Kesal

Fajar menyingsing menyajikan jingga di cakrawala, Surabaya, fajar di awal dan subuh lebih dahulu di bandingkan Jakarta, bangun untuk sholat tahajud selepas itu, azan subuh berkumandang, ku lantunkan beberapa ayat suci Al-Qur'an untuk mengawali hari.

Air mata yang tak ingin tumpah, kini terpaksa tumpah, keluh yang ku simpan rapat, kini terbuka dan terucap, bukan lisan ku yang ingin tapi hati ku yang tak sanggup.

Sepuluh hari sudah pernikahan ini berlangsung, dada ku masih merasakan sesak, ingin menolak tapi ini yang sudah ku pilih, ada ragu, setelah beberapa hari ini aku meminta jalan terbaik kepada sang Khaliq.

Ada bimbang diantara kebencian yang ku torehkan pada suami ku itu, satu sisi, dia adalah suami yang harusnya aku dambakan kehadirannya, yang seharusnya ku kasihi dengan sepenuh hati, tapi dia Ares, pria yang telah menodai ku, pria pilihan Aisyah dan dia pula yang di pulihkan orang tua ku.

Tok... tok.... (Ketukan pintu kamar )

"Iya sebentar." ucap ku yang memutuskan untuk menjeda kegiatan baca Qur'an ku, dengan mukena yang masih melekat aku membuka pintu.

Setelah aku tau siapa yang mengetuk pintu dan berada di balik pintu itu bibir ku langsung bungkam dan pandangan ku menunduk ke bawah.

"Cantik sekali, sudah selesai sholat? maaf saya menganggu." ucap Ares, ya yang mengetuk pintu adalah Ares.

"Ada apa?" tanya ku.

"Pintu depan tidak terkunci, begitu pula dengan gerbang, tidak takut akan ada maling atau orang asing masuk?" tanyanya yang masih mengamati ku.

"Itu baru saja saya buka kuncinya, jadi tenang saja." biar aku berbohong, padahal semalaman aku berada di ruang tamu, terjaga dan sempat tertidur dua jam.

"Oh syukurlah, jadi ketakutan tadi malam tidak terjadi."

"Kamu pikir saya sebodoh itu?"

"Tidak, kamu pintar, pintar berbohong!" Dengan nada mengejek namun datar dia kembali berucap.

"Saya kembali tadi malam pukul satu, pintu pagar tidak terkunci, begitu pun pintu depan, tapi saya menyaksikan seseorang tertidur di sofa, hehe..."

Ares benar-benar mengejek ku, dia tertawa sambil memperlihatkan giginya, sial kenapa dia harus pulang, bahkan aku pun tak mendengar langkah kakinya.

Aku hendak beralasan, namun sudahlah.

"Kenapa? mau beralasan apa lagi? jangan berbohong, istri ku, terimakasih sudah menunggu ku kembali, semoga ini langkah awal untuk hubungan kita." ucapnya dengan nada lembut yang... percaya diri sekali manusia ini.

"Tuan Areska Bagaskara, dengarkan saya baik-baik." Ares menatap ku lekat dengan tatapan yang seperti orang mengejek, mencari tau hal apa yang akan aku lontarkan.

"Apa? saya selalu mendengarkan kamu Zayana Muzza, istri saya yang galak, dan tukang bohong..." ucapnya, manusia ini memang menyebalkan, menarik nafas sejenak agar emosi ku padam sejenak.

"Saya punya tetangga, rumah saya ini komplek perumahan dan mereka tau bahwa kamu adalah suami saya, dan saya adalah istri kamu, tanpa mereka tau apa yang terjadi sebenarnya, apa kira-kira yang akan mereka pikirkan jika mereka melihat kamu kembali tengah malam dan tidur di luar, mereka pasti akan berbicara yang tidak-tidak bukan?"

"Tapi kan seharusnya kamu bisa berpikir, jika saya bisa saja kembali ke rumah saya, tidur disana dan tidak akan kembali ke sini, secara tadi malam kita bertengkar, Za..."

Dia menjeda ucapannya dan tersenyum menatap ku, melihat mata ku lekat, lalu tangannya mengelus pipi ku.

"Saya tau kamu habis menangis, lain kali biar saya yang menghapus ini untuk mu ya." ku tepis tangan halus, yang begitu besar dari wajah ku.

"Saya bisa menghapusnya sendiri jadi jangan merepotkan diri anda untuk menghapusnya." ucap ku kesal, aku beranjak dari kamar tanpa merapikan apapun yang tadi ku gunakan.

Dengan masih mengenakan mukena aku pergi ke dapur untuk menyiapkan makan pagi, pagi ini aku benar-benar lapar, entah karena makan ku yang tidak benar, atau aku mengeluarkan banyak tenaga karena emosi dengan Ares.

Mie goreng yang di campur telur, tauge, sawi dan bakso kini sudah terhidang di meja makan, harum semerbak membuat perut ku meronta ingin segera menikmati.

Ares dengan setelan kemeja maroon, dasi hitam, celana hitam dan jas yang belum ia kenakan berjalan ke arah ku.

"Hanya satu piring? kamu tidak membuatkan saya sarapan?" ucapnya melirik ku, aku hanya diam malas mendebatnya, dia bisa mencari sarapannya sendiri.

"Tidak mau menjawab, ya sudah, jangan terlalu banyak makan mie, kamu suka tauge ternyata, kata orang tauge bagus untuk program kesuburan." Ucap Ares yang sepertinya memang sengaja menyulut emosi ku.

"Maksudnya apa?" ucap ku kesal, Ares tersenyum.

"Tidak ada maksud apapun, hanya sedikit memberi tau, memang salah? kalau kamu memang sedang mengikuti program itu pun, tidak jadi masalah untuk saya, tandanya kamu sudah siap, saya senang, oh iya nanti saya belikan kamu suplemennya juga." Jawab Ares dengan senyumnya yang mengembang, reflek karena kesal akhirnya aku mencubit pinggang Ares, sampai dia mengaduh kesakitan...

"Aduu, du du du... Sayang sakit! ampun..." ucapnya, semakin lama aku semakin kesal dengan perkataan yang keluar dari mulutnya.

"Apa kamu bilang tadi?" tangan ku masih memberikan siksaan di pinggangnya.

"Apa? Saya gak bilang apa-apa, kamu salah denger kali."

Mungkinkah Aku salah mendengar? sepertinya tidak, aku mulai melonggarkan cubitan ku, namun ketika aku melepas ya, malah tangan ku yang di tarik, sontak aku menghadap ke arahnya, tiba-tiba satu kecupan ringan singgah di kening ku dan Ares segera menghindar dan melangkah pergi dengan cepat.

"Tunggu saya pulang sayang, saya janji akan selesaikan pekerjaan dengan cepat, jangan cemas." teriaknya saat meninggalkan ruang makan.

Saya tidak akan pernah menunggu mu, beraninya manusia itu menyentuh ku, aaaaa Ya Allah aku tidak rela, entahlah, tapi aku kesal saat ini.

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!