Bicara

Pagi ini Mbak Nadia, bersama seseorang yang tak ku ketahui namanya mengetuk pintu kamarku.

"Bu ini, Ratna, dia yang akan bekerja penuh hari di sini, bapak bilang dia bisa menempati kamar bawah, tugasnya di sini hanya untuk bersih-bersih,"

"Kenapa dia? kamu mau kemana memangnya mbak Nadia?" tanyanya ku, begini, Nadia dan Bu Sari saja sudah cukup untuk mengurus semua disini, lalu kenapa harus menambah Ratna?

"Saya tetap disini Bu, tapi hanya untuk mengurus keperluan ibu, dan Ratna bapak perintahkan untuk mengurus rumah, sementara Bu Sari, masih sama mengurus makanan bapak dan ibu."

"Saya gak butuh asisten mbak Nad." ucap ku, bagi sebagian orang mungkin nada bicara ku adalah hal yang menyebalkan, memang itu yang ku cari, supaya mereka tidak menyukai ku.

"Tapi, begitu perintah bapak Bu."

"Baiklah mbak, biar saya yang bicara pada bapak." Ucap ku.

"Kalau begitu, biar saya antar Ratna ke kamarnya dulu ya Bu."

Aku hanya mengangguk dan melanjutkan kegiatan ku di dalam kamar.

Ponsel ku berdering, tanda panggilan masuk. ku lihat nama kontak yang memanggil ternyata Gadis, asisten yang ku lupakan dan ku putus secara tiba-tiba.

"Assalamualaikum Dis, ada apa? tumben." sapa ku.

"Zana, lama tidak bertemu, bisa kita bertemu? berdua saja, aku rindu." ucapnya, nada anak kecil yang menjadi ciri khas memang tidak pernah berubah.

"Baiklah, dimana?"

"Cafe Aurora di, city mall?"

"Aku akan sampai satu jam lagi." ucap ku.

"Baiklah aku akan bersiap."

Sambungan terputus dan aku mengganti pakaian, jika tadi hanya baju daster panjang khas rumahan dengan jilbab panjang, sekarang berubah menjadi dress berwarna hitam dengan pasmina panjang yang menutupi hampir setengah badan ku.

Sampai di garasi, Mbak Nadia muncul.

"Ibu mau kemana?" tanyanya, aku tidak suka dengan hal semacam ini di tanyai saat hendak pergi dengan orang lain yang hanya sebatas ingin tau.

"Bertemu dengan teman." ucap ku singkat.

"Bapak sudah tau Bu?" lagi ku tarik nafas, ya Allah tingkat kesal ku bertambah.

"Beritahu saja dia lewat ponsel mu." ucap ku kesal.

Aku segera masuk ke mobil milik ku Honda Civic berwarna putih yang ku beli dari hasil kerja ku selama ini.

Sampai di mall aku menemukan Gadis yang sedang menyesap minumannya.

"Zayana... lama tidak bertemu, bagaimana kabar mu?" ucapnya ramah dan gembira.

"Tidak terlalu baik, tapi masih Alhamdulillah." jawab ku, sambil melambaikan tangan kepada waiters, untuk memesan minuman dan makanan.

"Zayana, Robert meminta nomer ponsel mu pada ku."

"Kau memberikannya?" tanya ku.

"Tidak, aku takut dia akan menggangu privasi mu."

"Baguslah."

Sebentar kami berhenti, untuk memesan makanan, dan kembali bercakap.

"Dua hari lalu aku bertemu datang ke apartemen mu, hanya ada ibu dan bapak mu, mereka bercerita, bahwa kamu telah menikah dan tinggal bersama suami mu, aku ingin bertanya mengapa tak mengundang ku?"

"Tidak ada resepsi." ucap ku singkat, Gadis menatap ku dengan tatapan anehnya.

"Mana bisa begitu? harusnya menjadi momen yang paling menyenangkan."

"Resepsi hanya untuk orang yang mempersiapkan pernikahan, sementara aku? sudahlah aku tidak bisa bercerita lebih panjang lagi pada mu, kamu mau apa lagi? bertemu dengan ku saja atau ada hal lain?"

"Aku mau mengajak mu nonton bioskop."

"Nonton bioskop?" tanya ku.

"Ya... nonton, memang kenapa? dari tatapan mu begitu menyeramkan."

"Tidak, hanya saja, aku belum pernah melakukannya."

"Zayana, itu mustahil usia mu hampir 25 tahun, bahkan adik ku yang berusia 15 tahun saja sudah berulang kali keluar masuk bioskop."

"Sudahlah dis, aku emang kampungan dan terlalu fokus pada diri ku, jadi hal semacam itu tak pernah ku lakukan."

"Sudahlah, ayo kita lakukan hal yang baru pertama kali kamu lakukan."

Akhirnya kami masuk kedalam teater, Gadis memilih film horor yang menurut ku, tidak ada bagusnya, alih-alih ketakutan aku malah aneh sendiri, tidak ada kata hanyut dalam film, aku malah bosan.

Tring... ponsel ku berdering tanda pesan masuk.

...+62872611xxxx...

Kamu pergi kemana? kenapa gak pamit dan bilang dulu sama saya? kamu lupa kamu istri saya.

Wajah ku berubah, benar-benar menyebalkan, film yang membosankan, ditambah chat dari manusia ini, membuat ku kesal luar biasa.

Dengan bersungut-sungut aku membalas pesan itu, setelah film selesai.

**Me...

maaf saya lupa dan tak mau mengingatnya.

+62872611xxxx

Tidak masalah, saya akan selalu ingatkan**.

Siang berganti menjadi malam, setelah isya aku baru sampai di rumah, Nadia datang menghampiri ku, memberi tau jika Ares sudah kembali.

"Assalamualaikum." ucap ku datar.

"Waalaikum salam, mau kemana? sini duduk dulu, saya mau bicara." ucapnya dengan nada lembut.

Aku menurut dan ikut dengan perintahnya.

"Dari mana?" tanyanya, aku masih menunduk enggan menatapnya.

"Bukannya mbak Nadia sudah memberi tau?" tanya ku balik.

"Sudah, tapi saya mau dengar dari Istri saya sendiri." ucapnya dengan menyebut kata istri saya dengan penegasan.

"Dari City Mall." jawab ku singkat.

"Ada keperluan apa?"

"Bertemu teman."

"Emmm... makan juga? nonton juga? kenapa gak belanja sekalian?"

Mata ku menatapnya tanpa bersuara sedikit pun.

"Za, saya lebih baik kamu caci maki, kamu tampar dan kamu hukum dengan cara lain selain dengan diam, Zaya saya tidak jadi ke luar kota karena tidak bisa meninggalkan kamu disini, meskipun sudah meminta Nadia untuk menjaga kamu, saya tetap tidak tenang, alangkah baiknya jika kamu ikut dengan saya malam ini berangkat ke Surabaya."

Mengapa harus kota itu lagi, itu hal yang paling aku tidak suka, kembali ke kota itu lagi dan kami pasti akan tinggal di rumah yang pernah menjadi saksi betapa bejatnya manusia ini.

"Za tidak mau, pergilah sendiri, Za tetap disini."

"Za, sudah waktunya melupakan semuanya, beri saya kesempatan."

"Tidak, saya sudah memberi kesempatan untuk kamu menjadi suami saya, dan cukup sampai disana."

"Hemm... ya, suami yang hanya status, tapi tidak dengan hak dan kewajiban suami, iya kan? saya mau membuka lembar baru bersama kamu, mendapatkan maaf dari kamu, tapi kamu yang gak mau melangkah dan diam di masa itu, kenapa? terlalu menyakitkan atau saya sudah terlalu melekat di sana."

"iya, terlalu melekat, sampai Za terlalu sakit untuk melepasnya, Za tidak sanggup bahkan hanya untuk sekedar kata maaf."

"Za, percaya atau tidak biar tetap seperti ini saja, saya tidak mau kehilangan kamu lebih jauh lagi, saya akui saya egois, tapi ini pilihan saya Za, sejak pertama menatap mu, saya membagi pandangan saya terhadap Aisyah dan kamu, saya selalu memandangi Aisyah layaknya kamu, maaf tapi ini yang sebenarnya terjadi."

Enggan meneruskan pembicaraan aku memilih pergi padahal Ares menyebut nama ku berulang kali

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!