Dua kepala

Lagi dan lagi hujan mengguyur kota ini, kota yang katanya adalah kota pahlawan, kota yang memiliki maskot hiu dan buaya.

Pikiran ku makin kacau, pembicaraan ibu dengan ku tadi siang, semakin memporak porandakan seluruh isi otak ku, haruskah ya Allah, aku tidak bisa menikah dengan pria itu.

Haruskah aku kembali pergi dari kota ini, haruskah aku lari dari semua hal yang tak ingin ku hadapi? ya Allah bantu aku, bantu aku memecahkan segalanya, aku tidak bisa dengan pria itu, aku juga tidak mau mengecewakan ibu ku, aku juga tidak mau pergi dari kota ini lagi.

Tok... tok...

"Za, kamu di dalam? bapak mau bicara." Bapak mengetuk pintu kamar ku, yang ku kunci.

Aku menuju pintu, aku tau bapak masih di sana setelah beberapa detik tak mendapat sahutan dari ku.

"Bapak mau apa?" jawab ku.

"Bicara sebentar Za, bapak ingin mengatakan sesuatu." jawab bapak dengan suara lembut yang dulu sering ku dengar saat aku hanya seorang anak kecil di bangku sekolah dasar.

Aku membuka pintu itu, dan masih terlihat bapak dengan wajah lelah namun dia tersenyum pada ku, senyum yang nyaris tak pernah ku lihat lagi, semenjak aku pergi meninggalkan bapak, satu tahun lebih aku tak menyaksikan ini, senyum bapak yang tulus dan hangat, tatapan bapak yang tenang serta suara bapak yang tak membentak.

"Bapak masuk ya..." ucapnya, aku hanya bisa mempersilahkan, bapak duduk di ranjang kecil ku, ranjang yang hanya muat untuk diriku seorang, meski hanya muat sendiri bahkan mungkin aku bisa membeli yang lebih besar lagi, namun ku rasa untuk apa toh aku memang berfikir untuk selalu begini, sendiri.

"Za," dengan lembut bapak mengelus puncak kepala ku, aku duduk di lantai jadi lutut bapak sejajar dengan kepala ku.

"Iya pak?"

"Kenapa tidak bicara pada saat itu? kenapa memilih untuk pergi dan menjauh dari kami? bapak tau semua itu berat untuk kamu, tapi kenapa kamu tidak bicara? kamu putri bapak satu-satunya, putri yang bapak jaga seperti pohon mawar kesukaan bapak, pohon yang tak boleh seorang pun menyentuhnya kecuali bapak, pohon yang bunganya di biarkan mekar lalu layu, bahkan ibu mu sendiri yang menyukainya, tidak boleh memetiknya, bapak sengaja ingin menikmati indahnya."

.

Dengan menahan air mata aku berusaha menjawab.

"Pak, apakah jika saat itu aku buka suara, ada yang akan percaya? Ares akan menikah dengan Aisyah 2 hari setelah kejadian itu, Za tidak bisa menjadi perusak, Za memikirkan perasaan banyak orang, Za memikirkan bagaimana harga diri Za pak, maafkan Za mengecewakan bapak, Za pergi bukan untuk lari dari masalah, tapi Za pergi untuk menyelamatkan diri, dari rasa malu, hina, dan rasa marah Za terhadap Ares."

"Za, Ares menceraikan istrinya karena rasa bersalahnya terhadap kamu, Ares tidak bisa tanpa maaf dari mu, bahkan Ares pun ketakutan saat penghulu memintanya menyentuh tangan Aisyah, kami semua menyaksikan kejadian itu, dimana Ares meminta maaf tanpa sebab yang jelas, Ares menangis."

"Logikanya pak, harusnya Ares tidak melukai hati Aisyah, harusnya Ares berfikir panjang sebelum dia mabuk di hari itu." tatapan ku nanar menatap bapak.

"Za, Ares memang memiliki kebiasaan yang buruk di saat stres, kedua orang tua mereka saling menjodohkan, Ares tidak punya pilihan selain berkata iya, dia tidak seberani dirimu yang pandai sekali menentang bapak sampai tidak bisa berkutik, Ares lelaki yang baik namun tidak bisa mengontrol emosinya ketika sendiri."

"Ares tau hammer itu haram, Ares tau menyentuh yang bukan mahramnya itu haram, tapi kenapa dia masih menyentuh semuanya, alasan stres karena perjodohan, itu bukan alasan, semua itu pilihan pak."

"Itulah pentingnya bergaul Za, Ares salah pergaulan."

"Tetap saja, tidak ada pembenaran dalam hal itu pak."

"Za, tanya pada hati kecil mu, sedikit saja, pernah kamu memiliki rasa kagum pada anak itu?"

Aku menerawang jauh kedalam lubuk hati ku, dulu memang ada, aku ingin memiliki laki-laki yang tatapan matanya teduh penuh cinta seperti dia, aku pernah mengagumi sosoknya, tapi tak seperti ini jalan cerita yang ku mau.

"Pernah pak, pernah, tapi semua itu hilang seperti di hempas angin saat semua itu terjadi."

"Itu yang di rasakan Ares pada Aisyah saat kamu hadir, itu yang Ares rasakan saat pertama kalinya kamu menamparnya."

"Tidak mungkin pak, itu hanya perasaan yang di kambing hitamkan oleh nafsu, pak jika bapak tetap memaksa, dan jika Za memang harus menikah dengan Ares, berikan satu alasan kenapa harus Ares."

Terlihat bapak sedang berfikir keras untuk alasan itu.

"Bapak menginginkan Ares menjadi imam mu, entahlah bapak juga tidak tau, tapi rasanya bapak menitipkan mu pada orang yang tepat, orang yang begitu berani mengaku salah, padahal kamu bungkam dan tak mau semua terbongkar, namun Ares tidak bisa seperti itu."

"Pak, lakukanlah apa yang menurut bapak benar, Za tidak masalah jika harus menanggung rasa perih dan sakit ini seumur hidup, Za rela asal bapak dan ibu tenang, asalkan semua berjalan seperti kemauan kalian berdua, Za akan berusaha ikhlas menerima semuanya, jika memang Ares orang yang sudah dipilihkan oleh Allah, sekuat apapun Za menolak, pasti tetap Ares kan?"

"Kamu serius?"

"Za sudah pasrah, mungkin hanya ini yang bisa Za lakukan untuk menebus semua kesalahan Za pada bapak dan ibu, meskipun Za sangat membencinya, neraka pun Za jalani jika semua itu membuat kalian tenang."

"Za bapak tidak mau anak bapak ke neraka, bapak hanya mempercayai satu hal, Ares akan menebus semua kesalahannya pada mu, dan dia yang akan berusaha memperbaiki semuanya, kecewa mu dan patah mu nak."

"Za percaya bapak, Za yakin, tapi untuk sembuh perlu waktu pak, doakan semua yang terbaik pak."

aku memeluk bapak, pertama kalinya setelah 11 tahun lamanya pelukan terakhir bapak ku dapat saat usia 13 tahun saat kali pertamanya aku mendapatkan haid, saat semua yang kulakukan adalah tanggung jawab ku.

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!