...Cerita bersifat fiksi atau karangan saja, jika terdapat kesamaan dalam bentuk apapun—mungkin karena ketidak sengajaan semata....
...Jangan lupa klik like, vote, dan comments diakhir cerita sebagai wujud apresiasi terhadap karya penulis....
...Terima kasih,...
...selamat membaca....
...__________________...
...P e r j a n j i an...
...__________________...
..._______...
...___...
..._...
Maki benar-benar jijik menyebutkan kata 'putri mu' langsung dari mulutnya. Dia tahu sang ayah tidak akan pernah mau mengakui sosok tersebut sebagai anak tapi Maki tidak punya banyak pilihan lain. Rendahkan egomu Maki!
Begini-begini dia masih tetap ayah mu.
"Heh!" terdengar dengusan. Maki tahu apa yang tengah lelaki bau tanah itu pikirkan. Dia pasti menganggap kalau Maki tidak tahu diri, persis seperti ibunya.
Buah jatuh tidak jauh dari pohonnya. |
"Kau ingin menjilat..." ucap dia remeh menilai kemiripan tingkah Maki dengan mantan istrinya. Selain dia, Maki juga tahu dengan baik perangai buruk sang ibu yang lelaki itu maksud. Pasti soal 'ketika butuh saja dia baru akan datang'—menjilat atau menjual pantat; haha. Maki tidak bisa menyanggah.
"Kenapa tidak kau datangi saja ibu mu?" tambah lelaki itu. Maki merotasi kedua matanya jenuh, bisa tolong singkirkan nada menyebalkan itu? Maki muak mendengarnya.
"T-tidak..." sahut Maki ragu, hal itu bertepatan dengan tawa remeh dari sang ayah. Dia tergelak mendengar sahutan sang putri, tanpa sadar telapak tangan dari pria itu terangkat lalu mengelus pelan pucuk kepala wanita itu sambil berkata—
"Kau takut dijual ibu mu ke rumah penjualan bukan?"
Degh!
Maki tersentak, apa yang baru saja dia ucapkan benar adanya. Wanita itu; sang ibu lebih ekstrim dari pada kelihatannya—hal ini membuat Maki enggan bertemu dengan wanita yang melahirkan dirinya kedunia. Lebih baik bertemu dengan lelaki ringan tangan didepannya dari pada sosok tersebut.
"Baiklah... akan ku dengar masalah mu, memangnya apa sampai-sampai kau mengemis perlindungan dari ku." tutur lelaki itu dalam keadaan suasana hati yang baik. Dia duduk ditepian ranjang sambil menyilangkan kedua tangan didada khas anak muda angkuh.
Terdengar hela napas panjang dari sela bibir Maki, dia menceritakan semua hal menurut sudut pandang miliknya. Sang ayah mengangguk, antara paham atau tidak peduli—yang penting Maki sudah menjelaskan apa yang perlu dia jelaskan pada lelaki tua bangka tersebut.
"Salah mu sendiri sampai dikejar gerombolan gangster..." komentar sang ayah, merasa sedikit bosan. Hal ini benar-benar tidak ada kaitannya dengan lelaki itu; dia jadi berpikir kalau dia memilih menolong Maki dia mungkin saja terlibat dengan sesuatu yang berbahaya. Ini bisa jadi mengancam keluarga baru lelaki itu—melihat raut muka sang ayah yang terlihat enggan membuat Maki tanpa sadar menggapai ujung baju yang dikenakan lelaki tua tersebut.
Dia tampak seperti memohon.
Sang ayah melirik, agak sinis.
"Aku tidak meminta lebih, cukup kirim aku kesuatu tempat yang jauh. Beri aku secuil modal untuk bertahan hidup, disana nanti aku akan memulai kehidupan yang baru. Ku mohon ayah..."
Lagi-lagi pertanyaan 'kenapa aku harus?' muncul dari arah mulut sang ayah. Maki terdiam, secara harfiah dia sudah dewasa—seharusnya wanita itu bisa menghidupi dirinya sendiri. Dimana wajah angkuh yang selalu berteriak; tanpa kalian aku juga bisa hidup!
Putrinya ternyata perlu tertimpa suatu masalah dulu baru mau berubah, okay—dia melihat titik pembeda antara Maki dengan mantan istri jala*ng-nya.
Tapi keraguan serta rasa enggan masih tertancap baik didalam pikiran lelaki bau tanah tersebut. Jika sembarangan membantu Maki bisa jadi hal itu dapat menimbulkan bahaya bagi keluarga barunya. Sang ayah enggan, benar-benar enggan.
Tanpa Maki sadari, kedua manik kecoklatan miliknya berkaca-kaca. Apa keputusan dia mendatangi sosok tersebut salah? Lantas, kemana lagi dia harus pergi? Kenapa rasanya hidup tidak begitu adil?
Ini karma mu. |
"A-" Maki bergumam, menarik perhatian dari sang ayah. Dia menunggu lanjutan kalimat yang ingin Maki lontarkan.
"A-anggap saja ini... sebagai permintaan terakhir saya sebagai anak anda... jika anda menolong saya, diwaktu yang akan datang saya tidak akan mengganggu kehidupan anda lagi." ucap Maki. Pandangan dia kosong, setitik air mata jatuh dari arah pelupuk mata; begitu pelan menyusuri pipi sebelum jatuh keatas permukaan selimut.
Haruskah sang ayah tersentuh?
Jawabannya tidak, hal itu membuat Maki beranjak. Kakinya turun dari ranjang—sensasi dingin menyengat permukaan telapak kaki. Dengan raut sedih, Maki bersujud tepat dihadapan kaki sang ayah.
"Saya mohon, tolong bantu saya."
Maki benar-benar ingin mengubah hidupnya. Beri dia satu kali kesempatan, bahkan Tuhan lebih maha pengampun dari pada manusia.
...***...
Wush~
Angin berembus lembut membelai pipi Maki, wanita itu menantap kosong bagian luar jendela rumah sakit. Banyak orang yang bermain di taman Maki ingin kesana tapi dia enggan. Sang perawat yang biasa menjaga Maki tidak berhadir ditempat saat ini Maki jadi tidak bisa keluar kamar sembarangan.
Di cap gila, benar-benar luar biasa. Ini ide sang ayah.
"Aku akan membantu mu, tapi! Penuhi syarat dari ku... selama 3 bulan menetaplah disalah satu rumah sakit jiwa. Publik sudah tahu kalau anak tertua ku memiliki gangguan mental meski mereka tidak pernah melihat mu, ini bisa jadi kesempatan yang bagus lalu setelah itu aku akan membuatkan satu karangan cerita soal dirimu yang tiba-tiba mati mendadak disana. Bagaimana?"
Maki mendesis, setiap kali mengingat tawaran yang pria tua bangka itu ajukan. Awalnya Maki merasa bisa saja, dia tahu kalau sosoknya tidak akan pernah diakui oleh lelaki tua itu tapi Maki tidak mengira dia sampai membuat sosok Maki dimata publik memilik semacam gangguan jiwa. Lelaki tua bangka tersebut tidak lebih baik dari William, mereka sama saja atau bisa jadi malah terinspirasi dari lelaki bermanik emerald tersebut berkat cerita Maki. Halah! Persetan.
Tidak memiliki banyak pilihan Maki hanya bisa mengiyakan hal tersebut, baru jalan 2 bulan lebih dia terperangkap didalam kamar rumah sakit jiwa yang sedikit terbilang mewah dari pada kamar lainnya; Maki sudah merasa jenuh.
Beberapa waktu terakhir ini dia juga berkeinginan sesuatu seperti memakan buah-buahan tropis. Pasti segar dilidah. Hah~ tapi karena perawat yang bertanggung jawab terhadap sosok Maki jarang sekali muncul hal itu membuat Maki kesusahan.
Padahal dia tahu kalau Maki tidak benar-benar mengalami gangguan jiwa. Setidaknya beri wanita itu akses keluar lebih leluasa.
"Hah~"
Aku benar-benar ingin makan yang asam-asam! Bermain diluar lalu berguling-guling diatas rerumputan! jerit dewi batin Maki tak habis pikir.
Omong-omong, di lima detik setelahnya Maki merasakan perasaan janggal. Alis wanita itu terangkat, pikirannya fokus menjelajah isi dalam otak yang ia miliki.
Apa yang kau pikirkan Maki? |
"Kapan terakhir kali aku datang bulan?"
Tunggu?
Tidak?
Tidak mungkin 'kan?
TIDAK BUKAN!
Sampai ruat muka wanita itu berubah pucat.
Sial! Mampus aku.
...***...
...T b c...
...Jangan lupa like, vote, dan comments...
...Terima kasih...
...Ketemu lagi nanti...
...Bye...
...:3...
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 70 Episodes
Comments
usi susi
semangat author
2022-11-17
1