Ainaya memulas senyum saat melihat kalender yang ada di meja samping pembaringan. Tanpa terasa sudah lima bulan ia menikah dengan Haris. Meskipun hari-harinya kelabu tetap bersyukur karena ada Anugerah besar yang tercipta dalam rumah tangganya.
Ia mengambilnya lalu menghitung dengan teliti.
"Ternyata bayiku sudah berumur 18 minggu, itu artinya jenis kelaminnya sudah diketahui."
Ainaya mengelus perutnya yang semakin membuncit. Menyalurkan kabahagiaan juga kesedihannya yang terasa samar.
"Aku harus bilang pada mas Haris." Ainaya berdiri dari duduknya. Merapikan rambutnya lalu keluar.
Nampak Haris masih berbaring di kursi ruang tamu. Kebetulan semalam pria itu menginap di rumah Ainaya karena khawatir.
Semoga mas Haris mau mengantarkan aku.
Ainaya melangkah pelan menghampiri Haris lalu menggoyang-goyangkan lengan pria itu dengan pelan.
"Bangun, Mas!" ucap Ainaya lirih.
Haris membuka matanya dengan pelan. Mengumpulkan nyawanya yang tercecer sebelum menyapa sang istri.
"Maaf, semalam aku gak tahu kalau kamu datang," ucap Ainaya merasa bersalah.
"Gak papa," jawab Haris dengan suara serak. Sebab, semalam ia pulang terlalu larut dan tak membangunkan Ainaya lebih dulu.
"Hari ini jadwal aku periksa ke dokter. Kamu temani aku ya!" pinta Ainaya penuh harap.
Haris mengambil ponselnya yang ada di meja. Ternyata tidak ada pesan dari Jihan hingga membuatnya langsung menyetujui permintaan Ainaya.
"Aku mandi dulu."
Haris pergi ke belakang, diikuti Ainaya dari belakang sambil membawa handuk.
Sembari menunggu Haris membersihkan diri, ia membuat roti bakar dan teh kesukaan sang suami. Memasak yang mudah karena kondisinya yang tak terlalu kuat untuk beraktivitas. Sesekali menatap pintu kamar mandi yang tertutup rapat.
"Mendingan aku ganti baju dulu." Ainaya menutup makanannya lalu ke kamar. Ia membuka lemari mengambil beberapa baju yang menggantung di sana.
Sudah hampir lima baju dicoba, namun hasilnya nihil. Satu baju pun tak ada yang muat, terutama di bagian perut.
''Pakai yang mana nih?'' Ainaya bingung dan mencari baju yang agak besar lagi.
''Kamu ngapain, Nay?'' tanya Haris dari ambang pintu.
Ainaya mendengus kesal.
''Bajuku gak ada yang muat. Aku bingung.''
Haris menatap dress warna coklat yang ada di tangan Ainaya. ''Gak mungkin gak ada yang muat, kamu cari lagi. Aku tunggu di meja makan.'' Meninggalkan Ainaya yang nama kesusahan.
Ainaya menarik napas dalam-dalam dan masuk lagi. Terpaksa ia memakai baju yang sedikit sempit di bagian perut. Setidaknya ada baju yang bisa dipakai. Lantas, menghampiri Haris yang ada di meja makan. Minum susu hangat khusus ibu hamil.
''Mungkin untuk beberapa hari ini aku tidak ke sini. Jaga diri kamu baik-baik,'' pesan Haris sambil menyeruput teh nya.
''Iya,'' jawab Ainaya singkat.
Mereka pergi ke rumah sakit tempat Ainaya periksa. Sebelumnya sudah membuat janji hingga tak menyulitkan untuk bertemu dengan sang dokter.
Tak seperti ibu hamil lain yang mendapat perlakuan lembut dari sang suami. Haris tetap sama, berjalan jauh di belakang Ainaya. Mereka seperti orang asing yang tak saling mengenal.
''Apa dokter Fraza ada, Sus?'' tanya Ainaya pada suster yang ada do depan ruangan.
''Ada, Nona. Silahkan masuk!'' Suster membukakan pintu untuk Ainaya.
Haris menyusul dari belakang. Mereka duduk di depan dokter Fraza yang sedang memeriksa beberapa data ibu hamil.
''Apa akhir-akhir ini masih ada keluhan, Nona?'' tanya dokter Fraza memastikan.
Ainaya menggoreng tanpa suara.
''Kalau begitu saya akan memeriksanya.''
Ainaya mengikuti langkah dokter Fraza menuju ruangan pemeriksaan. Ia berbaring di atas brankar, sedangkan Haris pun berdiri di sampingnya membantu suster membuka dress sang istri dan menutup bagian tubuh bawah dengan selimut.
Kemudian, suster mengoles gel di bagian perut pasien. Mundur satu langkah memberi ruang pada dokter Fraza untuk memeriksa.
Ainaya dan Haris fokus pada komputer yang ada di depan mereka. Mendengarkan ucapan dokter yang menjelaskan tentang janin mereka. Kendatipun tak sepenuhnya paham, Haris mengangguk-anggukan kepalanya tanpa bertanya.
''Jenis kelamin anak Anda laki laki, Tuan. Tapi itu hanya prediksi saja, hanya Allah yang lebih tahu. Semoga sehat sampai lahir.''
Aamiin.
Haris tersenyum bahagia. Setelah bertahun-tahun mengharapkan kehadiran seorang bayi, akhirnya sebentar lagi ia akan memeluk seorang putra. Meskipun tidak lahir dari rahim Jihan setidaknya itu adalah darah dagingnya sendiri.
Setelah menjalani pemeriksaan selama beberapa menit, Dokter Fraza membersihkan sisa gel yang ada di perut pasien lalu menutupnya lagi.
Ainaya bangun dengan bantuan Haris. Ia duduk di tepi ranjang merapikan bajunya yang lumayan berantakan.
Mereka kembali ke ruangan dokter Fraza dan mengambil resep vitamin yang harus ditebus.
''Terima kasih, Dok,'' ucap Haris sebelum keluar dari ruangan itu.
Ainaya meninggalkan rumah sakit dengan hati yang berbunga-bunga. Membayangkan wajah mungil bayinya yang mirip dengan Haris, pasti menggemaskan. Namun, senyum dari sudut bibirnya lenyap saat menyadari bahwa laju mobil tak ke arah rumahnya.
''Kita mau ke mana?'' tanya Ainaya sembari menatap ke arah luar.
''Ke mall,'' jawab Haris singkat.
Mall, jangan-jangan mas Haris mau membelikan aku hadiah karena sudah memberikan anak laki-laki.
Ainaya memilih diam dan mengikuti kemanapun Haris pergi. Berharap akan mendapatkan surprize terindah.
Sebelum turun, Haris menghubungi Jihan terlebih dulu.
''Halo, Sayang. Kamu dan mama di mana?'' tanya Haris lembut.
''Aku dan mama sudah ada di mall seperti permintaan kamu,'' jawab Jihan dari balik telepon.
Sebelumnya Haris memang sudah mengirim pesan, menyuruh Jihan serta kedua orang tuanya ke mall setelah mendapatkan kabar tentang jenis kelamin bayi yang dikandung Ainaya.
''Kalau begitu kita ketemu di lantai dua,'' ucap Hari kemudian.
''Baik, Mas. Aku tunggu.''
Setelah mendapat jawaban dari Jihan, Haris turun dari mobil. Begitu juga dengan Ainaya yang mengikutinya dari belakang.
''Nanti pulangnya kamu naik taksi saja. Ada Jihan di dalam.'' Teganya Haris mengucapkan itu membuat hati Ainaya tersayat.
''Iya.''
Ainaya masih mengikuti langkah Haris. Sebelum ke lantai dua mereka mampir ke sebuah toko perhiasan yang ada di lantai satu.
Ainaya hanya bisa tersenyum saat melihat Haris memilih perhiasan. Membayangkan saat pria itu memberikan hadiah untuknya. Ia pura-pura tak melihat dan memalingkan pandangannya saat sang suami keluar dari toko itu.
''Nay, aku ke atas dulu ya. Mama dan Jihan sudah nungguin. Kamu pulang aja dulu, istirahat.'' Memberikan beberapa lembar uang untuk Ainaya kemudian berlalu.
Tidak ada yang Ainaya rasakan selain sakit melihat sikap suaminya yang lebih mementingkan istri mandulnya daripada dia yang saat ini memberikan anak.
Saking penasarannya, Ainaya mengikuti Haris ke lantai dua. Betapa terkejutnya saat melihat mereka saling tertawa bahagia di atas penderitaannya yang kini berjuang merawat janinnya seorang diri.
Ainaya memilih pergi dengan goresan luka yang mendalam.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 94 Episodes
Comments
Yanti Jelita
jgn lama thor up nya
2022-11-25
0
Aisyah Luqman
lanjut ....
selalu di tunggu semangat nulisnya
2022-11-25
0