Dua bulan berlalu
Setelah kejadian malam pertama itu, Ainaya tinggal di rumah paman dan bibi atas permintaan Haris. Pria itu hanya menjemputnya saat menginginkan saja, juga meminta untuk bungkam tentang pernikahannya. Tidak ada satupun keluarga Haris yang tahu, termasuk mama dan papanya.
Semenjak menikah, Ainaya tak memiliki semangat hidup. Setiap hari ia hanya bisa mengurung diri di kamar. Hubungannya dengan teman-teman dan mantan pacarnya pun putus begitu saja. Harapannya pupus. Masa depannya pun seakan hitam kelam seolah ia hanya patung hidup yang hanya bisa bernafas.
"Makan dulu, Nay." Bibi meletakkan sepiring nasi di atas meja yang ada di samping Ainaya duduk.
Tidak ada jawaban, Ainaya terhanyut dalam lamunan yang penuh duka. Tatapannya kosong, menyesal dengan apa yang terjadi.
Baru saja menatap makanan itu beberapa detik, tiba-tiba saja perut Ainaya terasa mual. Ia bergegas keluar dari kamar menuju kamar mandi.
Bibi yang melihat itu hanya bisa mengernyitkan dahi. Kemudian melanjutkan aktivitasnya di dapur.
Ainaya bersandar di dinding. Satu tangannya mengelus perutnya yang sedikit lega, sedangkan yang satu memijat pelipisnya yang terasa pusing.
Ada apa denganku?
Ainaya menyeret kakinya keluar dari kamar mandi. Ia duduk di kursi makan karena tak mampu untuk berjalan lagi.
"Kamu kenapa, Nay?" Bibi menghampiri Ainaya.
Dari raut wajahnya, wanita itu nampak pucat dan tak memiliki gairah.
Ainaya hanya menggeleng tanpa suara. Malas berbicara dengan bibi yang selalu menyudutkannya.
"Kamu sakit?" tanya nya lagi, kali Ini bibi terlihat cemas.
"Gak, Bi. Mungkin cuma masuk angin saja," jawab Ainaya lirih. Kembali melanjutkan langkahnya menuju kamar.
Bibi menghubungi paman, takut dengan keadaan Ainaya yang tak seperti biasa.
Ainaya melihat kalender yang menggantung di dinding. Sudah hampir dua bulan tidak ada lingkaran merah, itu artinya ia belum datang bulan.
"Jangan-jangan aku hamil," terka Ainaya yakin.
Ia duduk di tepi ranjang. Seharusnya kabar itu membuatnya bahagia karena berhasil memberikan keturunan untuk Haris, namun tetap saja Ainaya sedih karena posisinya yang hanya sebagai istri kedua.
Ainaya meraih tas dan merapikan penampilannya. Ia harus memastikan apakah benar-benar hamil atau hanya kebetulan saja.
Tanpa pamit, Ainaya pergi mengendarai motor maticnya. Membelah jalanan yang dipenuhi dengan kendaraan melintas. Meskipun pikirannya sedikit kacau, ia tetap mementingkan keselamatannya.
Menghentikan motornya di depan apotik. Tanpa rasa ragu ia langsung masuk ke dalam.
"Saya mau membeli testpack, Mbak." Ainaya menyodorkan uang pecahan lima puluh ribu di depan wanita cantik yang melayaninya.
Wanita itu memberi tiga pilihan, dan langsung diambil semua.
"Hamil pertama ya, Mbak?" tanya wanita cantik yang sedikit tua dari Ainaya.
Ainaya hanya menanggapi dengan senyuman tipis. Sedikitpun tak ada kebahagiaan yang hinggap jika itu benar terjadi.
Jika aku hamil, apa Tuan Haris akan berubah dan peduli padaku?
Ainaya sedikit berharap Haris akan memperlakukannya layaknya seorang istri. Bukan wanita simpanan yang hanya disentuh saat membutuhkan.
Setibanya di rumah, Ainaya langsung ke kamar. Ia tak menghiraukan paman dan bibi yang memanggilnya dari ruang tamu.
"Mungkin dia capek, Pak." Bibi melarang paman yang hampir beranjak.
Ainaya membuka ketiga testpacknya dan membawa ke belakang. Meskipun melintasi paman dan bibi, ia pun tak menyapa mereka.
Hampir lima belas menit berada di kamar mandi, kini sudah mendapatkan hasil. Ketiga testpack dengan merk yang berbeda masing-masing menunjukkan dua garis merah. Itu artinya Ainaya positif hamil.
Namun, itu adalah kabar buruk bagi Ainaya yang pasti setelah ini akan memikul beban lebih berat lagi.
"Aku harus memberitahu Tuan Haris, dia harus tahu kalau aku mengandung."
Ainaya membuang testpack itu dan kembali ke kamar. Seperti yang dilakukan tadi, ia tak menoleh ke arah paman dan bibi yang terus melihat pergerakannya.
"Kamu mau ke mana, Nay?" tanya paman saat Ainaya tiba di ambang pintu depan.
"Aku mau pergi sebentar, Paman," jawab Ainaya tanpa menoleh, lalu melanjutkan langkahnya.
Tiga puluh menit membelah jalanan, akhirnya Ainaya tiba di depan rumah Haris. Ia turun dari motor dan mendekati satpam yang berada di depan pintu gerbang.
"Saya mau bertemu dengan Tuan Haris, Pak?" ucap Ainaya ke inti.
Satpam itu melihat penampilan Ainaya dari atas hingga bawah. Cukup sederhana, dan ini pertama kali ada seorang gadis yang mencari majikannya.
"Nama Anda siapa?" tanya satpam itu.
"Bilang saja saya karyawannya," jawab Ainaya teka-teki. Tak mungkin ia berkata jujur, pasti Haris akan murka.
Mana ada karyawan berani datang ke rumah, cantik lagi.
Satpam meninggalkan Ainaya tanpa membuka pintu gerbang. Tak berselang lama pria yang memakai seragam putih itu kembali diikuti Haris dari belakang.
"Tinggalkan aku sendiri!" pinta Haris pada satpam yang berdiri tak jauh darinya.
Haris mencengkeram lengan Ainaya kuat hingga membuat sang empu meringis.
"Ngapain kamu ke sini?" tanya Haris geram. "Nanti kalau istriku tahu bagaimana?"
Hati Ainaya tersayat, meskipun tidak ada cinta setidaknya Haris menghargainya sebagai ibu dari calon anaknya.
"Aku ke sini hanya ingin mengatakan padamu bahwa aku hamil," ungkap Ainaya tanpa basa-basi.
Mata Haris berbinar-binar. Kabar itu adalah sebuah kejutan yang dinanti.
"Dan selama hamil, aku mau tinggal di sini," pinta Ainaya.
Haris menggeleng. "Sampai kapanpun kamu gak akan pernah tinggal di sini dengan Jihan. Istriku tidak boleh tahu tentang ini. Tunggu aku di ujung jalan." Meninggalkan Ainaya yang sangat kecewa dengan keputusannya.
Seperti permintaan Haris, Ainaya berhenti diujung jalan yang dekat dari rumah pria itu.
Tak lama kemudian, Haris datang membawa mobil. Mereka masuk ke sebuah gang sempit yang ada di belakang perumahan mewah.
"Kita mau ngapain ke sini?" tanya Ainaya bingung.
Haris turun. Tangannya menunjuk rumah sederhana yang ber cat putih. "Itu adalah rumah kamu, jadi kamu boleh menempatinya. Ingat! Jangan pernah datang ke rumahku, karena aku tidak mau Jihan tahu kalau kita suami istri."
Ainaya mencoba untuk menerima kenyataan itu tanpa membantah. Setidaknya Haris masih peduli dan memberikan rumah padanya, walaupun sederhana.
Haris membuka pintu lebar-lebar. Meskipun jauh dari kata mewah, perabot di rumah itu lengkap.
"Aku akan sering mengirim uang ke rekening mu. Jangan gunakan kehamilanmu sebagai alasan supaya bisa dekat denganku. Karena sampai kapanpun aku tidak akan pernah mencintaimu."
Ainaya malas untuk berdebat dan memilih membisu. Cukup mendengarkan peringatan dari Haris tanpa protes.
Bunyi ponsel dari saku celana Haris berdering. Ia segera mengangkatnya setelah melihat nama yang berkelip di layar.
"Iya, Sayang. Aku akan segera pulang." Haris meninggalkan rumah Ainaya setelah berbicara mesra dengan istrinya.
Sebenarnya apa maksudmu menikahi ku, kalau bukan karena cinta, lalu apa? Bukankah istrimu cantik dan sempurna?
Ainaya hanya bisa bertanya-tanya dalam hati l.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 94 Episodes
Comments
RC
semangat tur blum jelas alur critany kmn,,,,
2022-10-28
1
RC
lanjut..
2022-10-21
1
eliet-Zariess
thoor... kabar crita Aidin & zahra sma teman2 uda bner2 selesai ta..
pdhal aq uda gak sbaar nunggu crita Kirana..
ktanya mau bikin crita kirana.. g haikal... sma Agha & adeknya Zahra..
2022-10-21
2