Menyebalkan

Malam berlanjut dengan keheningan tapi tidak dengan ketenangan, sejak Ares mengungkapkan apa yang terjadi padanya kemarin, aku semakin takut, takut akan terperangkap oleh cinta Ares yang posesif dan obsesinya yang menginginkan ku.

Ares seandainya kita bertemu sebelum Zafran dan Aisyah hadir, semua drama ini mungkin tidak akan semenyakitkan ini, dan rasa yang ku berikan bukan rasa benci dan jijik terhadap mu, tapi begitulah yang terjadi, kata seandainya seharusnya tidak pernah ada.

Tring... (Bunyi pesan masuk)

Ibu...

Za, Bagaimana kabar mu? Ares bilang dia mengajak mu untuk ikut ke Surabaya, tapi kamu tidak mau ikut, kenapa? kamu takut? kalau pun takut, Ares sekarang adalah suami mu, bukan ibu mau ikut campur, tapi sekali ini saja turuti permintaan Ares, disana Ares bekerja, dan jika kamu tidak ikut, itu hanya akan mengganggu konsentrasinya.

Dengan cepat aku membalas pesan ibu.

Me

Bu, Za gak bisa pergi bersama Ares apapun alasan Ares, bagi Za, sendiri di sini jauh lebih aman daripada harus bersama Ares, meskipun sah sah saja Ares menyentuh Za atau semacamnya, tapi Za butuh waktu Bu, tolong Bu jangan memaksa Za lagi, sudah cukup dengan pernikahan ini.

Ibu...

Maafkan keinginan ibu yang selalu saja memberatkan kamu, ibu tau ini berat untuk kamu nak, tapi ibu yakin bersama Ares kamu akan lebih baik, ibu menyayangi mu.

Lagi dan lagi, semua kalimat ibu membuat ku runtuh, Za tau Bu, ibu menyayangi Za, tapi kenapa harus Ares.

"Selamat pagi Bu," Ratna menyapaku yang masih terpaku di meja makan.

"Pagi." jawab ku dengan air mata berlinang, dan kegugupan, ingin sekali rasanya aku pergi, namun Ares muncul bersamaan dengan di sajikannya makanan untuk sarapan.

"Za, mau kemana? Temani saya sarapan." ucapnya menarik tangan ku untuk kembali duduk, ku hapus air mata ku yang nyaris tumpah dengan lengan baju ku.

"Mbak Nad, tolong rotinya." ucap Ares pada mbak Nadia.

"Ini pak." sambil menyerahkan roti.

Ares mengambil selai kacang dan keju, mengolesi dua buah roti dengan selai kacang, kemudian memarut keju di atasnya, menuangkan susu kental manis di atas parutan kejunya lalu meletakan roti itu di atas piring ku, aku masih menatapnya bingung, dia tersenyum dan aku masih abai, saat air perasan jeruk dia tuang ke dalam gelas ku barulah aku bicara.

"Cukup." ucap ku, mata Ares kini menatap ku dengan tatapan yang paling ku benci, iya tatapan yang dulu pernah ia berikan untuk Aisya yang dengan dalih untuk menutupi pengelihatannya pada ku.

"Ada apa ISTRI KU." apa maksudnya dengan panggilan seperti itu.

"Jangan memperlakukan ku seperti orang yang tidak bisa apa-apa, aku bisa melakukan semuanya sendiri."

Ares tersenyum kemudian menghela nafas dan menjawab perkataan ku.

"Saya hanya sedang mencoba meratukan istri saya, apakah salah? ini hanya hal kecil, saya juga tidak sedang ingin membuat istri saya terkesan, lalu mengatakan terimakasih, karena satu gigitan saja sangat berarti buat saya."

Ingin rasanya melempar roti itu ke muka Ares, tapi rasanya aku tidak setega itu, enggan membalas perkataan Ares, aku mengambil gelas baru dan menuangkan air putih lalu aku minum sampai setengah gelas, Ares yang masih mengunyah potongan sayuran di mulutnya, mengambil gelas yang ku minum isi di dalamnya tadi, lalu menggunakan gelas itu untuk dirinya minum air yang sama dari dalam gelas itu di sisi yang sama pula dimana bibir ku singgah.

"Saya heran, kenapa rasa airnya manis? apakah ada gula di dalam air tersebut." monolog Ares dengan dirinya sendiri.

Wajah ku sudah seperti kepiting rebus kala menahan emosi, menyebalkan, terlebih menatap mbak Nadia tersenyum. Mbak Nadia memang selalu menemani kami makan, bahkan semua yang ada di rumah ini pun kadang di minta Ares untuk makan bersama

"Ibu tidak makan? ataukah mau saya ambilkan makanan lain?' tanya mbak Nadia.

"Gak usah mbak, saya bisa ambil sendiri." ucap ku.

Aku tergiur dengan ikan salmon panggang yang ada di sebelah Ares, aku hendak mengambilnya, namun seketika Ares memberikan garpu dengan potongan ikan salmon tadi ke bibir ku yang masih tertutup.

Mata ku menatapnya sinis dan aku enggan membuka mulut, adanya mbak Nadia di meja makan membuat ku tidak bisa mengatakan rasa kesal ku di meja makan.

"cicip dulu, takutnya nanti sudah ambil banyak malah tidak suka." kata alibi itu benar-benar membuat ku kesal.

Mau tidak mau aku menyambut potongan ikan salmon tadi, karena memang benar, aku sebenarnya tidak terlalu suka dengan ikan yang satu itu, tapi karena harum dan penyajiannya yang menggoda, aku jadi ingin coba, terlebih Ares memakannya dengan lahap.

"Mau?" tanya Ares, ketika satu potongan ikan salmon dari garpu tadi lolos di kerongkongan ku, lalu aku menggeleng, aku tidak suka teksturnya.

"Benarkan saya bilang, makan saja roti yang sudah saya buat, tidak akan menyakiti kamu." ucapnya.

Dengan rasa kesal akhirnya aku memotong roti itu dan melahapnya, Ares sudah selesai makan, dan ia kembali mengisi gelas kosong bekas ku yang dia minum airnya tadi, kemudian ia meminum setengahnya dan meninggalkan meja makan.

"Istri ku, Saya pergi dulu, pesawat saya pukul 11 nanti siang, perkiraan mungkin satu Minggu saya di Surabaya, atau jika ada halangan paling lama 2 Minggu, Saya pamit jaga diri baik-baik." ucapnya dan menyodorkan tangannya kepada ku.

Mata ku tajam menatapnya. "Ayo, saya kan suami kamu, saya hanya minta di cium tangannya, bukan yang lain lain." Mau tidak mau, ini menjadi kali kedua aku bersentuhan dengannya.

"Za ikut ke Surabaya, tapi Za tinggal di rumah bapak ibu." final ku setelah berpikir matang, aku tidak mau ibu berfikir yang macam-macam lagi, aku sungguh ingin ibu merasa tenang dan tak memikirkan ku lagi.

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!