidak percaya padamu, soalnya anak sekolah jaman sekarang suka begitu, bukan sekali dua kali hal seperti ini." Ujarnya.
"Iya Bang tidak apa-apa, besok aku bayar ya." Ujar Andi.
"Udah tidak apa-apa, abang iklas."
"Iih jangan begitu, hutang itu harus di bayar biar sekecil apapun." Timpal Andi Nayaka.
Kemudian Andi langsung melajukan motornya menuju Gang Si'iran.
Lima belas menit Kemudian Andi telah sampai di depan rumahnya, lalu melangkah turun dari motornya, dan berjalan masuk ke dalam rumah.
"Assalam mu'alaikum." Sapa Andi.
"Wa alaikum salam." Jawab Sindi sembari menghampiri Andi.
Lalu Andi mengulurkan tangan meraih tangan ibuknya dan di cium punggung telapak tangan ibuknya.
"Kamu jangan dulu masuk kamar, tadi ayahmu berpesan ada yang mau ayahmu bicarakan." Ujar Sindi.
Andi pun langsung menurunkan tubuhnya duduk di sopa sambil bersandar.
"Pasti ayah akan membicarakan masalah hutang pada tukang tambal, harus bilang apa kalau ayah nanyain masalah uang." Batin Andi.
Di sa'at Andi lagi duduk bersandar, nampak terlihat di sudut netra pandangan Andi Lelaki paruh baya berbadan tinggi berpakaian rapi, lalu duduk di depan Andi.
"Baru pulang kamu nak?." Tanya lelaki itu yang tak lain adalah Nandi( ayahnya Andi).
"Iya Ayah." Jawab Andi sembari berdiri lalu memberi salam dan di ciumnya punggung telapak tangannya Nandi, tak kuasa untuk menatap ayahnya Andi duduk lagi di sopa.
Sebelum melakukan obrolannya Nandi memanggil Sindi.
"Mah mamah..." Panggil Nandi.
"Iya pah." Jawab Sindi sembari melangkah memenuhi panggilan Nandi.
"Ada apa papah memanggil mamah?." Tanya Sindi.
"Bikinin kopi dulu." Jawab Nandi.
Sindi pun langsung bergegas menuju ruang dapur untuk bikinin kopi suaminya.
Tidak lama kemudian Sindi datang membawa nampan berisikan tiga buah gelas.
"Nah ini kopi buat Papah, dan ini jus apukat untuk mu Andi dan ini buat mamah." Ujar Sindi sambil menurunkan gelas di meja, lalu Sindi duduk di sampingnya Nandi.
"Ayo di minum dulu nak, kenapa kamu ko seperti ketakutan begitu, jadi lelaki itu harus berani karena benar dan harus takut bila berbuat salah, apa sikapmu itu karena ada yang salah." Ucap Nandi sambil terus menatap wajah Andi Nayaka yang terus tertunduk.
"Ma'afkan aku Ayah, apa mungkin ayah akan membicarakan masalah aku yang ngutang pada tukang tambal ban itu." Ujar Andi.
Nandi langsung menyeripit dulu kopi yang nampak masih mengepul sebelum menjawab Ujaran anaknya.
Setelah gelas kopi di turunkan lagi di meja, lalu Nandi mencabut sebatang roko dan di nyalakannya sebuah korek untuk membakar ujung roko tersebut.
"Sekarang Ayah mau tanya? Apa tadi di sekolah ada pungutan biaya, sehingga kamu kehabisan uang untuk membayar tambah angin, kamu jawab dengan jujur ayahpun tidak akan marah." Ujar Nandi mulai bertanya.
Andi merasa bingung sekali, kalau dia bilang jujur di palak sama kakak kelasnya, Ayahnya pasti akan datang ke sekolah, dan dirinya pasti akan di hajar beramai-ramai oleh kakak kelasnya, dan Andi tidak mau kalau nanti di buli sebagai anak manja yang selalu ngadu pada orang tua.
"Ayo nak Jawab, ayahmu lagi bertanya, jangan menyembunyikan masalah dari orang tuamu." Pingkas Sindi.
"Ba baa baik Buk." Ujar Andi terbata-bata.
"Bicaralah jangan takut, kamu ini anak ayah, dan ayah tidak pernah mengajarkan pada anak untuk jadi pengecut." Timpal Nandi.
"Iya Ayah, pihak sekolah tidak ada pungutan biaya." Ujarnya.
"Lalu kenapa kamu sampai ngutang tambah angin, cuma dua ribu rupiah, apa uang jajan kamu habis?." Tanya Nandi.
"Habis ayah, di pake nraktir teman." Jawab Andi berbohong.
Nandi dan Sindi lalu saling Pandang dan tersenyum tipis seakan tak percaya dengan perkataan anaknya.
"Kamu tidak apa-apa kalau mentraktir temanmu, tapi jangan terlalu keseringan, dan teman yang mana yang harus kamu kasih, apabila ada teman kamu dari keluarga yang kurang mampu kamu boleh kasih." Ungkap Nandi.
"Iya Andi, kamu boleh loyal kalau demi kebaikan, janganlah nantinya kamu di manpaatkan oleh temanmu yang tidak baik." Pungkas Sindi.
"Iya Buk."
"Ya sudah sekarang kamu mandi sana, langsung solat." Titah Nandi.
"Iya ayah." Ujarnya sambil beranjak bangun dari tempat duduknya, berjalan menuju kamar.
Andi Nayaka lalu keluar dari kamar dengan membawa handuk untuk membersihkan badannya, apalagi habis mendorong motor di bawah teriknya cahaya matahari yang membuat badannya lengket bekas keringat.
Selepas mandi Andi duduk di depan rumah sambil memainkan ponselnya, segelas minuman segar berada di depan terdampar di atas meja.
"Aku kangen sama Teh Anggita, kira-kira lagi ngapain ya." Gerutu Andi sambil membuka aplikasi whatssap, lalu jari jemarinya dengan lincah mengetik sebuah pesan.
📱.Andi "Halo kak apa kabar, kakak lagi ngapain?."
📱.Anggita "Halo juga dek, kabar kakak baik-baik aja, kabar adek, Ayah dan ibuk gimana?."
📱.Andi "Adek juga baik, begitu pula Ayah dan Ibuk baik-baik aja."
📱.Anggita "Syukur deh kalau semua baik-baik aja, gimana dengan suasana di sekolah baik-baik aja kan."
📱.Andi "Iya kak, Alhamdulilah baik, kakak kapan selesai kuliahnya."
📱.Anggita "Kakak lagi sekripsi, sebentar lagi kakak pulang ke indonesia, kamu belajar yang rajin ya dan jangan nakal."
📱.Andi "Iya kak, kakak jaga diri baik-baik ya."
📱.Anggita "Iya dek terima kasih."
Kemudian Andi pun menyudahi chatingannya dengan kakaknya Anggita yang lagi kuliah di luar negri.
Selepas itu ia pergi ke rumah bibinya Astuti, untuk menemui adik sepupunya yaitu Konta dan Kanti adalah anak Astuti yang kembar cowo dan cewe, setibanya fi depan rumah Andi memanggil Konta dan Kanti.
"Dek Konta, dek Kanti." Panggil Andi.
Setelah satu menit Andi memanggil Konta dan Kanti, mereka pun muncul dari sudut luar rumah.
"Hai Bang Andi ada apa memanggil kita?." Tanya Kanti.
"Kita main yu." Ujar Andi.
"Main apa sih Bang." Tukas Konta bertanya.
"Kita main gatrik yu, soalnya budaya kita ini hampir punah, bagaiman kalau kita kembangkan lagi, sebagai bentuk hormat kita pada para leluhur yang sudah mewariskan adat dan budaya pada kita anak cucunya." Ajak Andi.
"Ayo, mainnya di mana." Timpal Konta.
"Bagaimana kalau kita main di depan Bengkel aja, selain tempatnya luas, di situ juga kan ada Paman Toglo, Paman Asep dan Paman Jaroni, kita ajak main bareng." Ujar Andi.
"Oke Bang." Jawab Konta dan Kanti.
Kemudian ke tiganya pun langsung bergegas pergi menuju lapangan dekat bengkel.
Tiga bersaudara itu nampak selalu asik dan ceria, meski Andi usianya sudah menginjak enam belas tahun dan Konta kanti yang baru duduk di bangku sekolah menengah pertama kelas tiga, tapi masih seperti anak kelas tiga sekolah dasar, berbeda dengan anak-anak se usianya di Gang Si'iran yang sudah berbau pacaran.
Terkadang Andi sering di buli oleh teman-temannya sebagi anak pecundang, yang masih ke kanak-kanakan, padahal ayahnya adalah salah satu tokoh legenda Gang Si'iran yang sangat di segani, karena Bela dirinya dan berbudi luhur.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 203 Episodes
Comments
FT. Zira
lebih pas kalo gerutu di ganti bergumam atau gumam.🤭🤭
2023-12-04
1
FT. Zira
bisa aja othornya.. nama ndi semua satu keluarga🤭
2023-12-04
0
Elisabeth Ratna Susanti
cocok nih, setuju 👍
2023-05-14
1