Hari berganti menyisakan sesak yang tetap bertahan dalam diri, dirinya memang telah hilang dari pandang ku, aku pun sudah tak lagi menaruh harap pada kenyataan, namun kenangan pahit itu selalu datang, kenangan dirinya bersama Ruhita, kenangan dirinya yang sebenarnya mencintai siapa, semua masih berkecamuk dalam kepala ku.
Pemotretan masih terus berjalan sampai malam hari, pekerjaan ku kali ini benar- benar menyita seluruh waktu, ini adalah katalog terakhir sebelum keberangkatan ku ke Qatar dua bulan lagi, kepulangan ku ke rumah orang tua ku juga harus di tunda sampai dua Minggu lagi.
"Za, aku bersama rekan yang lain mau ke kedai kopi kau mau ikut?" Robert mengajak ku, sebenarnya malam ini aku sangat lelah, tapi sepertinya minum kopi akan membuat tubuh ku sedikit rileks.
"Baiklah, aku akan menyusul setelah ini." jawab ku.
Setelah melepas semua atribut di tubuh ku, dan juga menghapus make up, aku berjalan menyusuri jalan menuju tempat minum kopi yang Robert maksud.
"Hai Za, mau pesan apa?" dia adalah Emily seorang model yang baru lulus sekolah menengah atas.
"Seperti biasa Za selalu suka es kopi dengan tambahan gula merah." Robert datang dengan membawa segelas kopi yang ia maksud.
Perbincangan kecil mengenai mode sampai ke masalah pribadi mereka bahas satu persatu, tentang ini dan itu yang membuat ku sedikit bersyukur dengan semua yang ku lalui.
"Ya benar kata Robert seharusnya kita itu tegas pada perasaan kita sendiri, pilihannya cuma dua menyatakan atau melupakan dan membuang semuanya jauh-jauh." Syamil menimpali percakapan mereka.
""Lalu bagaimana pendapat mu Za?" tanya Emily
"Aku? aku lebih memilih untuk mengatakannya, lalu pergi, diam dan tetap mencintai."
"Bagaimana bisa?" tanya Robert.
"Menurut ku, lebih baik mengungkapkan semuanya, perasaan yang kita punya, tak perduli berbalas atau tidak, yang terpenting dia tau bahwa kita mencintainya, masalah berbalas atau tidak itu bukan ranah kita." ujar ku.
"Arti cinta tak harus memiliki." ucap Syamil
Kemudian hening kembali merasuki pikiran ku, hanya bisa diam dan diam.
"Sudah malam, aku ingin pulang." ujar ku.
"Baiklah akan ku antar, " ucap Syamil.
Syamil adalah seorang model yang sangat pengertian, dia selalu perhatian terhadap siapapun.
"Tidak usah, aku naik taksi online saja, ini sudah malam, lebih baik kalian kembali ke rumah untuk beristirahat, Selamat malam permisi."
Sesampainya di apartemen aku mandi dan lekas tidur, agar subuh ku tak kesiangan.
Setelah solat subuh ibu ku menelpon katanya Minggu ini aku harus segera pulang, semoga bukan lagi membahas pernikahan, hati ku masih pedih, dengan meninggalnya Zafran, bagaimana bisa ku gantikan dengan orang lain.
Terpaksa aku mengajukan cuti kepada asisten dan juga atasan ku.
"Aku mau cuti ku di percepat, beri aku waktu 3 hari untuk pulang ke Surabaya, setelah semua urusan ku selesai aku akan mengerjakan tugas ku dengan baik, aku mohon sekali ini saja."
"Za, photoshoot untuk produk kosmetik itu tinggal 4 hari lagi, mana mungkin kita mengundurnya, kau tau pinalti yang mereka berikan tak tanggung-tanggung."
"Pak, Za hanya pulang 2 hari saja, tidak jadi 3 hari, bagaimana, hanya untuk menemui ibu."
"Baiklah, kamu berangkat bersama Gadis, malam ini lusa sore kamu harus sudah sampai di sini."
"Terimakasih pak, terimakasih banyak."
22.40....
Aku dan Gadis Asisten ku, sudah berada di dalam pesawat menuju Surabaya, perkiraan sampai jam 23.55, sepanjang perjalanan tak hentinya mulut ku berzikir.
"Za, kamu tau bagaimana aku mau menjadi asisten mu?"
gelengan kepala ku, menandakan aku tak tau dan tak mau tahu.
"Karena dirimu yang benar-benar tertutup, kamu sekarang sudah terkenal, tapi tak ada satu pun hal miring yang menghampiri mu, semua orang sibuk berbicara tentang mu, tapi seakan apa yang mereka cari tau memang tak ada, Za kamu itu sebenarnya siapa?"
"Tak perlu aku bercerita siapa aku, kelak kau akan tau dengan cara ku berprilaku pada mu, semua kisah ku memang ku tutup, karena semua itu hanya untuk ku konsumsi sendiri."
"Pernah jatuh cinta?"
"Sekali dan aku tak mau lagi, Gadis berhenti berbicara tentang diri ini, kita bahas topik lain yang mungkin lebih bermanfaat."
"Tidak Za, aku lebih baik tidur."
Pesawat pun mendarat dengan baik, kini aku sampai di hotel tempat Gadis menginap, sengaja aku tak ingin Gadis mengetahui keluarga atau bahkan hidup ku yang seperti apa, dia tak perlu tau tentang semua itu.
"Dis, sudah sampai hotel mu, besok aku akan menjemput mu, jika masalah ku telah selesai, aku tinggal ya."
"hati-hati Za.
Sekitar 30 menit untuk sampai di halaman rumah Ibu dan bapak ku, ku tatap nanar rumah berlantai 2 yang tak pernah lagi ku singgahi setelah 2 tahun itu.
"Assalamualaikum." ku beri salam, tak ada sahutan, mungkin ibu dan bapak sudah tidur karena memang sudah larut malam.
"Waalaikum salam." Suara Bang Fahri menggema menjawab salam dari ku.
kenop pintu terbuka, menampakan wajah Abang ku yang masih tampak gagah di usianya yang menginjak kepala tiga, ya diusia 27 tahun ia sudah kehilangan sang istri tercinta bersama buah cinta mereka karena sakit keras yang dialami sang istri sehingga janin dalam dalam kandungannya ikut meninggal bersama sang istri.
"Za... kamu pulang? kenapa gak berkabar sama Abang?"
"Za cerita besok bang, boleh Za masuk dan istirahat dulu." ujar ku, meski lama tak bertemu, aku ingin menghindar agar air mata ku tak tumpah ruah karenanya.
"Baiklah silahkan."
menuju kamar ku di lantai dua, tak ada yang berubah dari rumah ini, hanya saja rasa nyaman yang dulu pernah tercipta kini terasa sunyi dan tak terjamah.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 32 Episodes
Comments