Part 18

Setelah acara pernikahan di gelar dengan mewah di hotel bintang lima, Firda kembali tinggal bersama Dandi di rumah mewahnya.  Kini sikap Firda berubah menjadi sosok yang lebih pendiam, ia mengabiskan waktu saat berada di dalam kamar dan hanya akan keluar waktu makan saja.

Begitu dengan Dandi pun ia sering kali berusaha menghindar dengan sikap acuh dan tak peduli pada Dandi. Dandi yang menyadari hal itu hanya bisa pasrah saja, ia harus tetap bersabar menghadapi Firda saat ini.  Ia yakin suatu saat nanti ingatan wanitanya itu pasti kembali seperti dulu.

"Sayang waktunya sarapan, aku sudah masak makanan kesukaanmu," ucap Dandi pada Firda yang masih tak beranjak dari tempat tidur.

Firda yang mendengar perkataan Dandi itu ia segera turun dan pergi menuju ke meja makan tanpa menoleh maupun membalas perkataan Dandi.

Saat ini Dandi dan Firda sedang sarapan pagi, di meja makan hanya terdengar dentingan sendok makan yang terdengar nyaring disana.

"Aku sudah selesai, aku berangkat kerja dulu ya. Kamu baik-baik dirumah, aku akan usahakan pulang cepat nanti," ucap Dandi dengan lembut kemudian mencium kening Firda dan segera pergi bekerja.

Firda yang menatap kepergiaan Dandi dari hadapannya, ada rasa bersalah di benak hatinya karena bersikap cuek saja.

“Apa aku sudah keterlaluan bersikap padamu, Dandi? Tidak, dia yang sudah sangat keterlaluan padaku.  Sampai kapanpun aku tidak akan pernah memaafkannya,” ucap Firda dalam hati sambil merapikan meja makan.  Setelah itu ia kembali ke waktu santai kapan pun saja.

Di dalam ruang kerja CEO Perusahaan Richard

"Apa jadwalku hari ini Jino?" tanya Dandi pada tangan kanannya.

"Nanti jam 10 pagi ada jadwal rapat dengan perusahaan Carilen, jam 1 siang kita akan berkunjung ke cabang kita yang ada di kota B. Selain itu ada juga beberapa berkas yang perlu tuan tanda tangani." jelas Jino panjang lebar di hadapan Dandi.

"Baiklah nanti kamu ikut denganku, untuk berkasnya minta sekertaris untuk mengeceknya terlebih dahulu, baru berikan kepada aku nanti." sahut Dandi.

"Siap pak. Maaf saya lancang, bapak kan baru menikah, mengapa buru-buru masuk kerja?  Bukannya bulan madu atau jalan-jalan ke luar negeri dulu?" tanya Jino merasa penasaran.

"Hah... Dia selalu mengacuhkanku , mengurung dirinya di dalam kamar, bahkan tak mau berbicara denganku." curhat Dandi dengan raut wajah sedih.

"Saya sebagai sahabatmu merasa turut prihatin, tapi semua ini juga salahmu karena selalu  menginginkan apapun untuk memilikinya . Namun bagaimana hasilnya nanti akan aku doakan yang terbaik buat kalian," ucap Jino sambil menepuk pundak Dandi untuk memberi semangat.

"Iya terima kasih. Aku akan berusaha keras untuk membuat dia jatuh cinta lagi padaku." sahut Dandi mantap.

"Baguslah, semangat kamu pasti bisa. Kalau begitu aku pergi dulu lanjutin pekerjaanmu.” pamit Jino undur diri dari hadapan Dandi.

"Hem..." tak terasa waktu sudah berlalu, Dandi menyelesaikan pekerjaan agar bisa cepat pulang.  Baru saja dirinya berpisah setengah hari namun ia merasa sangat merindukan istrinya, ia ingin segera bertemu dan memeluk wanitanya.

Sesampainya di rumah, Dandi segera membersihkan dirinya dan bersiap untuk mengajak Firda untuk makan malam.  Dilihatnya wanita itu masih meringkuk di balik selimut seperti tak menyadari kepulangannya dari kantor.  Dengan langkah kaki hati-hati, ia berbaring di samping Firda lalu memeluknya dan mengecup lembut keningnya.

"Sayang sudah malam, ayo turun kita makan malam bersama." ajak Dandi sambil mengusap kepala Firda dengan penuh kasih sayang. Tanpa menjawab ajakan suaminya, Firda memilih turun dari tempat tidur dan pergi menuju ke meja makan.  Masih seperti biasa suasana terasa hening, tidak ada perbincangan sedikit pun disana.  Setelah menyelesaikan makan malamnya, Firda langsung kembali berjalan menuju kamarnya tanpa menunggu Dandi yang sedang menikmati makan malamnya.

Dandi yang melihat Firda berjalan dengan tatapan lurus ke arah depan dan tidak memperdulikan keberadaan Dandi membuat dirinya merasa sakit hati.

“Sebenci itukah kamu sayang padaku? Jujur saja, aku sangat tersiksa dengan kebungkammu.  Aku merasa sakit.” gumam Dandi setelah kepergian istrinya. la merasa tak sanggup melihat istrinya seperti ini, tetapi akan lebih baik jika ia harus berdebat dengan Firda seperti dulu daripada hanya diam dan mengabaikan dirinya. la hanya berharap istrinya di suatu saat akan mengingat kembali masa lalunya karena ia yakin setelah mengingat Firda kembali, wanita itu pasti akan sangat bahagia menikah dengannya sekarang.

Di pagi hari ini Rico tiba-tiba pulang menuju ke kota asalnya, ia berencana mencari keberadaan Fika untuk menyelesaikan masalah mereka. Dengan alamat perusahaan, ia mendatangi sebuah gedung yang diyakininya adalah tempat dimana Fika bekerja.

"Selamat pagi, bisakah saya bertemu dengan Fika?” tanya Dandi pada resepsionis kantor yang bekerja di perusahaan Fika.

"Maaf, apakah bapak sudah membuat janji?" ucap wanita itu dengan sopan.

"Belum, tolong sampaikan saja saya Rico ingin bertemu dengannya." sahut Rico.

"Baiklah, silahakan di tunggu sebentar lagi." Resepsionis tersebut mencoba menghubungi seseorang dengan telponnya, setelah beberapa saat kemudian ia memanggil Rico dan memintanya naik ke lantai paling atas gedung itu dan menunggu di depan ruang sutradara.  Karena terlihat asing, beberapa karyawan disana merasa penasaran siapa pria tampan yang sedang menunggu sutradaranya itu.  Tak sedikit juga dari mereka menatap ke arah Rico dengan kagum, bahkan sempat mencari perhatian dari Rico.

"Maaf ada apa kakak menemuiku?" tanya Fika yang baru keluar dari ruangannya.

"Bisa aku masuk dulu? Kita berbicara di dalam saja." jawab Rico.

Mereka berdua pun masuk ke dalam ruangan Fika. Fika yang duduk tegap di kursi kebesarannya. Sedangkan Rico duduk di sofa tak jauh dari situ.

"Baiklah apa yang mau kakak bicarakan?” tanya Fika to the point.

"Aku ingin meminta maaf atas kejadian tempo hari, aku sangat menyesal dan tolong maafkan aku. Aku tahu tak mudah bagimu untuk memaafkanku, tapi niatku kemari selain ingin meminta maaf, aku juga ingin melamarmu sebagai istriku. Jadi, aku mohon izinkan aku untuk belajar mencintaimu." jelas Rico dengan tatapan mata melekat ke arah Fika.

“Terima kasih kakak sudah datang kemari dan mau bertanggung jawab. Tapi maaf aku tidak bisa menerima kakak. Aku tahu saat itu kakak menganggapku sebagai Firda. Hatimu hanya untuk dia, jadi tidak mungkin bagi kita untuk menikah tanpa ada perasaan cinta. Kita menikah hanya karena kejadian itu, anggap saja kejadiaan itu tidak pernah terjadi,” ucap Fika menatap ke arah Rico dengan tatapan sendu.

Rasanya pertemuan itu cukup singkat, Fika dengan sengaja mencoba menjauh dari Rico.  Hatinya terasa sangat sakit jika melihat pria itu dan akan membuat kejadian memilukan yang terjadi dalam malam hari itu.

Rico pun hanya bisa pasrah, ia tak mungkin akan memaksa Fika untuk menerima dirinya. la tahu semua karena kesalahannya.  Mungkin setelah ini ia harus pergi ke tempat yang sangat jauh, baik dari Rico maupun dari Firda.  Ia akan berusaha melupakan semuanya dan memulai hidupnya dari awal hanya dengan mamanya.

“Apa aku salah?  Aku ingin sekali menerimamu, tapi aku juga takut jika tahu hatimu tidak akan pernah terbuka untukku. Semoga kamu akan selalu bahagia.” kata Fika dalam hati dengan raut wajah sedihnya setelah kepergian Rico dari ruangannya.  Caranya ia harus bisa melupakan pria itu.  Jika memang nanti mereka berjodoh, ia yakin Tuhan pasti akan mempertemukan mereka kembali.

Sepulang dari kantor Fika, Rico mencoba menemui Firda untuk mengucapkan selamat tinggal kepada rasa cintanya.  Dengan rasa susah payah ia mencari alamat Dandi dan akhirnya berhasil menemukannya.

"Maaf tuan cari siapa?" tanya si penjaga gerbang pada Rico yang dari tadi bolak-balik di depan gerbang.

"Saya mau ketemu sama Firda, apa benar Firda tinggal disini?" ucap Rico sambil menunjukkan foto Firda.

"Tuan siapanya ? Saya tidak bisa membiarkan sembarang orang masuk ke dalam rumah," ucap satpam itu lagi.

"Bilang saja saya Rico ingin bertemu dengan Firda." sahut Rico.

"Baiklah tunggu sebentar lagi." setelah beberapa saat akhirnya Rico bisa bertemu untuk masuk dan diminta menunggu di ruang tamu.

"Kakak..." ucap Firda berlari dan langsung memeluk tubuh Rico dengan erat.

"Aku merindukanmu Firda." sahut Rico yang langsung menerima pelukan itu.

"Maafkan aku, kak, aku menghianatimu. Aku salah, maafkan aku." Firda menangis terisak dipelukan Rico, ia menumpahkan segala beban dan rasa sakit yang ia rasakan selama ini.

"Sudah jangan menangis, mungkin kita tidak berjodoh. Kakak harap kamu selalu bahagia disini,jangan sedih lagi ya," ucap Rico dengan lembut dengan menghapus air mata Firda di wajah cantiknya.

"Kakak kok bisa tahu aku tinggal disini?” tanya Firda merasa heran pada Rico.

"Tidak penting kakak tahu dari mana kamu tinggal disini. Yang jelas niat kakak disini kakak mau pamit sama kamu, kakak akan pergi ke singapura besok. Kakak mau memulai hidup baru disana selama bekerja." jelas Rico dengan tatapan sendunya di hadapan Firda.

"Kenapa ? kakak enggan bertemu denganku lagi ? kakak membenciku?" tanya Firda merasa khawatir.

" Tidak mungkin, kakak tidak bisa membencimu, kakak sangat menyayangimu. Kamu jaga diri baik-baik, jangan lupa makan, kakak yakin dia bisa membahagiakanmu lebih dari kakak. Kakak pamit ya.” pamit Rico.

"Kak..." Firda langsung memeluk Rico dengan menangis di dalam pelukannya.

"Jangan menangis, kamu terlihat jelek kalau menangis." goda Rico mencoba menghibur Firda agar berhenti menangis.

“Baiklah, tapi janji ya jangan pernah melupakan aku. Sering-seringlah datang kemari, jangan lupa makan juga kalau kakak sangat sibuk," ucap Firda yang masih terisak.

"Iya tenang saja, kakak pamit dulu ya. Salam buat suamimu. Kakak pergi dulu." akhirnya dengan berat hati, Rico harus pergi jauh dari orang-orang yang ia sayangi. Ia berharap dengan kepergiannya semua akan kembali seperti semula.  Rico akan tersenyum pada jalan yang indah untuk dirinya juga mereka yang ia cintai.

Sudah satu bulan sejak Firda dan Dandi menikah, kondisi mereka pun tetap sama.  Firda masih bersikap acuh dan tak peduli pada suaminya.  Malam ini Dandi pulang terlambat karena banyak pekerjaan menumpuk di kantornya.  Dilihatnya makanan di meja makan yang masih utuh belum disentuh apapun, sore tadi meminta pegawainya untuk mengirimkan firda makanan karena tahu dirinya tak bisa pulang cepat.  Dengan segera ia berjalan menuju kamar untuk membersihkan diri dan memeriksa istrinya.  Dilihatnya Firda sedang menikmati tidurnya dibalik selimut, sebenarnya ia tak tega membangunkan, namun ia juga merasa khawatir karena istrinya belum makan apapun.

"Sayang bangun, kamu belum makan kan ? Ayo makan dulu, setelah itu kamu bisa tidur kembali," ucap Dandi dengan lembut saat membangunkan istrinya.

Firda merasa tidak mau dibangun, malahan ia memeluk erat guling di sampingnya.

“Hm… Baiklah, tapi besok kamu harus sarapan ya, selamat tidur istriku." Dandi mencium kening Firda kemudian ikut tidur di sampingnya.

Pagi hari ini Dandi terbangun lebih pagi karena istrinya muntah-muntah di dalam kamar mandi. la merasa khawatir dan segera menyusulnya menuju ke kamar mandi.

"Sayang, kamu kenapa ?  Kita ke rumah sakit ya, atau mau aku panggilkan dokter," ucap Dandi merasa khawatir dibalik pintu kamar mandi.

Beberapa saat kemudian, Firda berjalan keluar tanpa menjawab pertanyaan Dandi. Raut wajahnya terlihat pucat dan tidak bertenaga. Dandi dengan sigap segera memapah istrinya kembali ke tempat tidur karena ia merasa khawatir dan segera menghubungi dokter pribadinya datang ke rumahnya.

Setengah jam kemudian, dokter itu pun datang dan langsung memeriksa kondisi istrinya yang terbaring di atas kasur.

"Bagaimana keadaan istriku sakit apa?" tanya Dandi segera menanyakan kondisi Firda pada dokter yang telah selesai memeriksa istrinya.

"Tidak ada apa-apa dan selamat istrimu hamil pak." jawab dokter itu dengan tersenyum menuju ke arah Dandi.

Dandi yang mendengar perkataan dokter itu membuat kedua matanya berbinar senang.

"Benarkah? Aku akan menjadi seorang ayah?" ucap Dandi dengan antusias karena bahagia mendapatkan kabar baik.

"Iya, jaga istrimu baik-baik, Pak Dandi. Jangan biarkan dia merasa kelelahan dan perhatikan pola makannya. Aku juga sudah memberinya vitamin. Kalau begitu aku pergi dulu ya, sekali lagi selamat untuk kalian." jawab dokter itu lalu meninggalkan kamar Dandi.

Dandi sangat senang mendengar kabar baik itu, ia segera menghampiri Firda dan memeluk tubuhnya. Sedangkan Firda hanya diam saja, seperti tak ada kebahagiaan sedikit pun mendengar ia akan menjadi seorang mama.

"Terima kasih sudah mau mencintai anakku. Aku janji akan selalu menjaga kalian. Aku mencintai kalian berdua,​​" ucap Dandi yang masih memeluk tubuh Firda dengan erat.

Firda tetap diam, tak membalas pelukan itu juga tak bicara apapun.

"Baiklah aku akan membuat sarapan dulu untuk kita, kamu disini saja biar aku bawa sarapannya nanti." melihat Dandi yang telah pergi dari hadapannya, firda terlihat termenung mengingat bagaimana nasib anaknya kelak.  Ia sama sekali tak mencintai ayah bayi ini.  Entah ia harus merasa bahagia atau sedih karena dengan adanya anak ini maka ia akan benar-benar hidupnya terikat dengan Dandi.

“Maafkan mama, nak , mama belum bisa menerima ayahmu. Tapi mama janji, mama akan selalu berada disisimu dan menemanimu.” lirih Firda dengan mengelus perut ratanya dengan kasih sayang.

Hari-hari biasa, mereka tetap sama seperti biasanya.  Hanya saja kali ini Dandi benar-benar memanjakan Firda. Ia juga menyewa asisten rumah tangga untuk menjaga istrinya selama ia bekerja.  Pagi ini Firda bangun terlalu pagi, ia keluar dari kamarnya dan tidak seperti biasanya, ia ingin sekali berjalan-jalan di luar rumah menikmati semilir angin di pagi hari.

Setelah dirasa cukup Firda berjalan kembali masuk ke dalam rumah, dengan perutnya terasa lapar, ia ingin sekali makan burger dan spagetti yang sebelumnya tidak disukainya.

"Bi, bisa belikan aku burger dan spagetti, aku ingin sekali memakan makanan itu," ucap Firda pada pembantunya yang sedang memasak di dapur.

"Masih terlalu pagi nyonya, ada lebih baik jika nyonya makan nasi saja." jawab bibi sopan.

"Ayolah bi, anakku menginginkan makanan itu." rengek Firda sambil mengusap-usap perutnya yang membuncit.

"Baiklah, nyonya tunggu sebentar lagi biar saya belikan makanannya," ucap bibi merasa pasrah.

"Yeay… Terima kasih bibi memang yang terbaik." sahut Firda merasa senang.

Tanpa disadari ternyata Dandi memandangi Firda dari jauh. Ia terbangun karena tidak melihat Firda disampingnya.  Sejenak ia merasa bahagia bisa melihat senyuman manis Firda yang pernah menjadi harapannya selama ini.

Selama ini, Dandi hanya melihat Firda selalu diam dan murung , tak pernah sekalipun tersenyum bahkan tertawa.

“Aku sangat merindukan senyuman itu sayang. Tak bisakah kamu melakukannya di depanku setiap hari ?  Aku sangat merindukannya.” gumam Dandi yang masih menatap istrinya dari jarak jauh.

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!