Satu minggu sudah Ainaya tinggal di rumah sederhana pemberian Haris. Namun, pria itu tak memberikannya uang sepeser pun. Justru marah saat dihubungi. tidak ada jalan lain. Hari ini, tepatnya hari senin. Ainaya menghubungi staf kantor tempat ia bekerja. Mengatakan akan kembali bekerja, dan permintaannya itu langsung mendapat tanggapan positif dari pihak kantor.
"Aku tidak boleh bergantung pada mas Haris."
Ainaya bergegas ke kamar mandi untuk membersihkan diri. Tak boleh bermalas-malasan. Meskipun kehamilannya saat ini lumayan menyiksa, ia harus tetap bangkit demi bisa memenuhi kebutuhan sehari-hari.
Merapikan penampilannya di depan cermin. Memakai kemeja yang longgar untuk menyamarkan tubuhnya yang semakin berisi.
Meraih ponsel dan tasnya. Keluar dari kamarnya lalu duduk di ruang tamu. Kembali menghubungi Haris. Sama seperti biasa, ia tak ditanggapi dan terpaksa mengirim pesan.
Maaf, Mas. Hari ini aku berangkat kerja. pesan singkat terkirim.
Ainaya segera pergi mencari kendaraan umum di depan. Ia berpenampilan sederhana dan ber make up tipis saat keluar.
Hampir tiga puluh perjalanan, Ainaya tiba di depan sebuah gedung. Ia membuka ponselnya saat berdering. Ternyata itu balasan dari Haris.
Terserah. Yang penting kamu tidak berbuat macam-macam.
Hati Ainaya tersayat. Seharusnya disaat seperti ini Haris menguatkannya dan mendukung, bukan malah tidak peduli.
"Aku harus bisa. Sebelum mas Haris datang aku sudah menjadi wanita mandiri dan tidak membutuhkan bantuan orang lain."
Kembali melanjutkan langkahnya. Ia masuk bersama dengan karyawan lain.
Nampak wanita cantik berdiri di depan pintu lift. Meskipun hanya punggungnya, Ainaya tahu siapa sosok tersebut.
"Lidya," seru Ainaya.
Wanita itu menoleh dan memulas senyum. Menghampiri Ainaya yang juga berjalan ke arahnya.
"Kamu apa kabar, Nay?" tanya Lidya memeluk Ainaya.
Lama tidak bertemu membuat mereka saling merindukan. Apalagi selama bekerja, Ainaya sangat baik dan sopan pada semua orang. Tidak peduli siapapun orangnya, ia tetap mengutamakan kerukunan.
"Aku baik, Di. Hanya saja baru bisa kerja kembali," jelas Ainaya singkat. Tidak mungkin ia menceritakan penyebab tak bisa kerja.
"Ya sudah, kita ke ruangan yuk!" ajak Lidya. Keduanya berjalan menuju lift.
"Nanti sore kita jalan yuk, sudah lama kita gak nongkrong," saran Lidya.
"Benar sekali," sahut wanita cantik yang bernama Ajeng. Dia juga sahabat seperjuangan Ainaya.
'Bagaimana ini? Aku gak bisa menolak mereka, tapi bagaimana kalau mas Haris gak mengizinkan ku?' tanya Ainaya dalam hati.
Bingung mau mengambil keputusan. saat ini statusnya adalah seorang istri dan harus izin jika keluar.
"Gimana, Nay? Apa kamu setuju?" Ajeng sedikit mendesak. Menyenggol lengan Ainaya dengan sikunya.
Gak mungkin mas Haris peduli padaku. Pasti dia sibuk dengan istri pertamanya.
"Baiklah, nanti setelah pulang kita jalan," ucap Ainaya setuju.
Pintu lift terbuka. Setelah kian lama akhirnya Ainaya kembali menginjakkan kakinya di tempat itu. Tempat yang menjadi ladang uang hingga kini, bahkan atasannya baik dan mau menerimanya kapanpun tanpa syarat.
"Aku ke ruangan pak Dedi sebentar," pamit Ainaya meninggalkan Ajeng. Ia ingin mengucapkan terima kasih pada atasannya karena sudah diterima kerja lagi.
"Permisi, Pak!" seru Ainaya sembari mengetuk pintu yang sedikit terbuka.
Seorang pria memakai jas hitam menatap ke arah pintu kemudian tersenyum.
"Masuk, Nay," teriaknya tanpa berdiri.
Ainaya masuk dan duduk di kursi tepatnya di depan sang bos.
"Kamu ke mana saja? Kenapa baru masuk?" tanya Dedi ramah.
Sebagai bos, ia mencerminkan sopan santun pada setiap bawahannya. Dan tidak sombong seperti dalam cerita di novel.
"Ada sedikit masalah, Pak. Saya minta maaf. Sebagai karyawan gak bisa konsisten, tapi saya janji akan bekerja dengan baik sampai waktu yang menentukan."
Perkataan Ainaya terdengar ambigu di telinga Dedi, namun itu tak penting dan tak perlu diusut.
"Silahkan bekerja! Hari ini aku ada meeting penting." Mengumpulkan map yang dari tadi diperiksa.
Ainaya mengucapkan permintaan maaf dan terima kasih sambil menangkup kedua tangannya lalu beranjak pergi.
Di hari pertama kerja, Ainaya mampu mengerjakan tugas kantor dengan baik. Tidak ada kendala sedikitpun, bahkan rasa cemas dan sedihnya lenyap begitu saja.
"Kita pulang, Nay." Ajeng merapikan meja kerjanya.
"Sebentar." Ainaya masih berkutat dengan laptop di depannya. Menyelesaikan beberapa pekerjaan yang tertinggal. Tidak ingin pergi sebelum semuanya kelar.
Tak hanya Ajeng, Lidya pun sudah menunggu di depan dan siap meluncur ke tempat tongkrongan.
"Nay, tolong kamu kerjakan ini!" pinta Dedi yang baru saja tiba.
Ajeng menyapa Dedi dengan ramah lalu mendekati Ainaya.
"Apa perlu aku bantu?" tanya Ajeng serius.
Ainaya tersenyum. "Tidak usah, kamu tunggu di restoran saja. Nanti aku nyusul."
Mendengar itu, Ajeng bergegas pergi dengan Lidya, sementara Ainaya harus menjalankan tugas dari sang bos.
Hampir tiga puluh menit, Ainaya sudah menyelesaikan tugasnya. Ia segera merapikan meja nya. Membawa map itu, mengantarkannya ke ruangan Dedi.
Sedikitpun tak mengeluh dengan perintah di luar jam kerja. Sebab, baginya itu adalah tanggung jawab sebagai seorang karyawan.
"Saya pamit pulang dulu, Pak," pamit Ainaya yang langsung dijawab anggukan oleh Dedi.
Ainaya menyusul Ajeng dan Lidya. Ia naik ojek supaya tidak terkena macet.
"Kamu lihat ada perubahan dengan Ainaya gak sih?" tanya Ajeng pada Lidya. Semenjak pertemuannya tadi pagi, ia merasa ada yang aneh dengan sahabatnya tersebut.
"Iya sih. Dia sepertinya semakin berisi. Tapi sudahlah, mungkin saja dia lupa diet."
Tak berselang lama Ainaya masuk dari pintu depan. Ajeng melambaikan tangannya ke arah Ainaya yang masih berada di belakang pintu. Memberi tanda keberadaannya.
Baru beberapa langkah, suara berat memanggil dari arah belakang. Ainaya berhenti dan menoleh ke arah sumber suara. Matanya membulat sempurna melihat seseorang yang berdiri tak jauh darinya.
Nian, ngapain dia di sini? Bagaimna kalau dia tahu aku sudah menikah?
Nian menghampiri Ainaya dan berdiri tepat di depan wanita tersebut.
"Ternyata kamu di sini juga. Selama ini ke mana saja, Nay?" tanya Nian mencoba meraih tangan sang kekasih, namun dengan cepat wanita itu menghindar.
Panik
Bagaimana pun juga saat ini Ainaya adalah istri orang dan tidak boleh berhubungan dengan sembarang lelaki.
Nian mengerutkan alisnya. Bingung dengan sikap aneh Ainaya. Tak biasa nya wanita itu menolak seperti ini, terlebih di depan umum, memalukan.
Nian tersenyum manis. Menatap Ainaya dari atas hingga bawah. Tidak ada perubahan dari segi penampilan, namun Nian pun merasa ada sesuatu yang berbeda.
"Kamu kenapa sih?" tanya Nian tak mengerti.
Ainaya menundukkan kepala. Dari relung hati terdalam ia tak tega, namun itu harus dilakukan demi kebaikan bersama.
"Kita putus. Mulai hari ini kita tidak ada hubungan lagi. Permisi," ucap Ainaya secara gamblang.
Ainaya memutar tubuhnya. Mungkin pergi akan lebih baik daripada harus meladeni Nian.
"Dasar wanita murahan," pekik Nian menatap punggung Ainaya.
Tidak hanya Ajeng dan Lidya yang mendengar, beberapa pengunjung yang ada di sekelilingnya pun melongo. Mereka menatap Ainaya dengan tatapan curiga.
"Sekarang aku tahu kenapa kamu memutuskanku," imbuhnya masih dengan nada tinggi.
"Ternyata kamu simpanan om-om."
Hati Ainaya terasa perih bak tertusuk jarum. Namun, mencoba tetap kuat dan bisa berdiri tegak. Berharap suatu saat Nian akan mengerti dengan keadaannya.
Tanpa sengaja, Nian pernah melihat Ainaya berjalan dengan Haris hingga menyebutnya wanita hina.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 94 Episodes
Comments
yukmier
loo kan kemarin haris bilang akan kasih uang kok g di yf sma sekali...kasiannya si naya
2024-05-26
0
neng ade
kata nya si Haris akan sering kirim uang rekening Nays .. ternyata bima janji doang.. dan i5u lagi kekasih nya sampe tega begitu ngomong nya .. harus nya jujur aja lah dngn bos dan teman2 nya di kantor
2023-02-05
2
Tati Suwarsih Prabowi
kasihan...
2023-01-20
0