Seminggu berlalu semenjak kejadian di mall itu
Haris disibukkan dengan pekerjaan kantor hingga ia sering lembur dan jarang pulang. Jangankan untuk bersantai dengan Jihan, makan saja sering terlambat.
Di sela-sela kesibukannya, tiba-tiba teringat dengan Ainaya yang tak pernah menghubunginya.
Berkali-kali Haris memeriksa layar ponsel. Berharap ada pesan atau panggilan dari istri keduanya itu. Namun nihil, nyatanya wanita itu tak memberikan kabar sama sekali.
"Ada apa dengan Ainaya?" tanya Haris pada diri sendiri. Menyandarkan punggungnya di kursi kebesarannya. Menerka-nerka apa yang terjadi pada wanita itu.
"Ini mungkin cuma perasaanku saja, kalau terjadi sesuatu padanya pasti dia sudah menghubungiku."
Haris melanjutkan pekerjaannya, menandatangani beberapa file sebelum keluar makan siang.
Suara notif dari ponsel menghentikan aktivitas Haris. Ia tersenyum sembari meraih benda pipihnya.
Namun, seketika wajahnya berubah saat membaca pesan dari Jihan.
"Makan malam di mana, Mas?" tanya Jihan dengan pesan teks.
"Di luar, kebetulan aku ada acara sebentar," jawab Haris asal.
"O, gak papa. Aku juga mau bertemu sama teman," balas Jihan lagi.
Haris meletakkan ponselnya tanpa membalas pesan terakhir dari sang istri. Melihat jam yang melingkar di tangannya.
Tanpa disadari ternyata sudah jam makan siang. Ia menyambar jas lalu keluar menghampiri Andik yang nampak sibuk dengan layar laptop.
"Aku akan sedikit terlambat. Kalau ada tamu suruh dia menunggu," pesan Haris sembari merapikan jasnya.
''Baik, Tuan.'' Andik membungkuk ramah mengantarkan Haris hingga di mobil.
''Kalau Jihan yang datang, bilang saja aku bertemu klien,'' ucapnya lagi dari dalam mobil.
Andik menjawab dengan anggukan tanpa suara. Menatap mobil Haris yang mulai melaju meninggalkan kantor.
Kira-kira jam segini Ainaya ngapain ya?
Haris mengetuk-ngetukkan jarinya disetir. Ia sudah tak sabar ingin segera bertemu dengan wanita itu dan memastikan bahwa tidak ada apa-apa.
Sudah lama aku gak belanjain dia.
Haris mampir di sebuah supermarket terdekat. Ia masuk ke dalam dan belanja kebutuhan sehari-hari. Mengingat-ingat camilan yang ada di rumah dan juga bahan makanan yang sering dibeli wanita tersebut.
''Kamu ada-ada aja sih.'' Suara tawa terdengar dari balik rak membuat Haris menoleh.
Kedua matanya membulat sempurna melihat wanita yang berdiri tak jauh darinya.
''Ainaya, ngapain dia di sini?'' Hatis meletakkan minuman kaleng di tempatnya lalu menghampiri sang istri yang nampak bercanda dengan seorang wanita.
''Kamu di sini, Nay?'' tanya Haris menyapa ramah.
Senyum Ainaya redup seketika. Ia membuang muka. Malas jika harus berhadapan dengan Haris. Terlebih, jika mengingat waktu itu membuatnya sakit hati.
''Bukan urusan kamu.'' Menarik tangan sahabatnya menuju tempat lain.
Haris mengepalkan tangannya. Menahan emosi yang mulai meluap. Sikap Ainaya sungguh membuatnya marah.
''Suami kamu, Nay?'' tanya wanita yang dari tadi bersama Ainaya. Melirik Haris yang masih mematung di tempat.
Ainaya menghela nafas panjang. ''Bukan, dia salah orang.''
Haris membalikkan badan dan tersenyum sinis. Mengembalikan semua barang yang dibeli lalu keluar.
Namun, langkahnya berhenti saat melihat Ainaya di kasir. Terlihat jelas wanita itu menghitung uang dari dalam dompetnya.
Mau sampai kapan kamu bertahan tanpa uang dariku.
Haris masuk ke mobil. Matanya tak teralihkan dari Ainaya yang keluar dari supermakket.
''Aku pulang dulu ya,'' pamit Ainaya pada kedua sahabatnya. Ia menaiki motor matic tanpa menoleh ke arah Haris. Seakan tak mengenal pria itu dan memilih diam.
Haris mengikuti motor Ainaya dari belakang.
Meskipun aku bukan istri yang kamu cintai, tapi tidak sepatutnya kamu melakukan itu padaku, Mas. Kamu sudah keterlaluan.
Ainaya melihat mobil Haris dari pantulan spion motornya. Ia tak mempedulikan pria itu lagi. Baginya saat ini yang terpenting adalah bayi yang ada di kandungannya.
Ainaya menghentikan motornya dan bergegas masuk. Ia ke kamar mandi setelah itu ganti baju.
Haris pun masuk ke rumah dan duduk di ruang tamu. Menatap Ainaya yang berlalu lalang tanpa menyapanya.
Ada apa sih dengannya, tidak biasanya dia seperti ini?
Haris memejamkan matanya. Menunggu sapaan dari Ainaya yang nampak membisu.
Ainaya malah duduk di tepi ranjang, matanya menatap kosong. Tidak ada masa depan yang cerah terlihat bahkan ia seperti di ambang kegelapan.
Aku tidak tahu harus bersikap bagaimana, Mas? Tapi jika mengingat waktu itu hatiku sakit.
Dari relung hati terdalam Ainaya tak tega mengabaikan Haris, namun ia harus melakukan itu untuk mengurangi rasa sakit yang membelenggu.
Terdengar suara batuk dari arah luar membuat Ainaya terperanjat kaget. Ia segera keluar dan mengambil segelas air putih lalu meletakkan di depan Haris.
''Maaf aku gak sempat buatin kopi,'' ucapnya dengan nada datar.
Haris berdiri menatap wajah Ainaya yang dipenuhi kekesalan.
''Sebenarnya kamu kenapa, Nay?'' tanya Haris menekankan.
Ainaya tersenyum sinis. Melipat kedua tangannya di depan. Sebenarnya ia tak ingin berdebat, namun kesabarannya sudah habis. Rasa kecewa itu terlalu sulit untuk ditelan.
''Kenapa? Kalau kamu punya perasaan pasti tahu aku kenapa,'' Menunjuk dada Haris.
''Tapi sayang, kamu memang tidak pernah peduli padaku. Aku ini hanya patung yang bisa melahirkan anak. Sampai kapanpun kamu tidak akan menganggapku ada. Kamu lebih mementingkan mbak Jihan yang mandul daripada aku,'' ucap Ainaya panjang lebar.
Braaakkk
Haris meninju lemari kayu yang ada di sampingnya. Meluapkan amarah yang membuncah di ubun-ubun.
''Lancang sekali kamu bicara seperti itu. Tanpa aku, keluargamu akan menjadi gelandangan, tanpa bantuan dariku ayah kamu tidak akan operasi. Dan tanpa aku, paman dan bibi mu tidak punya rumah. Ingat itu." Menunjuk wajah Ainaya.
''Jangan coba-coba menuntut apapun dariku,'' imbuhnya berkacak pinggang.
Sekuat tenaga Ainaya menahan air matanya yang menumpuk di pelupuk. Ia tidak ingin terlihat lemah di mata Haris. Benar, tanpa campur tangan pria itu mungkin keluarganya bukan apa-apa, namun tak sepatutnya Haris mengupas semuanya. Seolah harta adalah segala-galanya.
"Baik. Mulai sekarang aku tidak akan meminta apapun dari kamu. Tapi aku mohon hargai aku sebagai ibu dari anakmu," ucap Ainaya dengan bibir bergetar.
Haris mengendurkan dasi yang mencekik lehernya, lalu menghempaskan tubuhnya di kursi yang sangat keras.
"Kamu siapkan makanan! Aku lapar," ucap Haris singkat. Tak mempedulikan permintaan Ainaya.
Ainaya bergegas ke dapur. Ia tak ingin membuat Haris akan lebih marah lagi. Bukan takut pada pria itu, namun ia menghargai statusnya yang saat ini masih menjadi suami.
Aku tidak tahu apa yang kamu pikirkan saat ini, Mas. Semoga kehadiran anak ini membuatmu sadar, bahwa aku yang lebih terluka. Aku mengorbankan masa depanku hanya untuk kebahagiaanmu dan supaya kamu bisa memiliki keturunan.
Disaat Ainaya sudah menyiapkan makanan yang dimasak, Haris justru pergi tanpa memakannya sedikitpun.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 94 Episodes
Comments
Rain Vivo
seharusnya ainaya jgn melupakan surat perjanjian....aku rasa disini dia terlalu brlebihan....
2022-12-09
0
Eli Masmuda
cerita luar biasa . nyampe bgt rasa kesel ke Harus, sedih nya Ainaya. semoga ada keajaiban buat hubungan mereka. semangat nulis nyaa yaa Thor..
2022-11-26
2
nur imamah
lagi dong
2022-11-26
0