Berdebat

Sore ini kami sampai di Surabaya, setelah perjalanan bisu seribu bahasa yang membosankan, satu jam setengah berdekatan dengan Ares membuat ku bosan bukan main, hanya bisa memainkan benda pipih bernama ponsel dan menatap lurus kursi penumpang lain, bagaimana bisa berdialog, menatapnya saja aku enggan.

Mobil dengan supir pribadi mengantarkan aku dan Ares ke sebuah restoran yang memang cukup terkenal di sini.

"Saya lapar, kita makan dulu." ucapnya singkat lalu berjalan mendahului ku untuk kemudian membuka pintu di sebelah ku.

Sungguh aku bisa melakukan hal kecil ini, tanpa banyak bicara dan takut tersulut emosi, aku pun turun dari mobil.

Sesampainya di dalam restoran Ares memilih meja dekat dengan taman suasana outdoor, Ares memanggil pelayan dan memesan makanan.

"Saya mau kepiting Soka telur asinnya 1, nasi putihnya 2, air jeruk hangatnya satu ya mbak, istri ku, kamu mau pesan apa?" ucapnya yang mengundang tatapan tajam ku.

"Mbak saya mau kondro bakarnya satu, ice lemon tea nya satu, sama roti kukus srikaya nya satu ya, terimakasih mbak." ucap ku.

"Saya ulang pesanannya ya pak Bu, satu kepiting Soka telur asin, satu jeruk hangat, dua nasi putih, satu kondro bakar, satu ice lemon tea, satu roti kukus srikaya, sudah benar ada lagi yang mau di tambah." ucap sang pelayan restoran.

"Tidak sudah itu saja dulu." ucap Ares.

Kemudian hening, aku tak tau harus apa, yang ku lihat hanya layar ponsel lagi dan lagi, namun dengan tiba-tiba tangan Ares menutup layar ponsel ku.

Mata ku menatap wajahnya, dia nampak tersenyum dan mengatakan.

"Lebih bagus ponsel kamu ya di banding suami mu yang tidak seberapa ini?" lagi dan lagi tatapan penuh cinta yang paling ku benci menyapa ku.

"memang, para pria yang menghuni ponsel ku justru lebih baik dari pada apa yang ku lihat saat ini." jawab ku ketus.

"Kamu benci banget ya sama saya? kamu gak salah sih, saya memang pantas kamu benci, gak papa di benci, yang penting saya bisa begitu dekat dengan kamu, meski dalam kebencian, dan ingat satu hal, mereka haram buat kamu sementara saya halal." Ares tersenyum.

"Bisa tidak kamu tidak memaksakan kehendak." ucap ku.

"Saya sudah pernah tidak memaksakan kemauan saya, tapi saya malah salah langkah, seharusnya saya mengambil apa yang saya inginkan, tapi saya malah berlari ke jalan yang salah, sampai begitu gila rasanya." jawab Ares.

Pembicaraan gila ini akhirnya berhenti saat makanan kami di sajikan di meja, Ares memang banyak makan di siang hari, di bandingkan pagi dan malam, mangkanya dia memilih dua porsi nasi.

Kami makan dengan tenang.

"Istri ku." sontak mata ku tertuju pada pria di depan ku ini.

"Tidak mau coba makanan saya? ini enak loh." aku hanya diam dan menikmati makanan ku, tapi Ares malah mengisi tangannya dengan potongan kepiting Soka yang sedang dia nikmati, lalu menaruhnya tepat di bibir ku, kurang ajar memang, tapi itulah Ares.

"Za tidak ma..."

"Enak tidak?" ucapan ku terpotong karena jari dan kepiting itu masuk kedalam mulut ku, lebih tepatnya jari besar Ares singgah di bibir ku, menyebalkan.

"Areska Bagaskara! berhenti berprilaku menyebalkan, jangan membuat aku lebih membenci mu dan menceraikan mu!" kesal ku, kemudian beranjak dari tempat duduk itu dan meninggalkan Ares.

Setengah jam aku menunggu Ares di dalam mobil, dan kini sudah terlihat batang hidungnya, pria menyebalkan itu hanya tersenyum ke arah ku menampilkan giginya yang bersih.

"Pak Roy, ini saya belikan cemilan buat bapak, makasih sudah menunggu saya dan istri, maaf lama, kebetulan tadi ketemu teman lama." ucapnya menjelaskan kepada supir yang mengantarkan kami.

"Iya pak, gak papa terimakasih banyak makanannya." ucap pak Roy.

Sepanjang perjalanan aku hanya membisu dan kini kami menjejakan kaki di halaman rumah yang sudah beberapa bulan tak di tempati, hanya ada bude ku yang setiap hari menyalakan lampu atau sekedar membersihkan rumah, tentu saja itu semua tak gratis karena bang Fahri akan mengajinya setiap bulan.

"Loh ndok, kamu kok pulang gak bilang bude?" tanya bude Ros yang memang tidak mengetahui kepulangan ku.

"Iya bude, Ares ada urusan, semuanya mendadak jadi Za gak sempat bilang bude." jawab ku.

"Oalah, bude belum siapin apa-apa, nanti malam juga bude ada acara, kemungkinan bude gak bisa nemenin kamu."

"Gak papa bude kan ada Ares, biar Ares yang temani ponakan bude ini." Ares menjawab ucapan bude Ros tadi.

"Yasudah kalau begitu, bude pamit, kalau ada apa-apa telpon bude Yo..."

Aku hanya mengangguk dan masuk ke rumah.

Selepas Maghrib, aku membersihkan kamar dan ruang tamu bahkan dapur pun tak luput dari tangan-tangan ku ini, debu di mana-mana, meski aku tau bude membersihkannya, namun sama saja bagi ku, semua nampak berdebu.

"Za... Zayana ...." suara Ares sepulang berjamaah di masjid, manusia itu belum juga pulang padahal aku sudah menyuruhnya pergi, dari arah dapur aku berjalan menuju ruang tamu.

"Ada apa?" tanya ku.

"Keperluan harian, ada camilan, susu, sabun, shampo, ditergen, dan beberapa buah, ada roti, selai kacang, dan galon air..." ucapnya menjelaskan.

"Aku gak butuh semua itu, aku bisa belanja online, atau jalan sendiri ke seberang jalan sana untuk beli semua keperluan ku." ucap ku ketus.

Ares hanya tersenyum, mungkin menurutnya senyum bisa membuat ku sedikit rileks padahal aku semakin kesal.

"Kamu punya saya, apapun yang kamu butuhkan insya Allah saya bakal penuhi, saya suka kalau kamu suruh-suruh saya, saya suka saat kamu meminta sesuatu dari saya."

"Okey saya minta satu hal sama kamu."

"Apa itu?'

"Menyingkir dari hidup saya! jika kamu bisa melakukannya saya akan sangat menghargai dan berterima kasih kepada kamu."

Ares hanya tersenyum lalu menghembuskan nafas kasar.

"Za, saya tidak akan melepaskan apa lagi menyingkir, saya sudah memiliki kebahagiaan dengan seperti ini bersama kamu di sini, meskipun kamu tidak menganggap saya ada, tapi saya tenang, karena saya bisa menjaga kamu, meski kamu menolak, perbuatan saya memang tidak bisa termaafkan, tapi sekarang jika saya melakukan hal serupa, kamu lah yang dosa, karena tidak mau menjalankan kewajiban mu dan memberikan hak saya."

"Kamu tau satu hal, hubungan seperti itu tanpa ridho seorang istri adalah dosa dan itu haram."

"Tapi apakah kamu lupa di saat ijab kabul, kamu di tanyai apakah kamu meridhoi pernikahan ini, apakah kamu menginginkan pernikahan ini, apakah kamu terpaksa dengan pernikahan ini, apakah kamu sedang dalam keadaan tertekan, semua pertanyaan itu sudah siap untuk kamu jawab, jika kamu menjawab sebaliknya, mungkin semua tidak akan terjadi, tapi apa? sekarang kamu adalah istri sah dari seorang Areska, kamu istri saya, tapi tenang saya tidak akan memaksa kamu, sampai kamu sendiri yang memaafkan dan mau menjalani semuanya bersama saya."

Setelah perdebatan kecil itu Ares keluar dari rumah, entah kemana dia pergi, aku menunggunya sampai azan subuh berkumandang tapi dia tak juga datang, bukan karena aku ingin menunggu dan perduli padanya, aku tidak sampai hati jika pria itu tidur di halaman rumah dan di lihat oleh orang sekitar.

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!