Rumah-rumahan

...Cerita bersifat fiksi atau karangan saja, jika terdapat kesamaan dalam bentuk apapun—mungkin karena ketidak sengajaan semata....

...Jangan lupa klik like, vote, dan comments diakhir cerita sebagai wujud apresiasi terhadap karya penulis....

...Terima kasih,...

...selamat membaca....

..._______________________...

...R u m a h - r u m a h a n...

..._______________________...

..._____________...

..._______...

..._...

"Sayang? Apa mimpi mu?"

"Bisakah aku memiliki keluarga ku sendiri?"

.

.

.

.

.

Maki selalu berhasil membuat William terkejut; padahal baru mengenalnya beberapa jam yang lalu—saat dengan wajah panik wanita itu malah berlari di lorong panjang menuju tangga darurat. Seakan mati rasa; dia lari tunggang langgang macam dikejar setan.

Hahaha, itu lucu. |

Bahkan William tidak benar-benar berniat mengejar wanita itu dia hanya ingin menakuti-nakuti sebelum menangkap sosok Maki lalu mengurungnya di kamar apartemen. Itu saja. Entah karena terlalu paranoid, wanita itu justru terlilit kakinya sendiri lalu terjungkal kedepan dengan posisi menyakitkan sebelum jatuh pingsan.

Bugh!

"Kenapa kau begitu panik? Padahal aku tidak bilang ingin melukai mu." gumamnya heran.

William berjongkok, dia membopong tubuh tak sadarkan diri milik Maki sebelum menelepon ambulance. Ada pendarahan lebar diarea kepala bekas benturan keras anak tangga.

Setelah membawa Maki ke rumah sakit terdekat untuk mendapat pertolongan pertama, William jadi terpikirkan sesuatu. Dia menopang dagu dengan pandangan kosong menatap kearah sosok tak sadarkan diri Maki diatas ranjang rumah sakit.

Dipikir-pikir, permainan rumah-rumahan agaknya menarik.

"Hm?" Alis William terangkat. Ide gila muncul dalam benak miliknya

Lelaki itu tiba-tiba menyeringai, sebuah keputusan telah ia buat. Sembari menyapu pelan pipi Maki William berbisik—

"Kau yang akan jadi istrinya."

...***...

Ini hanya sebuah permainan psychological semata, hasrat memiliki William memucah. Dia mulai melakukan tindakkan diluar nalar, mendaftarkan nama dirinya beserta Maki dalam status pernikahan di kantor pemerintahan. Luar biasa. Bahkan William menambahkan secuil bumbu kalau Maki mengalami sedikit gangguan mental jadi ketika si manis ini bicara orang-orang akan cenderung tidak mempercayai penuturannya.

Hebat bukan?

William juga menyuap dokter dan beberapa perawat yang menangani sosok Maki, agar mereka memberikan obat penenang pada tubuh wanita itu yang tengah tidak sadarkan diri. Proses penyembuhan dirinya akan jadi semakin lambat karena beberapa kerja organ dalam tubuh mengalami kelumpuhan sementara. Lalu di minggu ke 3 barulah si manis ini siuman, karena beberapa catatan bohong yang sudah William tanamkan; wanita itu jadi kesulitan mencari bantuan setelah sadar—karena semua orang akan menganggap Maki hanya berbicara omong kosong.

Wanita aneh.

Kepala dia terbentur, mungkin saja dia mengkhayal.

Seperti itu. |

Maki pasti dianggap gila. Ditambah tindakan yang wanita itu lakukan setelahnya. William tidak mengira kalau Maki akan benar-benar bertindak diluar batas bahkan menghantam kepalanya dengan tongkat penyangga infus.

Sial.

Sampai merobek pelipis William. Gurat kesal muncul sebentar digantikan dengan wajah penuh sandiwara. Sejujurnya William hanya iseng, dia hanya ingin menggoda sosok Maki karena berhasil membuat dirinya terpesona sampai-sampai degup jantung yang selalu bergerak konstan itu berubah cepat.

William merenung. Kata-kata mama kadang merasuki isi dalam pikirannya, mama bilang tidak ada wanita yang pantas untuk di puja. Wanita hanyalah alat yang sengaja diciptakan untuk pria—tak pernah terpikirkan sekalipun kalau William akan kembali memikirkan ulang soal ungkapan tersebut.

Memang, wanita adalah makhluk lemah yang mudah sekali untuk ditindas. Mereka bahkan bersikap berani seperti menggoda seseorang demi memenuhi hasrat semu mereka soal kekayaan. Tapi, bolehkah William bilang kalau Maki berbeda?

Saat tahu siapa sosok William yang sebenarnya, hanya satu hal terlintas dalam benak wanita itu. Dia dengan penuh rasa egois lebih memilih untuk memikirkan bagaimana cara agar bisa selamat dari cengkeraman William, bahkan ketika William tak pernah berpikir untuk menyakitinya.

Dia dengan ide gilanya membuka rute pelarian. Jika tidak bisa melewati pintu balkon luarpun jadi. Bertumpu diatas pagar pembatas lalu melompat, 'HAP!' tidak memikirkan kalau bisa saja dia tergelincir lalu jatuh dan berakhir menjadi potongan daging dengan darah membentuk bunga diatas tanah.

Hah~

Semakin dipikirkan semakin William terpikat. Sepertinya dia cocok duduk bersanding dengan ku, begitu batinnya senang. William pikir, semenjak dilahirkan hingga mati nanti—lelaki itu tidak akan bisa sekadar mengkhayal kalau dia pantas membangun sebuah keluarga. Karena ketidak cocokan dunia dengan kehidupannya.

Tapi saat melihat Maki, William jadi berharap.

"Mungkin saja aku pantas..."

Meski hanya dalam sebuah permainan.

Mama juga pasti akan senang kalau keluarga mereka bertambah, oh ya—omong-omong soal lain. William dengar kalau wanita terakhir yang dia kirim kerumah penjualan sudah mati, agaknya wanita dungu itu menyinggung salah satu pelanggan lalu membuat dirinya terbunuh sia-sia.

Ingatkan William untuk mencari pengganti, sebelum kabar ini terdengar oleh telinga mama. Sosok itu pasti akan memanggil William lalu memarahinya habis-habisan dengan kepalan tinju.

Huh~

Pasti merepotkan, apa lagi kalau saudara-saudaranya tahu. Anak yang paling dibanggakan membuat kesalahan fatal pada keuangan meraka, tidak lucu.

Lantas William meninggalkan Maki bersama dokter serta beberapa perawat yang sudah tanpa sadar menjadi bagian dari anteknya untuk menjaga si manis itu. William harap tidak ada hal aneh yang wanita itu lakukan saat dia memilih untuk tidak memunculkan batang hidunya beberapa hari saja; ya meski diluar dugaan lelaki bermanik emerald itu malah disambut dengan sikap patuh. Aneh. Dia hanya diam seperti seorang pasien lalu meminum obat sesuai jadwal.

Sedikit jadi membosankan tapi tak apa. William yang kaku jadi bisa meliarkan fantasinya soal memiliki keluarga sendiri dengan seorang wanita tangguh.

Pasti mereka akan jadi keluarga kecil yang bahagia.

Hehe!

Ah! Gawat?! Ditengah lamunan William teringat sesuatu. Malam ini dia harus hadir keacara makan malam keluarga. Mama pasti menunggu. William melempar sembarangan sarung tangan berbahan sintesis yang penuh dengan bercak darah kedalam tong sampah.

"Huh!" Terdengar hela napas lelah, dia menyeka surai-surai rambut dengan jemari tangan. William berdecih kesal saat merasakan telepon genggam miliknya terus bergetar disaku celana.

"Tanpa kau ingatkan aku juga tahu!" Dengus William bersamaan dengan nada sambung telepon yang terhubung. Lelaki bermanik emerald itu memilih untuk mengangkat panggilan dari saudara tirinya.

"Santailah kawan~" kekeh cecunguk diseberang sana.

William merotasi kedua bola matanya. Dia melangkah lalu duduk disalah satu kursi, beberapa anak buah membereskan kekacauan yang William lakukan.

"Aku menghubungi tidak hanya untuk mengingatkan sosok pelupa mu, tapi aku perlu tumpangan." Ucapnya.

Sebelah alis William terangkat. Dia bingung, jarang sekali si badut menyebalkan dengan jiwa gila ini meminta tolong.

"Ada apa dengan mobil mu? Ah bukan! Kemana semua anak buah mu?" Ralat William. Seseorang baru saja memberikan cerutu, William mengambilnya lalu menyuruh orang yang memberikan cerutu untuk memantik ujung benda tersebut dengan korek api.

Tik!

Sisi yang tersulut api perlahan memunculkan bara, kepulan asap putih hadir diantaranya. William meminta orang tersebut untuk menjauh.

"Hehe..." terdengar kekehan ringan diseberang sana. Lohan tertawa, duduk diatas bumper mobil yang sudah rusak. Beberapa orang tergeletak tak bernyawa disekeliling mobil tersebut.

"Aku tidak sengaja membunuh mereka semua." ucapnya seringan kapas.

.

.

.

.

.

"Tidak bisakah kau menahan amarah mu?" tutur William. Pantulan cahaya terlihat dimanik matanya, beberapa saudara tiri sudah berkumpul dilantai bawah—menunggu kehadiran sang mama diperjamuan makan malam. Beda cerita dengan 2 anak nakal ini yang memilih menunggu dilantai atas disebuah pub.

Lohan mengangkat bahu cuek. Dia tidak peduli, salah mereka menyinggung hati kecil Lohan yang sangat sensitif ini. Beruntung hanya merasakan leher terpenggal, itu bentuk kemurahan hati Lohan karena tidak menjadikan mereka makanan anjing.

Dasar keras kepala.

Saudara tirinya benar-benar batu. Terserah saja, batin William jenuh. Dia lebih memilih menantap kemerlap lampu-lampu ruangan. Berapa hari yah? Pikir William melayang.

Tiga?

Tiga hari sudah William meninggalkan Maki tapi rasanya sudah cukup lama. Apa ini yang orang-orang sebut sebagai rindu?

Bisa jadi.

"Aku dengar terjadi kekacauan ditempat mu William..." Lelaki dengan manik emerald itu menoleh, dia tersenyum remeh sembari tertawa kearah saudara tirinya.

"Aku menemukan sesuatu yang menarik," sahutnya. Kemerlap lampu malam memantul dimanik mata lelaki tersebut.

"Yang mungkin saja setara dan bisa duduk berdampingan dengan ku."

Apa maksudnya? Lohan penasaran tapi saudara tirinya ini tampak enggan untuk menjelaskan. Sampai getar telepon genggam memecah lamunan.

Drtt! Drtt!

Lohan melirik William meraba saku celana untuk mengambil benda tersebut. Nama dokter yang merawat Maki tertera dilayar telepon, tanpa pikir panjang lelaki itu mengangkat panggilan masuk tersebut.

Kabar apa yang akan dia dapatkan kali ini?

"Halo selamat malam tuan William..."

Lelaki itu tersenyum, sosok disampingnya bergedik ngeri ketika melihat wajah William. Ini benar-benar gila, mama harus tahu. Bisa-bisanya William tersenyum ramah.

"Malam dokter... apa terjadi sesuatu dengan istri saya?"

Hah? Kapan cecunguk ini menikah?

William menerka kalau bisa saja Maki membuat keributan gila. Itu hanya akan menambah status tak waras untuk wanita itu. Tapi apa yang William dengar cukup mengejutkan.

"Istri anda melarikan diri."

Hm?

Kau bercanda bukan?

Urat leher William muncul, tanda dia sedang menahan amarah.

Baru saja dia menemukan mainan baru. Tidak mungkin dia harus kehilangannya.

"Dia menyerang salah satu perawat ketika ingin diberi obat penenang."

"Dengan apa?" desis William.

"Selimut, istri anda mencekik perawat dengan selimut."

Eh?

HA-HAHAHAH!

"Baiklah, terima kasih sudah memberitahukan ini pada saya dok... saya akan langsung kesana." ucap William cepat lalu menutup sambungan telepon secara sepihak.

Bip!

Rona merah muncul dikedua pipi milik William, napasnya terdengar berat. Sial! Seperti tengah terangsang, lelaki itu merasa senang. Maki ternyata bertindak gila lebih dari dugaan.

"Beritahu mamah, aku tidak bisa menghadiri makan malam kali ini." ucap William, bangkit dari duduk lalu mengambil jaketnya. Sang teman sekaligus saudara dirinya menoleh sambil bertanya.

"Mau kemana kau?"

William tersenyum lebar, senang entah pada apa. Celah bibirnya terbuka; terdengar untaian kata dari sana.

"Menjemput istri yang nakal karena berani kabur-kaburan?" sahutnya bernada tanya. Lohan merotasi mata, terserahlah.

Aku tidak mengerti. |

"Nanti ku beri tahu mamah, pergi sana kau!" usirnya kesal pada William yang sedari tadi tidak nyambung dalam percakapan.

William berbalik, kakinya melangkah pergi. Gema berat terdengar memenuhi setiap celah kesunyian. Dia bergumam—

"Tunggu aku istri kecil ku..."

...***...

...T b c...

...Jangan lupa like, vote, dan comments...

...Terima kasih...

...Ketemu lagi nanti...

...Bye...

...:3...

Terpopuler

Comments

usi susi

usi susi

semangat author 🥰

2022-11-10

1

lihat semua

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!