Harmony telah kembali ke kamarnya untuk menemui Aruna.
"Bagaimana keadaanmu? kata dokter kamu masih harus memakai infus supaya menghindari dehidrasi" jelas Harmony.
"Harmony, aku tidak tau harus berterima kasih seperti apa. Kamu sangat baik padaku. Aku pikir setelah nenek meninggal aku akan sendirian. Ternyata masih ada orang baik yang menolongku" Aruna sudah menangis tersedu. Rupaya dia mendengarkan kata-kata Arsenio yang tidak perlu terlihat tegar di depan orang padahal kita sedang tidak baik-baik saja.
Harmony mendekat dan memeluk Aruna untuk berbagi rasa.
"Tidak apa-apa menangislah. Tapi jangan berlarut-larut. Hidup mu masih panjang" Harmony berucap sambil membelai punggung Aruna.
"Terima kasih Harmony" hanya itu yang bisa Aruna ucapkan.
Telah berlalu tiga hari dan selama itu juga Ardiaz tidak menghubunginya. Selama 3 hari itu pula baik itu Yuanda, Arsenio dan Baron silih berganti mengunjungi Aruna di rumah Harmony.
Aruna tidak pernah menyangka kalau mereka bisa berubah menjadi begitu peduli padanya.
Kondisi Aruna pun sekarang sudah membaik. Infus sudah dilepas dari tubuhnya walau dia belum bisa terlalu banyak bergerak karena pusing bisa tiba-tiba menyerang.
Aruna kini tengah tidur berbaring di ranjang Harmony. Dia baru saja meminum obat sehingga membuatnya mengantuk. Tidak jauh dari ranjang ada Baron dan Harmony yang tengah berbincang.
"Apa Ardiaz tidak pernah kesini?" tanya Baron yang merasa ada yang janggal.
Harmony menggeleng.
"Apa kamu tidak merasa ada yang aneh? Dari jaman sekolah Ardiaz begitu perhatian pada Aruna, kenapa sekarang tiba-tiba menghilang? Tidak mungkin kan dia tidak tau keadaan Aruna?" Baron mengeluarkan semua yang ada dikepalanya.
Harmony tidak tau harus menjawab apa.
"Andrea juga tidak ada datang?" Baron kembali bertanya dan lagi-lagi Harmony menggeleng.
"Kalau Andrea sih tidak heran karena kelihatan sekali dulu dia dekat dengan Aruna hanya karena Ardiaz" Baron kembali dengan pendapatnya.
"Pelankan suaramu" Harmony memperingati Baron. Baron hanya mencebikkan bibirnya. Tak berapa lama Wizz milik Baron berbunyi. Ada notifikasi masuk.
Baron mengambil Wizz di saku celananya kemudian matanya membola setelah membaca pesan yang masuk.
"Kenapa?" tanya Harmony yang heran melihat wajah terkejut Baron.
"Aku mendapatkan undangan pertunangan Ardiaz dan Andrea. Gila... Bagaimana bisa?" katanya tanpa bisa mengontrol suaranya.
Aruna masih memejamkan matanya. Tapi dia mendengar jelas apa yang Baron ucapkan. Sudut mata Aruna tanpa sadar sudah mengeluarkan air mata.
"Ternyata ini alasan kamu tidak pernah datang lagi" batin Aruna.
"Aku memang menyukai Diaz, tapi aku sadar diri tidak berani mengharapkan lebih dari sekedar teman. Lalu kenapa ketika kamu bertunangan kamu tidak mau berteman lagi dengan ku?" Aruna meratapi hubungannya dengan Ardiaz.
Dari awal Aruna memang sudah meyakini bahwa hubungannya dengan Ardiaz tidak mungkin lebih dari sekedar teman. Aruna masih tau diri. Tidak mungkin seorang Ardiaz bisa menyukai Aruna, perhatian yang diberikan Ardiaz menurut Aruna hanya sebatas rasa iba karena Aruna adalah anak yatim piatu miskin. Walau sudah sejak lama tau bahwa hal ini akan terjadi, entah kenapa rasanya tetap saja sakit mendengar berita bahwa Ardiaz akan bertunangan dan itupun dengan teman baiknya.
Belum selesai rasa sedihnya atas berpulangnya sang nenek, sekarang dia harus dihadapkan dengan kenyataan yaitu kehilangan sahabat baiknya.
"Kamu bohong diaz, kamu bilang akan selalu ada disamping aku."
Sudut mata Aruna terus mengeluarkan air mata walau saat ini dia masih berpura-pura tidur agar tidak ketahuan oleh Baron dan Harmony kalau dia menguping.
"Pelankan suaramu bodoh..." umpat Harmony setengah berbisik.
"Maaf, aku kaget" sesal Baron.
"Kamu tidak terkejut?" tanya Baron heran.
Harmony menggeleng.
"Tapi sudah ketebak akan bagaimana. Mengingat dari dulu Andrea memang terlihat jelas menyukai Ardiaz. Tapi Ardiaz ? Kenapa dia mau bertunangan? Ku pikir dia menyukai Aruna" ucap Baron pula.
Harmony pun menggelenh pura-pura tidak tau. Selain kasian dengan Aruna, Harmony juga sangat kasian pada Ardiaz. Dia rela bertunangan dengan Andrea demi melindungi Aruna.
"Kasian sekali kalian" batin Harmony.
"Sebaiknya aku pulang. Sampaikan salam ku untuk Aruna" kata Baron kemudian bangkit dari duduknya. Harmony mengangguk kemudian mengantar Baron sampai ke depan.
"Baron, apa kamu pikir Ardiaz menyukai Aruna?" tanya Harmony. Mereka sudah berada di teras rumah Harmony.
"Entahlah. Aku masih berpikir entah itu suka atau rasa kasihan. Atau mungkin keduanya. Tapi kalau dengan Andrea aku yakin Ardiaz tidak menyukainya" jawab Baron.
Harmony menarik nafas berkali-kali.
"Kalau saja aku memiliki Zanna , akan aku gunakan kekuatan itu untuk melindungi Aruna dari orang jahat" ucap Harmony tanpa sadar.
Baron yang memang memiliki kemampuan mencerna dengan baik langsung paham dengan kata-kata yang dilontarkan Harmony.
"Apa Andrea menggunakan keluarganya untuk mencelakai Aruna? Dan karena itu Ardiaz bertungan dengan Andrea? Gila..." Sahut Baron kesal.
Harmony terdiam, tidak tau harus menjawab apa.
"Kalau begitu aku bisa menyimpulkan kalau Ardiaz hanya kasihan pada Aruna. Kalau dia memang menyukai Aruna dia pasti tidak akan mau bertunangan dengan Andrea walau dengan ancaman akan menyakiti Aruna" ucap Baron .
Ya... Baron sudah memiliki kesimpulan. Dia sangat yakin kalau Ardiaz selama ini bukan menyukai Aruna (Menyukai lawan jenis) tapi lebih ke rasa iba dan ingin membantu karena Aruna sangat rapuh dan kesepian.
"Apapun itu alasannya tapi aku kasihan dengan Ardiaz , Baron. Dia harus bertunangan dengan orang yang dia tidak sukai" sahut Harmony.
"Dia bisa menolak kalau tidak mau. Bukan malah pasrah. Laki-laki harus berjuang bukan malah menerima keadaan begitu saja" jawaban Baron terdengar tegas dan menyalahkan Ardiaz. Padahal Ardiaz sudah begitu banyak berkorban untuk Aruna.
Harmony kembali terdiam, rasanya percuma berdebat dengan Baron.
"Kalau ada apa-apa dengan Aruna jangan sungkan hubungi aku" pesan Baron sebelum menaiki Ayglo miliknya.
Harmony pun mengangguk.
Setelah Baron menghilang Harmony menghela nafas pasrah.
"Aku tidak tau harus berpihak pada siapa" ucapnya pelan.
...
Sedangkan di dalam kamar Aruna sudah membuka matanya. Dia menangis tersedu-sedu meratapi nasibnya.
"Kenapa nasibku begitu malang? Aku ditakdirkan untuk selalu kehilangan".
Aruna memukul mukul dadanya karena merasakan sesak.
Bukan dia sedih karena Ardiaz akan bertunangan dengan Andrea tapi dia sedih karena Ardiaz bahkan tidak memberitahu nya akan hal itu.
Aruna cukup tau diri untuk menjalani cinta sepihak tanpa meminta balasan.
"Aruna... Kamu kuat..kamu bisa..." Aruna terus menyemangati dirinya sendiri.
Aruna yang merasa tenaganya sudah sedikit pulih kemudian menggunakan Zanna yang dimiliki untuk membuat aura kesedihan menghilang dari dirinya.
Aruna akan berpura-pura tidak tau bahwa Ardiaz dan Andrea akan segera bertunangan.
Bersambung...
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 82 Episodes
Comments